Thursday, March 3, 2022

HAFALAN AL QUR'AN HILANG

Gara-gara tak sengaja atau berlalu begitu sengaja melihat gambar wanita telanjang, hafalan Quran bisa hilang.

Yang diherankan, ada yang diketahui suka baca Al-Qur'an, bahkan suaranya merdu, namun surga sukanya nonton "film gituan".

Ternyata kelebihan, hafalan Qur'annya saat dites sering "tersendat-sendat". Itu karena pandangan matanya tidak bisa dijaga dari maksiat.

Memang benar, Al-Qur'an akan sulit melekat pada ahli maksiat.

Imam Syafi'i rahimahullah berkata,


لَى … لَى المعَاصِي


الَ اِعْلَمْ العِلْمَ لٌ … لُ اللهِ لاَيُؤْتَاهُ اصٍ


"Aku pernah mengadukan kepada Waki' tentang jeleknya hafalanku.

Lalu beliau mengarahkanku untuk meninggalkan maksiat.

Beliau menyukai bahwa ilmu adalah karunia.

Karunia Allah mungkin mungkin diberikan pada ahli maksiat." (Ad-Daa' wa Ad-Dawaa', hlm. 84)

Apa yang disebutkan di atas dalam bait sya'ir menunjukkan bahwa maksiat itu menahan datangnya ilmu, termasuk dalam hal menghafal Al-Qur'an.

Ketika hati ketika berbuat maksiat adalah seperti disebutkan dalam ayat berikut ini,


لَّا لْ انَ لَى لُوبِهِمْ ا انُوا


"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan untuk menutupi hati mereka." (QS. Al-Muthaffifin: 14).

Walau memang istilah dalam ayat adalah untuk orang kafir. Karena ada tiga istilah yang dijelaskan tentang hati:

1. Ar-rain, keadaan hati orang kafir.

2. Al-ghaim, keadaan hati abrar (wali Allah pertengahan).

3. Al-ghain, keadaan hati muqararbin (wali Allah terdepan). (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 7:511)

Namun keadaan hati yang bermaksiat tetap gelap seperti diterangkan pula dalam hadits berikut.


عن أبى هريرة عن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال «إن العبد إذا أخطأ خطيئة نكتت فى قلبه نكتة سوداء فإذا هو نزع واستغفر وتاب سقل قلبه وإن عاد زيد فيها حتى تعلو قلبه وهو الران الذى ذكر الله (كلا بل ران على قلوبهم ما انُوا )


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau mengatakan, "Seorang hamba jika melakukan kesalahan, maka dititikkan dalam sebuah titik hitam. Jika ia meninggalkannya dan meminta maaf serta bertaubat, dibersihkan. Jika ia kembali ( melakukan maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut untuk menutupi hati. Itulah yang diistilahkan "ar raan" yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), 'Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu untuk hati mereka'.” (HR. Tirmidzi, no. 3334; Ibnu Majah, no. 4244; Ibnu Hibban, 7: 27; Ahmad 2: 297. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, "Yang berada di dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama-lama pun mati." Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, Ibnu Zaid dan selainnya. (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 7: 512)

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan kutipan Hudzaifah dalam fatawanya. Hudzaifah berkata, "Iman membuat hati tampak putih bersih. Jika seorang hamba bertambah imannya, akan semakin putih. Jika kalian hati orang percaya, kalian akan melihatnya putih cerah. Sedangkan kemunafikan membuat hati tampak hitam. Jika seorang hamba bertambah kemunafikannya, hari ini pun akan semakin gelap. Jika kalian hati orang munafik, maka kalian akan melihatnya mencekam hitam."

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah mengatakan, "Jika dosa bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan mengenai surat Al Muthoffifin ayat 14, "Yang dimaksud adalah dosa yang menumpuk di atas dosa."

Kata Al-Hasan Al-Bashri pula, "Itu adalah dosa yang menumpuk di atas dosa sehingga membuat hati menjadi kelam."


WALLAHUa'lam

0 comments :

Post a Comment