This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, April 28, 2023

Adab Menasehati-KETUJUH

KETUJUH: Tidak Menasehati di Depan Umum


Hendaknya memberi nasehat kepada orang lain tidak dihadapan orang banyak. Karena orang yang dinasehati akan tersinggung dan merasa dipermalukan di depan orang-orang. Sehingga tujuan dari nasehat akan menjadi jauh tercapai. Imam Asy Syafi'i rahimahullah berkata:


تعمدني بنصحك في انفرادي . وجنبْني النصيحة في الجماعهْ .فإن النصح بين الناس نوع. من التوبيخ لا أرضى استماعهْ . وإن خالفتني وعصيت قولي. فلا تجزعْ إذا لم تُعْطَ طاعهْ


“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku. Maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti"


Al Hafizh Ibnu Rajab berkata: "Apabila para salaf hendak memberikan nasehat kepada seseorang, maka mereka menasehatinya secara rahasia… Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah nasehat. Dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya."


Oleh karena itulah Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda tentang menasehati pemimpin:


من أراد أن ينصح لسلطان بأمر فلا يبد له علانية، ولكن ليأخذ بيده فيخلو به، فإن قبل منه فذاك،وإلا كان قد أدى الذي عليه


“Barangsiapa ingin menasehati penguasa dengan sesuatu hal, maka janganlah tampakkan nasehat tersebut secara terang-terangan. Namun ambillah tangannya dan bicaralah empat mata dengannya. Jika nasehat diterima, itulah yang diharapkan. Jika tidak diterima, engkau telah menunaikan apa yang dituntut darimu" (HR. Ahmad).


WaLLAAHUa'lam

Adab Menasehati-KELIMA dan KEENAM

KELIMA: Jangan Su'uzhan! (Buruk Sangka)

Hendaknya nasehat yang diberikan kepada orang lain, bukan didasari oleh prasangka buruk. Allah Ta'ala berfirman:


اِجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ


“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa" (QS. Al-Hujuraat: 12).


Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam juga bersabda:


إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث


“jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta" (HR. Bukhari no.5143, Muslim no. 2563).


Hendaknya kita mencari kemungkinan-kemungkinan baik bagi saudara kita sesama Muslim, selama masih memungkinkan. Muhammad bin Manazil rahimahullah berkata:


الْمُؤْمِنُ يَطْلُبُ مَعَاذِيرَ إِخْوَانِهِ ، وَالْمُنَافِقُ يَطْلُبُ عَثَرَاتِ إِخْوَانِهِ


“Seorang mu'min itu mencari udzur (alasan-alasan baik) terhadap saudaranya. Sedangkan seorang munafik itu mencari-cari kesalahan saudaranya" (HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman no.10437).


KEENAM: Jangan Memaksa Agar Nasehat Diterima

Ibnu Hazm Al Andalusi rahimahullah mengatakan:


وَلَا تنصح على شَرط الْقبُول مِنْك فَإِن تعديت هَذِه الْوُجُوه فَأَنت ظَالِم لَا نَاصح وطالب طَاعَة وَملك لَا مؤدي حق أَمَانَة وأخوة وَلَيْسَ هَذَا حكم الْعقل وَلَا حكم الصداقة لَكِن حكم الْأَمِير مَعَ رَعيته وَالسَّيِّد مَعَ عبيده


“Jangan engkau menasehati orang dengan mempersyaratkan harus diterima nasehat tersebut darimu, jika engkau melakukan perbuatan berlebihan yang demikian, maka engkau adalah ORANG YANG ZHALIM bukan orang yang menasehati. Engkau juga orang yang menuntut ketaatan bak seorang raja, bukan  orang yang ingin menunaikan amanah kebenaran dan persaudaraan. Yang demikian juga bukanlah perlakuan orang berakal dan bukan perilaku kedermawanan, namun bagaikan perlakuan penguasa kepada rakyatnya atau majikan kepada budaknya”


Maka yang benar, sampaikan nasehat. Jika diterima, itu yang diharapkan. Jika tidak diterima maka tidak mengapa. Perhatikan nasehat Imam Malik berikut,


الهيثم بن جميل: قلت لمالك ابن انس: الرجل يكون عالما بالسنة أيجادل عنها؟ قال: لا .. ولكن يُخبِر بالسنة فإن قُبِلتْ منه وإلا سكت


Al Haitsam bin Jamil mengatakan, saya pernah berkata kepada Imam Malik bin Anas: “seseorang yang alim (berilmu) terhadap sunnah Nabi, apakah boleh ia berdebat tentang As Sunnah?". Imam Malik menjawab: "Jangan! Namun sampaikanlah tentang As Sunnah. Jika diterima, itulah yang diharapkan. Jika tidak diterima, ya sudah diam saja"


Dan memberi nasehat adalah amalan shalih, ia akan diganjar pahala walaupun nasehat tidak diterima.


WaLLAAHUa'lam

Wednesday, April 26, 2023

Adab Menasehati-KEEMPAT

KEEMPAT: Tabayun; Cross-Check Berita

Hendaknya ketika memberikan nasehat kepada orang lain, tidak bertopang pada kabar yang tidak jelas dan simpang-siur. Karena kabar yang tidak jelas atau simpang siur, bukanlah ilmu dan bukanlah informasi sama sekali. Orang yang menyampaikannya disebut orang yang melakukan kebodohan. Allah ta'ala berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ


“Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian" (QS. Al-Hujurat: 6).


Maka hendaknya cek dan ricek, klarifikasi dan konfirmasi, sebelum beranjak untuk memberikan nasehat.


Orang yang mempercayai dan menyampaikan semua yang ia dengar tanpa cek dan ricek, klarifikasi dan konfirmasi, maka ia seorang pendosa. Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Nabi kita shallallahu'alaihi wasallam bersabda :


كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ


“Cukuplah seseorang telah berdosa jika menyampaikan seluruh yang ia dengar" (HR. Muslim no.5).


WaLLAAHUa'lam

Adab Menasehati-KETIGA

KETIGA: Gunakan Kata-Kata yang Baik

Dalam menyampaikan nasehat hendaknya menggunakan kata-kata yang baik, yaitu kata-kata yang penuh kelembutan dan hikmah. Perhatikan bagaimana Allah Ta'ala perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun 'alaihimassalam ketika akan memberi nasehat kepada Fir'aun, Allah berfirman:


فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ


“Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah" (QS. Thaha: 44).


Padahal Fir'aun jelas kekafirannya dan kezalimannya. Bahkan ia mengatakan: "Aku adalah Tuhan kalian yang Maha Tinggi”. Namun tetap diperintahkan untuk memberi nasehat yang lemah lembut. Maka bagaimana lagi jika yang dinasehati adalah seorang Muslim yang beriman kepada Allah?


Celaan dan hinaan tidak menjadi halal ketika memberi nasehat kepada orang yang jatuh pada kesalahan. Celaan dan kata-kata kotor bukanlah akhlak seorang Mukmin. Dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:


ليسَ المؤمنُ بالطَّعَّانِ ولا اللَّعَّانِ ولا الفاحِشِ ولا البذَيُّ


“Seorang Mukmin bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bicara kotor dan suka bicara jorok" (HR. Tirmidzi no.1977).


Dan janganlah menganggap remeh perkataan yang buruk dan menyakiti hati orang lain. Karena bisa jadi perkataan itu bisa menyeret kita ke dalam neraka sangat dalam. Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:


(إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِي بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِي النَّارِ) وصححه الألباني في صحيح الترمذي .


“Sesungguhnya seorang hamba ketika berbicara dengan perkataan yang dianggap biasa, namun akan menyebabkan ia masuk neraka 70 tahun" (HR. Tirmidzi no. 2314)


WaLLAAHUa'lam

Adab Menasehati-KEDUA

KEDUA: Menasehati dengan Cara yang Benar Sesuai Syariat

Selain niat harus ikhlas, cara memberikan nasehat juga harus benar. Allah ta'ala berfirman:


فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً


“Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Rabb-Nya maka amalkanlah amalan kebaikan dan jangan mempersekutukan Rabb-nya dengan sesuatu apapun" (QS. Al Kahfi: 110).


As Sa'di dalam Tafsir-nya menjelaskan:


فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا ْ} وهو الموافق لشرع الله، من واجب ومستحب، { وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ْ} أي: لا يرائي بعمله بل يعمله خالصا لوجه الله تعالى، فهذا الذي جمع بين { الإخلاص والمتابعة


“[maka amalkanlah amalan shalih] yaitu amalan yang sesuai dengan syariat Allah, berupa amalan yang wajib atau mustahab, [dan jangan mempersekutukan Rabb-nya dengan sesuatu apapun] maksudnya: jangan riya' dalam amalan, namun harus ikhlas mengharap wajah Allah. Maka ayat ini menggabungka dua syarat diterimanya amalan: ikhlas dan mutaba'ah (mengikuti tuntunan)".


Maka cara menasehati haruslah benar sesuai tuntunan syariat. Oleh karena itu dalam hadits dari Abu Sa'id Al Khudhri radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memberikan tingkatan urutan dalam mengingkari kemungkaran. Beliau Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda:


من رأى منكم منكرا فليغيره بيده . فإن لم يستطع فبلسانه . فإن لم يستطع فبقلبه .وذلك أضعف الإيمان


“Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim, no.49).


Hadits ini menunjukkan bahwa ketika tidak kemampuan untuk mengingkari dengan tangan maka tidak boleh nekat tetap melakukan pengingkaran dengan tangan, walaupun niatnya baik. Namun berpindah kepada cara selanjutnya yaitu mengingkari dengan lisan. Ini mengisyaratkan wajibnya mengikuti tuntunan syariat dalam ingkarul mungkar dan juga dalam nasehat.


Oleh karena itu para ulama menyatakan suatu kaidah penting:


الْغَايَةُ لاَ تُبَرِّرُ الْوَسِيْلَةَ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ


“Tujuan tidak membolehkan wasilah (cara) kecuali dengan dalil”


WaLLAAHUa'lam

Adab Menasehati-PERTAMA

Agama Islam adalah agama nasehat. Semua sendi dalam agama Islam adalah nasehat. Dan setiap kita dalam agama ini, akan senantiasa menasehati dan dinasehati.


Sebagaimana dalam hadits dari Tamim Ad Dariy radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:


الدين النصيحة قلنا : لمن ؟ قال : لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم


“Agama adalah nasehat". Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?”. Beliau menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan umat muslim seluruhnya” (HR. Muslim, no. 55).


Namun menyampaikan nasehat tidak boleh serampangan dan sembarangan. Ada adab-adab yang perlu diperhatikan ketika menyampai nasehat kepada orang lain. Berikut ini beberapa adab yang hendaknya diperhatikan ketika menyampaikan nasehat.


Ada 8 (delapan) Adab


PERTAMA: Nasehat Didasari Niat Ikhlas

Sebagaimana kita ketahui bahwa amalan kebaikan tidak diterima dan tidak dianggap sebagai amalan shalih kecuali jika dengan niat yang ikhlas. Dari Umar bin Khathab radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:


إنَّما الأعْمالُ بالنِّيَّةِ، وإنَّما لِامْرِئٍ ما نَوَى، فمَن كانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللَّهِ ورَسولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إلى اللَّهِ ورَسولِهِ، ومَن هاجَرَ إلى دُنْيا يُصِيبُها أوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُها، فَهِجْرَتُهُ إلى ما هاجَرَ إلَيْهِ


“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan seseorang mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Orang yang hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya maka ia mendapatkan ganjaran sebagai amalan hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya. Orang yang hijrah untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi wanita, maka hijrahnya sekedar yang untuk apa yang ia niatkan tersebut" (HR. Bukhari no. 6953).


Allah ta'ala hanya menerima amalan ikhlas ditujukan kepada Allah semata tidak berbuat syirik kepada Allah termasuk syirik dalam niat. Allah ta'ala berfirman:


إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ


“Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertaqwa" (QS. Al Maidah: 27).


Ath Thabari rahimahullah menjelaskan:


وقد قال جماعة من أهل التأويل: ” المتقون ” في هذا الموضع، الذين اتقوا الشرك.


“Sejumlah ulama tafsir dalam kalangan salaf di beberepa tempat telah mengatakan: "muttaqun" di sini maksudnya orang-orang yang menjauhkan diri dari kesyirikan”


WaLLAAHUa'lam

Shaf Anak Kecil


*Kajian ini cukup panjang, silahkan baca sampai tuntas agar tidak salah faham*


Bagaimana cara mengatur posisi shaf anak kecil waktu shalat jamaah?


Jawab:


Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,


Pertama, Ada 2 istilah terkait usia anak yang perlu kita kenal agar bisa memahami kasus lebih sempurna,


[1] Tamyiz


Usia di mana anak sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan dirinya. Dia bisa memahami shalat, dia tahu shalat itu tidak boleh kentut, tidak boleh lari-lari, atau tolah-toleh. Dia tahu, najis tidak boleh disentuh, aurat harus ditutupi, dst.


Indikator usia tamyiz lebih bersifat psikologis, dan bukan indikator fisik. Umumnya, anak menginjak usia tamyiz ketika berusia 7 tahun.


[2] Baligh


Usia di mana anak sudah mendapatkan beban syariat. Sehingga mereka berdosa ketika meninggalkan perintah agama atau melanggar larangan agama. Indikator usia ini adalah indikator fisik, untuk anak lelaki indikatornya mimpi basah – keluar mani -, sementara untuk wanita ditandai dengan datangnya haid.


Usia baligh sangat variatif, karena ada banyak faktor yang mempengaruhinya.


Kedua, Dilarang Memutus Shaf


Memutus shaf dalam shalat hukumnya terlarang. Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan ancaman, rahmat untuk dirinya akan diputus. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ


Siapa yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya dan siapa yang memutus shaf, Allah Ta'ala akan memutusnya. (HR. Nasai 827)


Al-Munawi mengatakan,


ومن قطع صفا؛ بأن كان فيه فخرج منه لغير حاجة أو جاء إلى صف وترك بينه وبين من بالصف فرجة بلا حاجة (قطعه الله) أي أبعده من ثوابه ومزيد رحمته ، إذ الجزاء من جنس العمل


“Siapa yang memutus shaf”, bentuknya adalah ada orang yang keluar dari shaf tanpa kebutuhan, atau dia masuk shaf sementara dia biarkan ada celah antara dia dengan orang yang ada di sebelahnya, tanpa ada kebutuhan. “Allah akan memutusnya” artinya, Allah akan menjauhkan dirinya dari pahala dan tambahan rahmatnya. Karena balasan sejenis dengan amal.


Berdasarkan keterangan al-Munawi, termasuk bentuk memutus shaf, ketika seseorang meletakkan benda seperti tas atau sejenisnya di antara shaf. Termasuk juga mereka yang tidak shalat berposisi di sela-sela shaf, seperti anak kecil yang belum paham shalat. Merekalah anak kecil yang belum tamyiz.


Ketiga, Shalatnya anak tamyiz statusnya sah


Anak kecil yang sudah tamyiz, shalatnya sah. Meskipun dia belum baligh. Karena batas awal keabsahan ibadah adalah usia tamyiz dan bukan baligh. Untuk itulah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang tua yang anaknya sudah sudah 7 tahun, agar mereka disuruh untuk shalat.


Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ


“Perintahkan anak kalian untuk shalat ketika mereka sudah berusia 7 tahun. Dan pukul mereka (paksa) untuk shalat, ketika mereka berusia 10 tahun." (HR. Abu Daud 495).


Anak usia 7 tahun sudah diperintahkan untuk shalat menunjukkan bahwa shalat mereka sah. Dan batasanya adalah mereka sudah tamyiz.


Dalil lain yang menunjukkan bahwa shalat yang dikerjakan anak tamyiz statusnya sah adalah hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan,


كُنَّا بِحَاضِرٍ يَمُرُّ بِنَا النَّاسُ إِذَا أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانُوا إِذَا رَجَعُوا مَرُّوا بِنَا، فَأَخْبَرُونَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: كَذَا وَكَذَا وَكُنْتُ غُلَامًا حَافِظًا فَحَفِظْتُ مِنْ ذَلِكَ قُرْآنًا كَثِيرًا فَانْطَلَقَ أَبِي وَافِدًا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِهِ فَعَلَّمَهُمُ الصَّلَاةَ، فَقَالَ: «يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ» وَكُنْتُ

أَقْرَأَهُمْلِمَا كُنْتُ أَحْفَظُ فَقَدَّمُونِي فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَعَلَيَّ بُرْدَةٌ لِي صَغِيرَةٌ صَفْرَاءُ…، فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانِ سِنِينَ


“Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat. Beliau bersabda, "Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan qurannya.”  Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning…, aku mengimami mereka ketika aku berusia 7 tahun atau 8 tahun." (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585).


Amr bin Salamah ketika jadi imam, usianya sekitar 7 tahun. Dan itu direstui oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sementara makmumnya orang dewasa. Menunjukkan bahwa shalat yang dikerjakan Amr bin Salamah statusnya sah.


Keempat, posisi shaf anak kecil yang sudah tamyiz


Karena anak kecil yang tamyiz shalatnya sah, maka dia boleh shalat jamaah di posisi shaf orang dewasa. Dan tidak terhitung memutus shaf.


Anas menceritakan pengalamannya ketika shalat sunah di rumahnya bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,


فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدِ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ، فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ، فَقَامَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَصَفَفْتُ أَنَا وَاليَتِيمُ وَرَاءَهُ، وَالعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا، فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ


Akupun menggelar tikar kami yang sudah menghitam karena sudah lama dipakai, kemudian aku perciki dengan air. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri menjadi imam dan saya membuat shaf bersama seorang anak yatim di belakang beliau. Dan ada nenek di belakang kami. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami kami shalat 2 rakaat, dan salam. (HR. Bukhari 373 & Muslim 1531).


Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu membuat shaf bersama anak yatim. Dan pengertian yatim adalah mereka yang ditinggal mati ayahnya sebelum masa baligh. Kemungkinan besar, anak yatim ini sudah tamyiz.


Kelima, anak yang belum tamyiz


Anak yang belum tamyim, belum bisa memahami shalat. Terkadang dia tolah toleh, dia ngentut diam saja, atau banyak gerak. Sehingga anak yang belum tamyiz, shalatnya batal. Untuk  itu, anak belum tamyiz tidak boleh diposisikan di sela-sela shaf. Karena jika diposisikan di sela-sela shaf, dia akan memutus shaf.


Di mana mereka harus diposisikan?

Yang lebih baik tetap didampingi orang tuanya dan tidak ditaruh di belakang. Karena biasanya anak akan bermain bersama komplotannya dan itu semakin mengganggu. Anak belum tamyiz bisa diposisikan di ujung shaf, didampingi orang tuanya. Dia tidak memutus shaf, karena berada di ujung, tetap terjaga dengan aman, dan bisa mengikuti shalat bersama orang tuanya.


As-Syaukani mengatakan,


أن الصبي يسد الجناح


“Anak kecil (yang belum tamyiz) menutup celah ujung shaf.”


Demikian, WaLLAAHUa'lam


Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah)

MEMBERI HUTANGAN SEPERTI BERSEDEKAH

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً


“Tidaklah seorang muslim memberikan pinjaman kepada seorang muslim suatu pinjaman sebanyak dua kali, maka ia seperti telah bersedekah sekali.” (HR. Ibnu Majah, no. 2430. Dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini sahih lighairihi).


Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّيْنُ , فَإِذَا حَلَّ الدَّيْنُ فَأَنْظَرَهُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ


“Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan,  dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad, 5:360. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih sesuai syarat Muslim, perawinya terpercaya termasuk perawi syaikhain kecuali Sulaiman bin Buraidah, ia merupakan perawi Muslim. Syaikh Al-Albani juga menyatakan sanad hadits ini sahih sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 86, 1:170).


Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


تَلَقَّتِ الْمَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا قَالَ كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِى أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ الْمُوسِرِ قَالَ قَالَ فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ


“Beberapa malaikat menjumpai ruh orang sebelum kalian untuk mencabut nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, ‘Apakah kamu memiliki sedikit dari amal kebajikan?’ Kemudian dia mengatakan, ‘Dulu aku pernah memerintahkan pada budakku untuk memberikan tenggang waktu dan membebaskan utang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk melunasinya.’ Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari, no. 2077)


Walau demikian bagi kita yang meminjamkan uang harus mensegerakan pembayaran hutang, karena pelunasan hutang ada termasuk yang harus disegerakan.


WaLLAAHUa'lamالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه


HADITS HARI INI

01 Syawal 1444H


MEMBERI HUTANGAN SEPERTI BERSEDEQAH


Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً


“Tidaklah seorang muslim memberikan pinjaman kepada seorang muslim suatu pinjaman sebanyak dua kali, maka ia seperti telah bersedekah sekali.” (HR. Ibnu Majah, no. 2430. Dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini sahih lighairihi).


Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّيْنُ , فَإِذَا حَلَّ الدَّيْنُ فَأَنْظَرَهُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ


“Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan,  dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad, 5:360. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih sesuai syarat Muslim, perawinya terpercaya termasuk perawi syaikhain kecuali Sulaiman bin Buraidah, ia merupakan perawi Muslim. Syaikh Al-Albani juga menyatakan sanad hadits ini sahih sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 86, 1:170).


Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


تَلَقَّتِ الْمَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا قَالَ كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِى أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ الْمُوسِرِ قَالَ قَالَ فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ


“Beberapa malaikat menjumpai ruh orang sebelum kalian untuk mencabut nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, ‘Apakah kamu memiliki sedikit dari amal kebajikan?’ Kemudian dia mengatakan, ‘Dulu aku pernah memerintahkan pada budakku untuk memberikan tenggang waktu dan membebaskan utang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk melunasinya.’ Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari, no. 2077)


Walau demikian bagi kita yang meminjamkan uang harus mensegerakan pembayaran hutang, karena pelunasan hutang ada termasuk yang harus disegerakan.


WaLLAAHUa'lam

BERBEDA, BUKAN UNTUK SALING MENCELA

Berselisih pendapat dalam masalah ijtihadiyah adalah suatu hal yang wajar. Karena barangkali ada pemahaman dalil yang berbeda atau beda dalam hal ijtihad. Namun seyogyanya perbedaan tersebut tidak mengantarkan pada sikap saling bermusuhan dan saling menghujat. Setiap muslim tetaplah bersikap bijak, mengedepankan akhlak mulia dan berkata yang santun.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkata,


وَأَمَّا الِاخْتِلَافُ فِي ” الْأَحْكَامِ ” فَأَكْثَرُ مِنْ أَنْ يَنْضَبِطَ وَلَوْ كَانَ كُلَّمَا اخْتَلَفَ مُسْلِمَانِ فِي شَيْءٍ تَهَاجَرَا لَمْ يَبْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ عِصْمَةٌ وَلَا أُخُوَّةٌ وَلَقَدْ كَانَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا سَيِّدَا الْمُسْلِمِينَ يَتَنَازَعَانِ فِي أَشْيَاءَ لَا يَقْصِدَانِ إلَّا الْخَيْرَ


“Adapun perselisihan dalam masalah hukum maka jumlahnya tak berbilang. Seandainya setiap dua orang muslim yang berselisih pendapat dalam suatu masalah harus saling bermusuhan, maka tidak akan ada persaudaraan pada setiap muslim. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu saja -dua orang yang paling mulia setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berdua berbeda pendapat dalam beberapa masalah, tetapi yang diharap hanyalah kebaikan.”


Kembali Ibnu Taimiyah melanjutkan,


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada para sahabatnya,


لَا يُصَلِّيَن أَحَدٌ الْعَصْرَ إلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ


“Janganlah seorang pun shalat melainkan jika sudah sampai di Bani Quraizhah.”


Di antara mereka ada yang sudah mendapati waktu Ashar di jalan, namun mereka berkata, "Janganlah shalat kecuali sudah mencapai Bani Quraizhah" Hingga akhirnya mereka pun luput (telat) melakukan shalat 'Ashar. Sedangkan lainnya berkata, "Kita tidak boleh mengakhirkan shalat 'Ashar." Akhirnya mereka pun melaksanakan shalat 'Ashar di jalan (pada waktunya). Namun tidak ada seorang pun di antara dua kelompok yang berbeda tersebut saling mencela. Hadits ini disebutkan dalam shahihain dari hadits Ibnu 'Umar.


Hal di atas berkaitan dengan masalah hukum (fikih). Oleh karenanya, jika ada masalah selama bukan suatu yang krusial dalam hal ushul (pokok agama), maka diserupakan seperti itu pula. 


Sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafi'i kepada Yunus Ash Shadafiy -nama kunyahnya Abu Musa-. Imam Syafi'i berkata padanya,


يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ


“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?”


Setelah membawakan perkataan Imam Asy Syafi'i di atas, Imam Adz Dzahabi berkata, "Hal ini menunjukkan kecerdasan dan kepahaman Imam Syafi'i walau mereka -para ulama- terus ada beda pendapat.”


Semoga sajian kali ini bermanfaat dan semakin menyatukan hati kita yang berselisih dalam hal ijtihadiyah. Moga bisa saling menghargai dan tetap menjaga persaudaraan.


WaLLAAHUa'lam

MENCARI HILAL DI LORONG WAKTU : MENYONGSONG 1 SYAWAL HARI IDUL-FITRI

Dr. Hamdani Khalifah (G'78)


*Sudah dapat dipastikan bahwa penetapan 1 Syawal 1444 H tidak seragam.* Dunia Islam (bukan hanya di Indonesia), mendapat dua waktu pilihan untuk masuk gerbang tol Syawal.


Pertama : *1 Syawal 1444 jatuh pada hari Jumat, 21 April 2023*


Kedua : *1 Syawal jatuh pada hari Sabtu 22 April 2023*


Begini uraiannya, jangan risau, gundah dan panas kepala.


Pada hari Kamis legi, 29 Ramadan 1444/20 April 2023, ijtimak jelang Syawal '44 *terjadi pada pukul 11:15':06" wib. Tinggi bulan 🌙 pada saat matahari ☀️ terbenam di Yogya = +01° 47' 58" (hilal sudah wujud - wujudul-hilal)* dan seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari☀️ terbenam itu bulan🌙 berada di atas ufuk.

*Jadi tanggal 1 Syawal 1444 jatuh pada hari Jumat pahing 21 April 2023* : hari Idul-Fitri.


*Sementara itu, kriteria terbaru Menteri² Agama Brunei, Malaysia, Indonesia dan Singapur (MABIMS) 2020/2021* _mengubah posisi ketinggian hilal (sebelumnya 2° diatas ufuk). Parameter elongasi bulan 🌙 harus berada pada minimal 6,4 derajat dan fisis gangguan cahaya senja yang dinyatakan dengan parameter ketinggian bulan minimal 3° di atas ufuk._


Dari hasil hisab +01° 47' 58" (wujudul-hilal), maka ukuran dan posisi hilal tidak memenuhi kriteria +3° atau tidak dalam posisi imkan rukyah, hilal tak terlihat penuh.

Oleh sebab itu: *1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Sabtu 22 April 2023, istikmal bulan Ramadan 30 hari*


*_Bulan seakan berargumen: don't cry for me, jangan engkau tangisi aku_*

Itu tak soal bagi hilal si anak bulan 🌙, angka 21 atau 22 adalah sama baginya, *aku akan tetap hadir untukmu*. 


Hilal itu adalah unik bagi mata manusia yang juga tak kalah uniknya. *Hilal bukan bersembunyi, dia juga makhluk hidup yang selalu bertasbih. Tapi ia  hanyalah satu diantara sekian banyak benda langit ciptaan Allah, ia hanya ambil posisi di *lorong waktu* yang sempit sehingga memerlukan *alat transportasi khas* untuk menjemputnya.


Jangan ada yang berteriak : *Tanggal 21 lebih baik dari yang 22. Atau sebaliknya, Tanggal 22 lebih afdal dari yang 21.* 

Keduanya sudah teruji secara astronomis dan diakui oleh alQuran, Sunnah dan sains modern.


Ketika sahabat saya curhat : ustaz, yang 21 itu minoritas dan tak berimam/makmum kepada pemerintah, memang cukup pedas.

Namun saya beri penawar pencerahan : yang minoritas itu adalah yang 22, karena hanya 4 negara di Asia Tenggara, itu pun penduduknya banyak yang memilih 21. 

*Yang mayoritas adalah yang 21, karena lebih 60 negara sudah menetapkan angka 21.*


Jika anda masih hidup 8 tahun kedepan, maka Ramadan dan Idul-Fitri berdasar HISAB adalah sebagai berikut (ingat : hasil hisab tak pernah meleset) :


*Tahun :*

*2024:* 

Ramadan 11 Maret, Idul-Fitri 10 April.


*2025*: 

Ramadan 1 Maret, Idul-Fitri 31 Maret.


*2026*: 

Ramadan 18 Februari, Idul-Fitri 20 Maret.


*2027*: 

Ramadan 8 Februari, Idul-Fitri 10 Maret.

*2028*: 

Ramadan 28 Januari, Idul-Fitri 27 Februari.


*2029*: 

Ramadan 16 Januari, Idul-Fitri 15 Februari.


*2030*: 

Ramadan 6 Januari, Idul-Fitri 5 Februari.


*2030*: 

RAMADAN 26 DESEMBER, IDUL-FITRI 25 JANUARI 2031*


*Manatau, Ramadan kali ini adalah Ramadan terakhir bagi / salah satu di antara kita, maka peristiwa demi peristiwa 8 tahun kedepan, bukan lagi milik kita.*


*Begitupun, setidaknya kita berdoa diberi kesempatan lagi oleh Allah.*

والله أعلم


*Lhokseumawe, Risalah Misbahul Ulum/RisMu.*



Pena : KH DR Hamdani Khalifah (G'78)


Salam Ramadan Mubarak

Ukuran Zakat Fitrah per-Orang

Assalamu 'alaikum. Saya ingin menanyakan berapa kilogram beras untuk kadar zakat fitrah per orangnya? Kalau dalam hitungan liter, berapa? Wassalamu 'alaikum.


Jawaban:


Wa'alaikumussalam.


Dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu; beliau mengatakan,


فَرَضَ رَسُولُ اللهِ – صَلّى اللهُ عَلَيه وَسَلّم صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَلَى الذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ ، صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ


“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, untuk lelaki dan wanita, orang merdeka maupun budak, berupa satu sha' kurma atau satu sha' gandum.' (HR. Bukhari 1511 dan Muslim 2327)


Dalam hadis lain, dari Abu Said Al Khudzri radliallahu 'anhu,


كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ


"Dulu kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha' bahan makanan, atau satu sha' gandum, atau satu sha' kurma, atau satu sha' keju atau satu sha' anggur." (HR. Bukhari 1506 & Muslim 2330)


Dalam hadis ini, disebutkan secara tegas bahwa kadar zakat fitri adalah satu sha' bahan makanan.


Apa itu sha'?


Sha' adalah ukuran takaran bukan timbangan. Ukuran takaran "sha'" yang berlaku di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sha' masyarakat Madinah. Yaitu setara dengan 4 mud.


Satu mud adalah ukuran satu cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan. Dengan demikian, satu sha' adalah empat kali cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan.


Mengingat sha' adalah ukuran takaran, umumnya ukuran ini sulit untuk disetarakan (dikonversi) ke dalam ukuran berat karena nilai berat satu sha' itu berbeda-beda tergantung berat jenis benda yang ditakar. Satu sha’ tepung memiliki berat yang tidak sama dengan berat satu sha' beras. Oleh karena itu, yang ideal, ukuran zakat fitri itu berdasarkan takaran bukan berdasarkan timbangan.


Hanya saja, alhamdulillah, melalui kajian para ulama, Allah memudahkan kita untuk menemukan titik terang masalah ukuran ini. Para ulama (Lajnah Daimah, no. fatwa: 12572) telah melakukan penelitian bahwa satu sha' untuk beras dan gandum beratnya kurang lebih 3 kg.


Ringkasan kadar zakat:

1 sha' = 4 mud

1 mud = cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan

1 sha' = 4 kali cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan

1 sha' beras kurang lebih setara dengan 3 kg beras.

1 sha' gandum kurang lebih setara dengan 3 kg gandum.

InsyaaAllah, untuk zakat fitrah 3 kg sangat aman. Dan kami sarankan agar dikeluarkan 3 kg. Lebih baik dilebihkan dari pada kurang. Karena jika lebih, kelebihannya menjadi sedekah.


WaLLAAHUa'lam                   


Dijawab oleh Ustadz. Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Mengqadho Sholat Sunnah Fajr


Lantas bagaimana jika kita telat datang Shubuh. Sampai di masjid imam sedang menunaikan shalat Shubuh. Apakah boleh shalat sunnah qobliyah Shubuh atau shalat sunnah fajar tadi diqodho'? Kapan diqodho'nya?


Jawaban dari permasalahan di atas, jika shalat Shubuh sedang didirikan, maka kita tentu tidak bisa disibukkan dengan sesuatu apa pun, walaupun dengan shalat sunnah fajar sekalipun. Jadi, siapa saja yang mendapati imam sedang shalat Shubuh, maka ia mengikuti imam melaksanakan shalat wajib tersebut. Lalu bagaimana dengan shalat sunnah fajar? Kapan ditunaikan? Apakah ditunaikan setelah shalat Shubuh langsung atau tunggu sampai waktu Dhuha (sampai matahari setinggi tombak)?


Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Salah satu pendapat menyatakan boleh mengqodho' shalat sunnah fajar tadi langsung setelah shalat Shubuh. Ada riwayat yang shahih disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Al Kubro,


عَنْ قَيْسٍ جَدِّ سَعْدٍ قَالَ : رَآنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا أُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ بَعْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ فَقَالَ :« مَا هَاتَانِ الرَّكْعَتَانِ يَا قَيْسُ؟ ». فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى لَمْ أَكُنْ صَلَّيْتُ رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ ، فَهُمَا هَاتَانِ الرَّكْعَتَانِ ، فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-


Dari Qois (kakeknya Sa'ad), ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihatku sedang shalat sunnah fajar setelah shalat Shubuh. Beliau berkata, "Dua raka'at apa yang kamu lakukan, wahai Qois?" Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku belum melaksanakan shalat sunnah Fajar. Inilah dua raka'at shalat sunnah tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas mendiamkannya." Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim. Sedangkan ulama lain mengatakan bahwa hadits ini memiliki 'illah yaitu munqothi' seperti kata Tirmidzi.


Dalam Al Mughni, Ibnu Qudamah berkata, "Diamnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan akan bolehnya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengqodho' shalat sunnah Zhuhur setelah 'Ashar. Ini pun sama maksudnya.”


Ulama Hanafiyah mengatakan tidak bolehnya menunaikan setelah shalat Shubuh secara langsung. Karena ada riwayat dari Tirmidzi, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang belum menunaikan shalat sunnah Fajar, hendaklah ia menunaikannya setelah terbit matahari." Karena Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma pernah menunaikan qodho’ shalat sunnah fajar di waktu Dhuha.


Ibnu Qudamah menyatakan kembali bahwa larangan ini masih bisa dipahami dengan makna lain. Jika memang seperti itu, menunaikannya di waktu Dhuha lebih baik dan terlepas dari perselisihan ulama dan tidak menyelisihi keumuman hadits tadi. Akan tetapi jika dikerjakan langsung setelah shalat Shubuh, itu boleh. Karena hadits terakhir tadi tidak membatasi kebolehan tadi. Demikian kata beliau.


Sedangkan Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz, mufti Saudi Arabia di masa silam memilih lebih afdhol ditunaikan setelah matahari meninggi. Beliau menjelaskan,

“: إذا لم يتيسر للمسلم أداء سنة الفجر قبل الصلاة ، فإنه يخير بين أدائها بعد الصلاة أو تأجيلها إلى ما بعد ارتفاع الشمس ، لأن السنة قد ثبتت عن النبي صلى الله عليه وسلم بالأمرين جميعا ، لكن تأجيلها أفضل إلى ما بعد ارتفاع الشمس لأمر النبي صلى الله عليه وسلم بذلك ، أما فعلها بعد الصلاة فقد ثبت من تقريره عليه الصلاة والسلام ما يدل على ذلك” مجموع الفتاوى 11/373


“Jika seorang muslim tidak mampu menunaikan shalat sunnah fajar sebelum penunaian shalat Shubuh, maka ia boleh memilih menunaikannya setelah shalat Shubuh atau menundanya sampai matahari meninggi. Karena ada dalil (hadits) yang menunjukkan bolehnya kedua-keduanya.  Akan tetapi jika menundanya sampai matahari meninggi itu lebih baik karen ada perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai hal ini. Adapun qodho' shalat sunnah fajar tadi setelah shalat Shubuh maka telah shahih pula dari ketetapan (taqrir) beliau shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan bolehnya. 


WaLLAAHUa'lam

Dahsyatnya Sholat Sunnah Fajr


وَعَنْهَا عَنِ النبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ: “رَكْعَتاَ الفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنيَا وَمَا فِيْهَا “رَوَاهُ مُسْلِمٌ.


وَفِي رِوَايَةٍ: “لَهُمَا أَحَبُّ إِليََّ مِنَ الدُّنْيا جَمِيْعاً”.


Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia menyatakan, "Dua rakaat shalat Sunnah Fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya." (HR. Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan, "Dua rakaat shalat Sunnah Fajar lebih aku sukai daripada dunia semuanya." [HR. Muslim, no. 725]


Faedah Hadits

1. Hadits ini menunjukkan keutamaan shalat sunnah Fajar dua raka'at.

2. Apa saja yang Allah sediakan bagi hamba di surga (negeri yang kekal abadi) lebih baik dari dunia dan seisinya.

3. Shalat itu jadi penyejuk mata bagi seorang mukmin karena dalam shalat itu ada ketenangan dan thuma'ninah.

 

وَعَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ بِلاَلِ بْنِ رَبَاحٍ رَضِيَ اللَّهُ عنْهُ، مُؤَذِّنِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لِيُؤذِنَهُ بِصَلاةِ الغَدَاةِ، فَشَغَلتْ عَائشَةُ بِلاَلاً بِأَمْرٍ سَأَلَتْهُ عَنْهُ حَتىَّ أَصْبَحَ جِدًّا، فَقَامَ بِلاَلٌ فَآذَنَهُ بِالصَّلاةِ، وتَابَعَ أَذَانَهُ، فَلَمْ يَخْرُجْ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، فَلَمَّا خَرَجَ صَلَّى بِالنَّاسِ، فَأَخبَرهُ أَنَّ عَائِشَةَ شَغَلَتْهُ بِأَمْرٍ سَأَلَتْهُ عَنْهُ حَتَّى أَصْبَحَ جِدّاً، وأَنَّهُ أَبطَأَ عَلَيهِ بالخُرُوْجِ، فَقَال يَعْني النَّبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: “إِنِّي كُنْتُ رَكَعْتُ رَكْعْتَي الفَجْرِ”فقالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّك أَصْبَحْتَ جِدًّا؟ فقالَ:”لَوْ أَصْبَحْتُ أَكْثَرَ مِمَّا أَصبَحْتُ، لرَكعْتُهُمَا، وأَحْسنْتُهُمَا وَأَجمَلْتُهُمَا” رَوَاهُ أَبو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ


Dari Abu 'Abdillah Bilal bin Rabah, muazin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa ia mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberitahukannya waktu shalat Shubuh. Namun, Aisyah membuat sibuk Bilal dengan satu hal yang ia minta sehingga waktu sudah pagi sekali. Lantas Bilal berdiri kemudian memberitahukan waktu shalat dan diikuti oleh azannya. Namun, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam belum keluar. Maka ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar, beliau shalat mengimami orang-orang.


Setelah itu, Bilal memberitahukan beliau bahwa 'Aisyah telah menyibukkan dirinya dengan satu permintaannya sehingga waktu sudah pagi sekali dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lambat untuk keluar. Maka beliau berkata, "Aku melaksanakan shalat dua rakaat qabliyah Shubuh dahulu." Bilal lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah memasuki waktu pagi sekali?" Beliau berkata, "Seandainya aku lebih terlambat dari tadi pagi, aku pasti melaksanakan shalat dua raka'at tersebut, serta menyempurnakan dan membaguskannya.” (HR. Abu Daud, dengan sanad hasan) [HR. Abu Daud, no. 1257)


WaLLAAHUa'lam

Sholat Sunnah Fajr


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، كَانَ يُصَلِّي رَكْعتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالإِقَامةِ مِنْ صَلاة الصُّبْحِ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

وَفِي رِوَايَةٍ لَهُمَا: يُصَلِّي رَكْعَتَي الفَجْرِ، إِذَا سمِعَ الأَذَانَ فَيُخَفِّفُهمَا حَتَّى أَقُولَ: هَل قرَأَ فِيهما بِأُمِّ القُرْآنِ؟،

وفي روايةٍ لمُسْلِمٍ: كَانَ يُصَلِّي ركعَتَي الفَجْرِ إِذَا سمِعَ الأَذَانَ ويُخَفِّفُهما.

وفي روايةٍ: إِذا طَلَع الفَجْرُ.


Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat dua rakaat yang ringan di antara azan dan iqamah shalat Shubuh. (Muttafaqun 'alaih. HR. Bukhari, no. 618 dan Muslim, no. 724)


Di dalam riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan, "Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dua rakaat, maka beliau meringankannya sehingga aku berkata, 'Apakah beliau pada dua rakaat tersebut membaca Al-Fatihah?'"


Dalam riwayat Muslim, "Beliau shalat dua rakaat fajar apabila beliau mendengar azan dan meringankannya.”


Dalam riwayat lain disebutkan, "Apabila Fajar telah muncul.”


وعَنْ حفصَةَ رضِي اللَّه عنْهَا أَنَّ رسولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم كانَ إِذا أَذَّنَ المُؤَذِّنُ للصُّبحِ، وَبَدَا الصُّبحُ، صلَّى ركعتيْن خَفيفتينِ. متفقٌ عَلَيهِ


وفي روايةٍ لمسلمٍ: كانَ رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم إذَا طَلَعَ الفَجْر لا يُصلي إِلاَّ رَكْعَتيْنِ خَفيفَتيْنِ.


Dari Hafshah radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Apabila muazin telah mengumandangkan azan Shubuh dan telah tampak Shubuh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat dua rakaat yang ringan." (Muttafaqun 'alaih. HR. Bukhari, no. 618 dan Muslim, no. 723)


Dalam salah satu riwayat Muslim disebutkan, "Apabila telah terbit Fajar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hanya melakukan shalat dua rakaat yang ringan.”


Faedah Hadits

1. Disunnahkan meringankan shalat sunnah Fajar.

2. Dua rakaat shalat sunnah Fajar dikerjakan setelah shalat Fajar (waktu Shubuh) masuk.

3. Shalat sunnah Fajar (qabliyah Shubuh) dilaksanakan sebelum shalat wajib Shubuh.

4. Shalat wajib memiliki shalat rawatib yang dianjurkan untuk dijaga.

5. Rutin menjaga shalat sunnah itu tanda kita juga perhatian pada yang wajib.

 

Shalat Sunnah Fajar dengan Dua Rakaat Ringan

 

Dari Nafi', dari Ibnu 'Umar yang berkata bahwa Ummul Mukminin Hafshah pernah mengabarkan,


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنَ الأَذَانِ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلاَةُ


“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu diam antara adzannya muadzin hingga shalat Shubuh. Sebelum shalat Shubuh dimulai, beliau dahului dengan dua rakaat ringan." (HR. Bukhari, no. 618 dan Muslim, no. 723)


Imam Nawawi menerangkan bahwa hadits di atas hanya kalimat hiperbolis yaitu cuma menunjukkan ringannya shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dibanding dengan kebiasaan beliau yang biasa memanjangkan shalat malam dan shalat sunnah lainnya.


Dan sekali lagi namanya ringan juga bukan berarti tidak membaca surah sama sekali. Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Sebagian ulama salaf mengatakan tidak mengapa jika shalat sunnah fajar tersebut dipanjangkan dan menunjukkan tidak haramnya, serta jika diperlama tidak menyelisihi anjuran memperingan shalat sunnah fajar. Namun sebagian orang mengatakan bahwa itu berarti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membaca surah apa pun ketika itu, sebagaimana diceritakan dari Ath-Thahawi dan Al-Qadhi 'Iyadh. Ini jelas keliru. Karena dalam hadits shahih telah disebutkan bahwa ketika shalat sunnah qabliyah shubuh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas setelah membaca Al-Fatihah. Begitu pula hadits shahih menyebutkan bahwa tidak ada shalat bagi yang tidak membaca surah atau tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Al Qur'an, yaitu yang dimaksud adalah tidak sahnya." (Syarh Shahih Muslim, 6: 3).


WaLLAAHUa'lam

Orang Sholat Subuh Dalam Jaminan ALLAH Ta'ala

Dari Jundab bin 'Abdillah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِى ذِمَّةِ اللَّهِ فَلاَ يَطْلُبَنَّكُمُ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَىْءٍ فَيُدْرِكَهُ فَيَكُبَّهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ


“Barangsiapa yang shalat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu, janganlah menyakiti orang yang shalat Shubuh tanpa jalan yang benar.  Jika tidak, Allah akan menyiksanya dengan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam." (HR. Muslim, no. 657)

Begitu pentingnya sholat Subuh dan Isya berjamaah di Masjid

Dari 'Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ صَلَّى العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ ، فَكَأنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ في جَمَاعَةٍ ، فَكَأنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ


'Barangsiapa yang melaksanakan shalat Isya berjamaah, maka seolah ia telah melaksanakan shalat separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka seolah ia telah melaksanakan shalat semalaman penuh'" (HR. Muslim, no. 656)


Dalam riwayat Tirmidzi, dari 'Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ شَهِدَ العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ قِيَامُ نِصْفَ لَيلَةٍ ، وَمَنْ صَلَّى العِشَاءَ وَالفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ ، كَانَ لَهُ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ


“Siapa yang menghadiri shalat Isya berjamaah, maka baginya shalat separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat Isya dan Shubuh berjamaah, maka baginya seperti shalat semalaman." (HR. Tirmidzi, no. 221. Ia mengatakan hadits ini hasan shahih).


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي العَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوَاً


“Seandainya mereka mengetahui pahala shalat Isya dan Shubuh, pasti mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak." (HR. Bukhari, no. 615 dan Muslim, no. 437)


WaLLAAHUa'lam

Thursday, April 13, 2023

THR UNTUK KITA

Menjelang Hari Raya I'edul Fitri, saya ingin bagikan THR untuk kita semua. Ini merupakan sifat yang sangat baik sebagai pembuktian ibadah dari sekian banyak poin keberhasilan ibadah Ramadhan. Jadi bukan THR dalam bentuk uang.


1. Taubat

Taubat itu kembali kepada Allah swt. Meskipun Dia dekat, tapi dosa membuat kita merasa jauh dengan-Nya. Puasa Ramadhan memberi jaminan ampunan dosa bila dilakukan karena iman dan mengharap Ridha Allah swt. Taubat membuat Allah mencintai kita dan kitapun kembali menjadi manusia tanpa dosa.


2. Husnuzzan

Ini adalah sikap berbaik sangka kepada Allah swt sehingga apapun yang datang dari-Nya kita yakin ada kebaikannya, meskipun kita tidak suka dan tidak menyenangkan secara duniawi. Baik sangka juga kepada diri  sendiri bahwa kita bisa lebih baik. Dan baik sangka kepada orang lain mulai dari baik sangka kepada isteri/suami, anak, orang tua dan kepada siapa saja.


3. Ridha

Ridha atau rela atas apa yang sudah kita peroleh, meskipun belum sebanyak yang kita inginkan. Ridha juga atas ketetapan dan takdir Allah swt. Terima Saja ditakdirkan jadi laki-laki, jangan lagi ingin jadi wanita. Terima saja diatur dengan segala ketentuan, jangan menolak aturan-Nya.


THR membuat hidup kita menjadi nikmat dan menyenangkan. Demikian pesan pesan dari saya Abdul Gaffar

Selamat menikmati ibadah shaum Romadhan sampai menjelang I'edul Fitri, semoga Allah menerima segala amal ibadah kita sebagai ibadah yg lebih baik sampai akhir hayat.

Keutamaan Sholat Subuh dan Isya Berjamaah di Masjid

Dua shalat yang memiliki keutamaan yang besar adalah shalat Shubuh dan Shalat Isya. Dua shalat inilah yang terasa berat bagi orang-orang munafik.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berlibur,


وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا في العَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوَاً


“Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang ada pada shala Isya' dan shalat Shubuh, tentu mereka akan mendatanginya sambil bersembunyi.” (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437)


Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berlibur,


لَيْسَ صَلاES أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِيننamah


“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat 'Isya'. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil bersembunyi.” (HR. Bukhari no. 657).


Ibnu Hajar mengatakan bahwa semua shalat itu berat bagi orang munafik sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,


وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى


“Dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas" (QS. At Taubah: 54). Akan tetapi, shalat 'Isya dan shalat Shubuh lebih berat bagi orang munafik karena rasa malas yang menyebabkan enggan melakukannya. Karena shalat 'Isya adalah waktu di mana orang-orang bersitirahat, sedangkan waktu Shubuh adalah waktu nikmatnya tidur.


Semoga kita semua diringankan ALLAH Ta'ala untuk sholat Subuh dan Isya berjamaah di Masjid... Aamiin yaa RABB

Berjalan ke Masjid

Ini satu hadits yang membicarakan keutamaan berjalan ke masjid di kegelapan, terutama saat shalat Shubuh dan Isya.


عن بُريدَة – رضي الله عنه – ، عن النبيِّ – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( بَشِّرُوا المَشَّائِينَ في الظُّلَمِ إلى المَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ القِيَامَةِ)) رواه أبُو دَاوُدَ وَالتِّرمِذِيُّ .


Dari Buraidah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,


“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di dalam kegelapan menuju masjid-masjid, bahwa ia akan mendapatkan cahaya sempurna pada hari kiamat." (HR. Abu Daud, no. 561; Tirmidzi, no. 223)


Kesimpulan Mutiara Hadits

1. Orang beriman mendapatkan kabar gembira tentang keadaannya yang bercahaya pada hari kiamat.

2. Setiap hamba berada dalam kegelapan kecuali orang yang beriman.

3. Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang berjalan di kegelapan dan ini ditemukan dalam shalat Isya' dan shalat Shubuh yang dilakukan berjamaah di masjid. Mereka yang menjaga shalat tersebut, itulah yang akan mendapatkan cahaya pada hari kiamat.

4. Ada beberapa hikmah shalat berjamaah Isya dan Shubuh di masjid: (a) akan mudah turun berkah dan rahmat, (b) dengan berjamaah bisa menambah ilmu dan mengerti cara beramal shalat yang benar dengan memperhatikan lainnya, (c) keikhlasan dan kekhusyu'an sebagian jamaah akan berpengaruh pada jamaah lainnya, sehingga membuat ibadah seluruh jamaah jadi diterima.


WaLLAAHUa'lam

Wednesday, April 12, 2023

Teladan Nabi pada Cucu Beliau

Al-Hasan menaiki pundak Nabi yang dalam kondisi sujud. Nabi pun memanjangkan sujudnya. Hal ini menjadikan para sahabat heran mereka berkata,


هَذِهِ سَجْدَةٌ قَدْ أَطَلْتَهَا، فَظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ، أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ


"Wahai Rasulullah, engkau telah memperpanjang sujudmu, kami mengira telah terjadi sesuatu atau telah diturunkan wahyu kepadamu.”


Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada mereka,


ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ، وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي، فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ


“Bukan. Akan tetapi cucuku ini menjadikan aku seperti tunggangannya, maka aku tidak suka menyegerakan dia hingga ia menunaikan kemauannya." (HR. Ahmad, no. 16033)

Ada Apa di 10 Hari Terakhir Ramadhan?

Alahmdulillah kita telah diberi Allah kesempatan hidup dan menghidupkan 20 hari dan 20 malam Ramadhan tahun ini (1444 H) dengan berbagai ibadah. Semoga Allah terima dan beri balasan berlipat ganda sesuai janji-Nya dan janji Rasulullah.


Nanti malam, in syaa Allah kita memasuki malam yg ke 21. Mulai malam ini sampai malam terakhir Ramadhan nanti (29/30) adalah waktu dan momen terbaik dan termahal hidup kita. 


Kenapa? Karena kalau kita berhasil memanfaatkannya dengan baik dan maksimal, kita akan meraih :


1. Ampunan dari Allah.


2. Mendapat syafaat Shiyam (Puasa) dan Al-Qur'an di hari kiamat.


3. Masuk syurga melalui pintunya bernama "Arroyyan".


4. Otomatis terbebas dari neraka.


5. Bertemu dengan Allah di akhirat dlm kondisi yg sangat bahagia.


6. Menjadi hamba yg taat, dekat dan dicintai Allah (Bertaqwa).


7. Meraih nilai ibadah lebih dari 1000 bln/83.3 thn.


8. Meraih pahala puasa 1 thn.


Sungguh pencapaian yg luar biasa dan tidak akan kita dapatkan di hari dan bulan lain selain bulan penuh berkah ini, khususnya 10 hari terakhir Ramadhan, plus 6 Syawal. 


Satu hal yg patut kita camkan dalam diri ialah, jika kita gagal meraih 8 poin di atas, tidak ada jaminan kita meraihnya setelah Ramadhan tahun ini karena bisa saja kita sakit parah atau bahkan wafat sebelum Ramadhan tahun depan.


Rasulullah bersabda :

Celaka orang yg memasuki Ramdhan, kemudian Ramadhan berlalu, sedangkan dosanya belum diampunkan. (H.R. At-Tirmidzi)


Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

Di dalam bulan Ramadhan itu ada satu malam nilainya lebih baik dari 1,000 bulan. Siapa yang terhalang dari kebaikannya, maka dialah orang yang sungguh terhalang dari kebaikan (yang tak terhingga). (H. R. Al-Albani)


Sebab itu, mari kita sambut 10 hari terakhir Ramadhan tahun ini dengan full persiapan; iman, fisik, mental dan ilmu.


Bagaimana cara meraih 8 poin di atas?


1. Menjalankan ibadah shiyam/puasa, taraweh, shalat tahajjud dan ibadah lainnya serta semua aktivitas hidup kita didasari iman kpd Allah, sesuai yg diajarkan Rasulullah dan dengan niat hanya karena mencari ridha Allah.


2. Menjalankan I'tikaf 10 hari terakhir di Masjid yg kita inginkan dengan menghidupkan malam2nya dgn berbagai ibadah agar terjamin mendapatkan *Lailatul Qadar* yg nilainya lebih baik dari 1,000 bulan/83.3 thn.


Dalam beberapa hadits, Rasullullah menjelaskan *Lailatul Qadar* itu hanya ada satu malam dan di salah satu malam 10 terakhir Ramadhan.


3. Kalau kondisi fisik kurang fit sehingga tidak bisa maksimal di siang dan malamnya, maka fokuskan ibadah-ibadah lain (selain Shiyam) di malam harinya, karena *Lailatul Qadar* itu terjadi di malamnya.


Jika fisik dalam kondisi fit, maka memperbanyak amal di siang hari juga sangat dianjurkan.


4. Fokuskan beberapa amal ibadah berikut di malam hari (setelah magrib sampai Fajar/menjelang masuk waktu shalat Subuh):


1. Shalat Tahajjud berjamaah (di samping shalat Taraweh).

Rasulullah bersabda :

Siapa yg shalat malam/tahajjud *Malam/Lailatul Qadar*, didasari *imanan  dan ihtisaban*, maka diampuni dosanya yg lalu. (H.R. Bukhari & Muslim)


Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda :

Siapa yang shalat (malam) sampai selesai bersama Imam, maka nilainya sama dengan shalat satu malam penuh. (H. R. Abu Daud,  At-Tirmidzi dan An-Nasa'i)


2. Membaca Al-Qur'an minimal 1 Juz setiap malam. Karena akan mendapatkan kebaikan luar biasa banyaknya dari Allah sebagai berikut :


9 Malam Biasa

1 juz     = 20 hal

1 Hal    = 15 baris

1 Baris = 15 huruf

1 Huruf=10 kebaikan

(1 X 20 X 15 X 15 X 10 X 9= 405.000 kebaikan)


Malam Qadar

1 juz     = 20 hal

1 Hal    = 15 baris

1 Baris = 15 huruf

1 Huruf=10 kebaikan

1 Malam Qadar lbh baik dari 1,000 bln (30.000 malam)

(1 X 20 X 15 X 15 X 10 X 30.000 mlm = 1,350,000,000 kebaikan)


3. Membaca surah Al-Ikhlas minimal 3 kali setiap malam. Karena surah Al-Ikhlas nilanya sama dgn 1/3 Al-Qur'an, dengan kebaikan sebagai berikut :


9 Malam Biasa

Al-Qur'an = 604 hal

1 Halaman = 15 baris

1 Baris  = 15 Huruf

1 Huruf =10 kebaikan

(604 X 15 X 15 X 9 X 10 = 12,231,000 kebaikan)


Malam Qadar

(604 X 15 X 15 X 10 X  30,000 = 40,770 M kebaikan)


4. Membaca 2 ayat terakhir surah Al-Baqarah (ayat 285 - 286) setiap malam.

Rasulullah bersabda: Dua ayat akhir Al-Baqarah, siapa yang membacanya di suatu malam, maka kedua ayat tersebut mencukupinya (H.R. Bukhari).

Para ulama ada yang menjelaskannya, dua ayat tersebut sama nilainya shalat satu malam. 


Artinya, 2 ayat tersebut kalau kita baca setiap malam 10 hari terakhir, nilainya sama dengan shalat tahajjud 10 malam.


Sedangkan satu malam yang bertepatan dgn Malam Qadar, maka nilainya sama dgn shalat 30,000 malam. Dengan demikian, jaminan ampunan Allah yakin kita dapatkan.


5. Berinfaq setiap malam.


Berinfak Umum 9 Malam

Rp1,00 = 10 kebaikan

Rp50,000 = 500,000 kebaikan

(Rp 50,000 X 10 X 9 = 4,500,000 kebaikan)


Malam Qadar

(Rp 50,000 X 1 X 10  X 30,000 = 15 M kebaikan)


Berinfak Jihad Fisabilillah, 9 Malam Biasa

Rp 1,00 = Rp 700

Rp 50,000 = Rp 35,000,000

(50,000 X 700 X 9 = Rp 315,000,000)


Malam Qadar

(50,000 X 700 X 30,000 = R 1,050T)


6. Lanjut dgn Shaum 6 Hari di Bulan Syawal.


Rasulullah bersabda:

Siapa yang shaum di bulan Ramadhan, kemudian dia teruskan deng 6 hari di bulan Syawal, sama dia shaum selama satu tahun. (H. R. Muslim)


PENUTUP

Apa yang dijelaskan di atas, hanya sebagai contoh saja dan masih banyak lagi ibadah yg memiliki nilai yg sangat tinggi di sisi Allah, seperti zikir pagi, zikir petang, doa, istighfar, shalat sunnah rawatib (qabliyah & ba'diayah), dhuha, memberi makan orang yang berbuka dan seterusnya. 


Demikian juga dengan hitungan kebaikan di atas, hanya contoh saja dgn harapan dapat memotivasi kita dlm menghidupkan 10 hari terakhir Ramadhan tahun ini secara baik dan maksimal sehingga menjadi Ramadhan terbaik dalam hidup kita. 


Begitu pula tahun2 yg akan datang jika Allah anugerahkan pada kita umur dan kesempatan, semoga lebih bak dan lebih maksimal.


Allah pasti punya perhitungan, rahmat dan karunia yg tak terhingga untuk hamba-Nya yg bertaqwa.


Ingat 10 hari terakhir Ramadhan, kita ingat 8 poin di atas.


Akhirnya, kita mohon pada Agar menerima amal ibadah kita yg telah lalu dan mudahkan serta berkahi kita dalam menjalankan berbagai ibadah 10 terakhir Ramadhan tahun ini dan seterusnya sampai akhir hayat.

*اللهم تقبل يارب العالمين*

Tanda Sayang dengan Mencium Anak

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata,


قَبَّلَ النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ ، وَعِنْدَهُ الأقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِىُّ جَالِسًا ، فَقَالَ الأقْرَعُ : إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ قَالَ : مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ


"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin 'Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro' bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro' berkata, 'Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium.' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun melihat kepada Al-'Aqro' lalu beliau berkata, "Barangsiapa yang tidak menyayangi maka ia tidak akan disayangi." (HR. Bukhari, no. 5997 dan Muslim, no. 2318)


Dalam kisah yang sama dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha,ia berkata,


جَاءَ أَعْرَابِى إِلَى النَّبِى صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ ، فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِى صلى الله عليه وسلم أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ


“Seorang arab badui datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, 'Apakah kalian mencium anak laki-laki?' Mereka menjawab, "Kami tidak mencium mereka". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, 'Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa sayang dari hatimu.'" (HR. Bukhari, no 5998 dan Muslim, no 2317)

Masuk Surga Karena Sayang Pada Anak Perempuan

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata,

جَاءَتْنِى امْرَأَةٌ وَمَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا فَسَأَلَتْنِى فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِى شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا فَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « مَنِ ابْتُلِىَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَىْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ»

“Ada seorang wanita masuk ke tempatku dan bersamanya ada dua anak gadisnya. Wanita itu meminta sesuatu. Tetapi aku tidak menemukan sesuatu apa pun di sisiku selain sebiji kurma saja. Lalu aku memberikan padanya. Kemudian wanita tadi membaginya menjadi dua untuk kedua anaknya itu, sedangkan ia sendiri tidak makan sedikit pun dari kurma tersebut. Setelah itu ia berdiri lalu keluar.

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke tempatku, lalu saya ceritakan hal tadi kepada beliau. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, "Barangsiapa yang diberi cobaan sesuatu karena anak-anak perempuan seperti itu, lalu ia berbuat baik kepada mereka maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang untuknya dari siksa neraka." (HR. Bukhari, no. 5995 dan Muslim, no. 2629)

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata,

جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ»

“Saya didatangi oleh seorang wanita miskin yang membawa kedua anak gadisnya. Lalu saya memberikan makanan kepada mereka berupa tiga buah kurma. Wanita itu memberikan setiap sebiji kurma itu kepada kedua anaknya dan sebuah lagi diangkat lagi ke mulutnya. Namun, kedua anaknya itu meminta kurma yang hendak dimakannya tersebut. Kemudian wanita tadi memotong buah kurma yang hendak dimakan itu menjadi dua bagian dan diberikan pada kedua anaknya.

Keadaan wanita itu membuat saya takjub, maka saya beritahukan perihal wanita itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lantas beliau pun bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk wanita itu masuk surga karena perbuatannya atau akan dibebaskan juga dari siksa neraka." (HR. Muslim, no. 2630).

Keutamaan Menyayangi dan Berbuat Baik pada Anak Perempuan
 
Dua hadits di atas menunjukkan mengenai hukum mendidik anak dan berbuat baik pada mereka. Jika anak tersebut perempuan, maka lebih tekankan lagi. Pahala mendidik anak perempuan lebih besar berdasarkan hadits yang dikemukakan di atas.

Apa alasannya kenapa sampai Islam lebih perhatian pada pendidikan anak perempuan? Ada beberapa alasan di sini:

1- Karena ada sebagian orang yang kurang suka dengan anak perempuan seperti pada masa Jahiliyyah sebelum Islam. Itulah mengapa sampai disebut dalam hadits yang dikaji ini, anak wanita itu adalah ujian karena umumnya banyak yang tidak suka. Sebagaimana diterangkan pula mengenai keadaan orang musyrik. Allah Ta'ala berfirman,

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah." (QS. An-Nahl: 58).

2- Nafkah yang diberikan pada perempuan lebih banyak.

3- Mendidik anak perempuan lebih susah.

4- Pendidikan yang baik pada anak perempuan akan membuat mereka mewariskan didikan tersebut pada anak-anaknya nanti dan wanita itulah yang bertindak sebagai pendidik di rumah.

Juga dijanjikan dalam hadits bahwa siapa yang mendidik anak perempuannya dengan baik maka ia akan terbentengi dari siksa neraka dan dijanjikan masuk surga. Dalam hadits lainnya, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ (وَضَمَّ أَصَابِعَهُ)

“Siapa yang mendidik dua anak perempuan hingga ia dewasa, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia …." Lantas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendekatkan jari jemarinya. (HR. Muslim, no. 2631). Artinya, begitu dekat dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

WaLLAAHUa'lam

Masuk Surga Karena Tiga Anak Belum Balighnya Wafat

Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, dia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda,


مَا مِنْ النَّاسِ مُسْلِمٌ يَمُوتُ لَهُ ثَلَاثَةٌ مِنْ الْوَلَدِ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ رَحْمَتِهِ إِيَّاهُمْ


“Tidaklah seorang muslim yang ditinggal wafat oleh tiga orang anaknya yang belum baligh kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga karena keutamaan rahmat-Nya kepada mereka". (HR. Bukhari, no. 1381)


Dari 'Utbah bin 'Abdin As-Sulami, ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ لَهُ ثَلاَثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ إِلاَّ تَلَقَّوْهُ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ دَخَلَ


"Tidaklah seorang muslim ditinggal mati oleh tiga anaknya yang belum baligh, melainkan ia akan dimasukkan ke dalam pintu surga yang mana saja yang ia mau." (HR. Ibnu Majah, no. 1604.)

MEMILIH ISTERI


عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنِّى أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ « لاَ ». ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ « تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ ».


Dari Ma'qil bin Yasaar, ia berkata, "Ada seseorang yang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, "Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?”


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Tidak."


Kemudian ia mendatangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.


Sampai ia mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketiga kalinya, lantas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak." (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229)


Dua Sifat Wanita yang Dicari

Di sini diperintahkan menikahi wanita yang mempunyai dua sifat yaitu:


1. Al wadud (penyayang) yaitu menyayangi suaminya

2. Al walud (memiliki banyak keturunan)

Penyayang di sini bisa dilihat dari tutur kata dan suka berpenampilan cantik di hadapan suami. 


Dalam 'Aunul Ma'bud (6: 50) disebutkan, "Dalam hadits di atas dikaitkan antara al wadud dan al walud (yaitu penyayang dan punya banyak keturunan). Karena setiap wanita yang penyayang itu akan disenangi suaminya sehingga suami semangat untuk menambah keturunan. Bila penyayang namun tidak bisa mendatangkan keturunan, maka tidak bisa menggapai tujuan nikah, yaitu memperbanyak umat Islam dengan banyaknya keturunan.”


Bagaimana Mengetahui Wanita Punya Banyak Keturunan?

Bisa dikenal kalau wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan) seperti diketahui wanita itu tidak mengalami haidh.


Sedangkan mengenal kalau wanita itu punya banyak keturunan adalah dari kerabat dekatnya.


Di halaman yang sama, dalam 'Aunul Ma'bud dijelaskan, “Mengetahui bahwasanya calon pasangan itu subur dapat diketahui dari wanita lain dari kerabatnya. Karena secara tabi'at, satu kerabat dan lainnya saling memiliki sifat yang hampir sama.”


Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin menyatakan bahwa untuk janda jelas dapat diketahui dilihat dari keturunannya yang ada dan ia bisa memiliki keturunan seperti sebelumnya. Sedangkan untuk gadis perawan tidak bisa dikenali seperti itu. Namun hal ini dapat diketahui dari kerabat dekatnya. Karena mungkin saja di antara mereka saling mewarisi sifat lahir maupun batin. Begitu pula dalam hal banyaknya keturunan.


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Bangga dengan Umatnya yang Banyak

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan bangga dengan pengikutnya yang banyak. Dan tidak ada nabi yang lebih banyak pengikutnya selain beliau. Banyaknya pengikut tentu saja ada sebab yang dilakukan. Sebab yang ditempuh adalah setiap umatnya diperintahkan untuk punya banyak keturunan.


WaLLAAHUa'lam

Do'a Lindungan Buat Anak Anak

Do'a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan kepada Hasan dan Husain, yaitu:


أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْن


“'Audzu bi kalimaatillahit taammati min kulli syaithonin wa haammatin wa min kulli 'ainin laammatin (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh 'ain yang buruk)." (HR. Bukhari no. 3371).Nabi katakana bahwa dulu bapak kalian berdua yaitu Nabi Isma'il dan Ishaq meminta perlindungan kepada Allah dengan do'a tersebut.


Kemudian, terdapat pula do'a yang dibacakan oleh malaikat Jibril 'alaihis salam ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendapat gangguan setan, yaitu:


بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ


“Bismillahi arqiika min kulli syai-in yu'dziika min syarri kulli nafsin aw 'aini haasidin. Allahu yasyfiika, bismillah arqiika.' (Dengan menyebut nama Allah, aku membacakan ruqyah untukmu dari segala sesuatu yang menganggumu dari kejahatan setiap jiwa dan pengaruh 'ain. Semoga Allah menyembuhkanmu).” (HR. Muslim no. 2186)


Semoga bermanfa'at dan mudah di'amalkan.

Wednesday, April 5, 2023

Memanjangkan Surah dalam Shalat, Membuat Jamaah Lari

Jabir radhiyallahu 'anhu berkata,


صَلَّى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ الأَنْصَارِىُّ لأَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ فَانْصَرَفَ رَجُلٌ مِنَّا فَصَلَّى فَأُخْبِرَ مُعَاذٌ عَنْهُ فَقَالَ إِنَّهُ مُنَافِقٌ. فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرَهُ مَا قَالَ مُعَاذٌ فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا يَا مُعَاذُ إِذَا أَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا. وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى. وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ. وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى»


“Mu'adz bin Jabal Al-Anshari pernah memimpin shalat Isya. Ia pun memperpanjang bacaannya. Lantas ada seseorang di antara kami yang sengaja keluar dari jama'ah. Ia pun shalat sendirian. Mu'adz pun dikabarkan tentang keadaan orang tersebut. Mu'adz pun menyebutnya sebagai seorang munafik. Orang itu pun mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengabarkan pada beliau apa yang dikatakan oleh Mu'adz padanya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lantas menasehati Mu'adz, "Apakah engkau ingin membuat orang lari dari agama, wahai Mu'adz? Jika engkau mengimami orang-orang, bacalah surat Asy-Syams, Adh-Dhuha, Al-A'laa, Al-'Alaq, atau Al-Lail." (HR. Muslim, no. 465)


Faedah Hadits

Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits tersebut tetap menunjukkan adanya pengingkaran terhadap suatu yang dilarang. Walau yang dilanggar adalah suatu yang makruh, bukan suatu yang haram.


Hadits tersebut berisi pula penjelasan bolehnya mengingatkan orang lain dengan kata-kata.


Imam Nawawi melanjutkan, "Hadits di atas berisi penjelasan untuk meringankan shalat dan peringatan agar tidak memperlama shalat apalagi saat makmum tidak ridha (tidak suka) dengan lamanya shalat seperti itu.”


WaLLAAHUa'lam

Tuesday, April 4, 2023

Surga Paling Rendah

Ibnu Mas'ud berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنِّى لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى. فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ – قَالَ – فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا – قَالَ – فَيَقُولُ أَتَسْخَرُ بِى – أَوْ أَتَضْحَكُ بِى – وَأَنْتَ الْمَلِكُ » قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ. قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً


“Sesungguhnya aku tahu siapa orang yang paling terakhir dikeluarkan dari neraka dan paling terakhir masuk ke surga. Yaitu seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan merangkak.


Kemudian Allah berfirman kepadanya, "Pergilah engkau, masuklah engkau ke surga.”


Ia pun mendatangi surga, tetapi ia membayangkan bahwa surga itu telah penuh.


Ia kembali dan berkata, "Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh.”


Allah berfirman kepadanya, "Pergilah engkau dan masuklah surga.”


Ia pun mendatangi surga, tetapi ia masih membayangkan bahwa surga itu telah penuh.


Kemudian ia kembali dan berkata, "Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh.”


Allah berfirman kepadanya, "Pergilah engkau dan masuklah surga, karena untukmu surga seperti dunia dan sepuluh kali lipat darinya.”


Orang tersebut berkata, "Apakah Engkau memperolok-olokku atau menertawakanku, sedangkan Engkau adalah Raja Diraja?”


Ibnu Mas'ud berkata, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi geraham beliau. Kemudian beliau bersabda, "Itulah penghuni surga yang paling rendah derajatnya." HR. Bukhari no. 6571, 7511 dan Muslim no. 186).


Hadits di atas menunjukkan bahwa manusia biasa melanggar janji. Oleh karena itu, lelaki tersebut tercengang karena melihat janji Rabbnya. Ia merasa bahwasanya ia akan diremehkan atau diberi sesuatu yang remeh. Padahal Allah tidak mungkin mengingkari janjinya.


إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ


“Sesungguhnya Allah tidaklah mengingkari janjinya." (QS. Ali Imran: 9). Jika Allah berjanji pasti ditepati.


Hadits di atas juga menunjukkan bahwa kedudukan penduduk surga yang paling rendah akan mendapatkan kenikmatan 10 kali lipat dari kenikmatan dunia. Sungguh nikmat yang luar biasa.


Hadits di atas juga menunjukkan pelajaran bahwa jika orang beriman yang masih memiliki iman walaupun kecil, ketika masuk neraka, tidak akan kekal di dalamnya. Berbeda dengan keyakinan sebagian kalangan yang meyakini bahwa jika ada yang masuk neraka tak bisa keluar-keluar lagi darinya.


Semoga ALLAH Ta'ala memasukkan kita dalam surga dengan mudah dan terselamatkan dari siksa neraka..... Aamiin yaa MUJIBBASSAILIIN

Monday, April 3, 2023

Adzab Neraka Paling Ringan

Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,


إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِى أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَتَانِ يَغْلِى مِنْهُمَا دِمَاغُهُ


"Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang yang diletakkan dua buah bara api di bawah telapak kakinya, seketika otaknya mendidih." (Muttafaq 'Alaih, sebagian tambahan Al-Bukhari, "sebagaimana mendidihnya kuali dan periuk.")


Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;


إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَنْتَعِلُ بِنَعْلَيْنِ مِنْ نَارٍ يَغْلِى دِمَاغُهُ مِنْ حَرَارَةِ نَعْلَيْهِ


"Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya, ia memakai dua sandal dari neraka, seketika itu mendidih oraknya disebabkan panasnya dua sandalnya itu."


Dalam redaksi lain,


إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا مَنْ لَهُ نَعْلاَنِ وَشِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ يَغْلِى مِنْهُمَا دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلِى الْمِرْجَلُ مَا يَرَى أَنَّ أَحَدًا أَشَدُّ مِنْهُ عَذَابًا وَإِنَّهُ لأَهْوَنُهُمْ عَذَابًا


"Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang memiliki dua sandal dan dua tali sandal dari api neraka, seketika otaknya mendidih karena panasnya sandal tersebut sebagaimana kuali mendidih. Orang tersebut merasa bahwa tak ada seorang pun yang siksanya lebih pedih daripadanya, padahal siksanya adalah yang paling ringan di antara mereka." (HR. Muslim:196)


WaLLAAHUa'lam

Sunday, April 2, 2023

Berkah dari do'a orang miskin

Dalam hadits disebutkan bahwa Sa'ad menyangka bahwa ia memiliki kelebihan dari sahabat lainnya karena melimpahnya dunia pada dirinya, lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ


“Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian" (HR. Bukhari no. 2896).


Dalam lafazh lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذَهِ اْلأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا: بِدَعْوَتِهِمْ، وَصَلاَتِهِمْ، وَإِخْلاَصِهِمْ.


“Sesungguhnya Allah menolong umat ini dengan sebab orang-orang lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka" (HR. An Nasai no. 3178)


Ibnu Baththol berkata, "Ibadah orang-orang lemah dan doa mereka lebih ikhlas dan lebih terasa khusyu' karena mereka tidak punya ketergantungan hati pada dunia dan perhiasannya. Hati mereka pun jauh dari yang lain kecuali dekat pada Allah saja. Amalan mereka bersih dan do'a mereka pun mudah diijabahi (dikabulkan)". Al Muhallab berkata, "Yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maksudkan adalah dorongan bagi Sa'ad agar bersifat tawadhu', tidak sombong dan tidak usah menoleh pada harta yang ada pada mukmin yang lain”


WaLLAAHUa'lam

Suami, Jangan Semena-Mena!

Oleh: Ustadz Zaini Amri, S.PdI MA


Ketika Allah swt menyebutkan kepemimpinan laki-laki terhadap wanita, maka Allah SWT menutup ayat tersebut dengan menyebutkan dua sifat-Nya yaitu ‘Aliyan (عليا) “Maha Tinggi” dan kabiran (كبيرا) “Maha Besar”. Demikian seperti dalam firman-Nya surat al-Nisa’ [4]: 34 

ٱلرِّجَالُ ‌قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِي ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً (34)

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”


Kenapa Allah SWT mengingatkan kaum lelaki ketika memimpin kaum perempuan dengan dua sifat-Nya yang mulia yaitu ‘aliyan kabiran (عليا كبيرا) “Maha Tinggi lagi Maha Besar”? Bukankah Allah SWT bisa saja menutup ayat ini dengan sifatnya ghafuuran rahiiman (غفورا رحيما) “Maha pengampun lagi Penyang” atau sifat ‘aziizan hakiiman (عزيزا حكيما) “Maha Mulia lagi Bijaksana” seperti dalam kebanyakan ayat dalam al-Qur’an? 

Ditutupnya ayat kepemimpinan laki-laki atas perempuan dengan dua sifat-Nya “Maha Tinggi lagi Besar” adalah sebagai bentuk peringatan kepada kaum laki-laki agar tidak semena-mena dalam memimpin wanita. Demikian karena ada Zat Yang Maha Tinggi dan Maha Besar yang akan memberikan hukuman atas kesewenangan mereka yang tidak ada satupun yang bisa membela atau menyelamatkan mereka dari hukuman-Nya disebabkan tidak ada lagi sesuatu hukum di atas-Nya atau kekuasaan melebihi kebesaran-Nya. 


Pesannya, betapa sempurnanya Allah SWT memberikan perlindungan kepada wanita, hingga para suami selalu dibayangi ancaman azab dari Zat Yang Maha Tinggi dan Maha Besar ketika mereka bertindak semena-semena dalam memimpin isteri mereka.

Saturday, April 1, 2023

Duduk Terlarang

Di antara bentuk duduk yang terlarang adalah duduk dengan meletakkan tangan kiri di belakang dan dijadikan sandaran atau tumpuan. Berikut penjelasan mengenai hadits yang melarang hal tersebut dan keterangan beberapa ulama mengenai hal ini.


عَنْ أَبِيهِ الشَّرِيدِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ مَرَّ بِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا جَالِسٌ هَكَذَا وَقَدْ وَضَعْتُ يَدِىَ الْيُسْرَى خَلْفَ ظَهْرِى وَاتَّكَأْتُ عَلَى أَلْيَةِ يَدِى فَقَالَ « أَتَقْعُدُ قِعْدَةَ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ».


Syirrid bin Suwaid radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah pernah melintas di hadapanku sedang aku duduk seperti ini, yaitu bersandar pada tangan kiriku yang aku letakkan di belakang. Lalu baginda Nabi bersabda, "Adakah engkau duduk sebagaimana duduknya orang-orang yang dimurkai?" (HR. Abu Daud no. 4848.)


Yang dimaksud dengan al maghdhub 'alaihim adalah orang Yahudi sebagaimana kata Ath Thibiy. Penulis 'Aunul Ma'bud berkata bahwa yang dimaksud dimurkai di sini lebih umum, baik orang kafir, orang fajir (gemar maksiat) , orang sombong, orang yang ujub dari cara duduk, jalan mereka dan semacamnya.


Dalam  Iqthido’ Shirotil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, "Hadits ini berisi larangan duduk seperti yang disebutkan karena duduk seperti ini dilaknat, termasuk duduk orang yang mendapatkan adzab. Hadits ini juga bermakna agar kita menjauhi jalan orang-orang semacam itu.”


Kata Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz, duduk seperti ini terlarang di dalam dan di luar shalat. Bentuknya adalah duduk dengan bersandar pada tangan kiri yang dekat dengan bokong. Demikian cara duduknya dan tekstual hadits dapat dipahami bahwa duduk seperti itu adalah duduk yang terlarang.


Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin menjelaskan dalam Syarh Riyadhus Sholihin, "Duduk dengan bersandar pada tangan kiri disifatkan dengan duduk orang yang dimurkai Allah. Adapun meletakkan kedua tangan di belakang badan lalu bersandar pada keduanya, maka tidaklah masalah. Juga ketika tangan kanan yang jadi sandaran, maka tidak mengapa. Yang dikatakan duduk dimurkai sebagaimana disifati nabi adalah duduk dengan menjadikan tangan kiri di belakang badan dan tangan kiri tadi diletakkan di lantai dan jadi sandaran. Inilah duduk yang dimurkai sebagaimana yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sifatkan.”


Sebagian ulama menyatakan bahwa duduk semacam ini dikatakan makruh (tidak haram). Namun hal ini kurang tepat. Syaikh 'Abdul Al 'Abbad berkata, "Makruh dapat dimaknakan juga haram. Dan kadang makruh juga berarti makruh tanzih (tidak sampai haram). Akan tetapi dalam hadits disifati duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai, maka ini sudah jelas menunjukkan haramnya.”


Jika ada yang bertanya, logikanya mana, kok sampai duduk seperti ini dilarang? Maka jawabnya, sudah dijelaskan bahwa duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai Allah (maghdhub 'alaihim). Jika sudah disebutkan demikian, maka sikap kita adalah sami'na wa atho'na, kami dengar dan taat. Tidak perlu cari hikmahnya dulu atau berkata 'why?' 'why?', baru diamalkan. Seorang muslim pun tidak boleh sampai berkata, ah seperti itu saja kok masalah. Ingatlah, Allah Ta'ala berfirman,


فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ


“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih" (QS. An Nur: 63). Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bukan atas dasar hawa nafsunya yang ia utarakan. Allah Ta'ala berfirman,


وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)


“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)" (QS. An Najm: 3-4)


Ibnu Katsir berkata, "Khawatirlah dan takutlah bagi siapa saja yang menyelisihi syari'at Rasul secara lahir dan batin karena niscaya ia akan tertimpa fitnah berupa kekufuran, kemunafikan atau perbuatan bid'ah.”


WaLLAAHUa'lam

Boleh Mendirikan Jamaah Kedua

Masjid itu ada dua model:


Pertama, masjid yang tidak memiliki imam tetap seperti masjid di pasar dan tempat lalu lalangnya manusia. Maka di sini diperbolehkan berulangnya shalat jama'ah berdasarkan kesepakatan para ulama, dan hal ini tidak dinilai makruh.


Kedua, ada masjid yang memiliki imam tetap. Maka di sinilah terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama tentang berulangnya jama'ah dalam satu masjid diperbolehkan atau tidak.


Masih dibolehkan jamaah kedua untuk masjid yang memiliki imam tetap berdasarkan alasan dalil-dalil berikut ini.


Dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, ada seseorang yang datang sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah selesai dari shalat, lalu beliau mengatakan kepada para sahabat,


أَلاَ رَجُلٌ يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا فَيُصَلِّىَ مَعَهُ


“Siapakah yang mau bersedekah untuk orang ini, yaitu melaksanakan shalat bersamanya?" (HR. Abu Daud, no. 574; Tirmidzi, no. 220)


Dari hadits Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


وَإِنَّ صَلاَةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ وَحْدَهُ وَصَلاَتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى


“Shalat seseorang bersama lainnya lebih baik daripada shalatnya sendirian. Shalat seseorang bersama dua orang lebih baik daripada shalatnya bersama satu orang. Jika jama'ahnya makin banyak, itu lebih disukai." (HR. Abu Daud, no. 554)


Dari Abu 'Utsman, beliau berkata, "Anas bin Malik pernah mendatangi masjid Bani Tsa'labah. Lalu Anas mengatakan, "Apakah kalian sudah shalat?" Kami pun mengatakan, "Iya, kami sudah shalat.” Anas pun mengatakan, "Kumandangkanlah azan." Azan pun dikumandangkan, kemudian Anas melaksanakan shalat  secara berjama'ah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, 1:331; 'Abdur Razaq, 3417; Ibnul Mundzir, 4:215; sanadnya shahih. Lihat Shahih Fiqh As-Sunnah, 1:562.)


Dari Salamah bin Kuhail, beliau mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud pernah memasuki masjid dan shalat jama'ah telah selesai dilaksanakan. Kemudian Ibnu Mas'ud melakukan shalat secara berjama'ah bersama 'Alqamah, Al Aswad dan Masruq. (HR. Ibnu Abi Syaibah, 2:323; Ibnul Mundzir, 4:216; dan memiliki penguat dari 'Abdur Razaq, 2884; sanadnya shahih. Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1:562)


Syaikh Abu Malik hafizahullah mengatakan, "Tidak diketahui pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat Anas dan Ibnu Mas'ud ini. Jama'ah kedua tentu diperbolehkan karena shalat jama'ah tentu lebih utama dari shalat sendirian.”


Mengikuti Jamaah Kedua Kalinya

Boleh mengikuti shalat jamaah untuk kedua kalinya, shalat yang kedua dihukumi sunnah. Contoh seorang suami boleh mengulang shalat jamaah bersama istrinya di rumah setelah melakukan shalat wajib di masjid.


Dari Yazid bin Al-Aswad, ia berkata,

شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْفَجْرِ فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ إِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ فِي آخِرِ الْقَوْمِ لَمْ يُصَلِّيَا مَعَهُ قَالَ عَلَيَّ بِهِمَا فَأُتِيَ بِهِمَا تَرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا فَقَالَ مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا مَعَنَا قَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا قَدْ صَلَّيْنَا فِي رِحَالِنَا قَالَ فَلَا تَفْعَلَا إِذَا صَلَّيْتُمَا فِي رِحَالِكُمَا ثُمَّ أَتَيْتُمَا مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَصَلِّيَا مَعَهُمْ فَإِنَّهَا لَكُمَا نَافِلَةٌ


“Aku pernah menghadiri shalat Shubuh bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Masjid Al-Khaif. Ketika selesai shalat, ternyata ada dua orang laki-laki di belakang shaff yang tidak shalat bersama beliau. Beliau bersabda, 'Bawalah dua orang laki-laki tersebut kepadaku.’ Dibawalah kedua laki-laki itu oleh para shahabat ke hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan gemetar sendi-sendinya. Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Apa yang menghalangimu untuk shalat bersama kami?' Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah shalat di rumah kami.' Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,  'Jangan kalian lakukan.


Apabila kalian telah shalat di rumah-rumah kalian, lalu kalian mendatangi masjid yang sedang melaksanakan shalat berjamaah, maka shalatlah kalian bersama mereka, karena shalat itu bagi kalian terhitung sebagai shalat sunnah.'" (HR. An-Nasa'i, no. 858)


Dari  Mihjan, ia berkata,

أَنَّهُ كَانَ فِى مَجْلِسٍ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَذَّنَ بِالصَّلاَةِ – فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ رَجَعَ وَمِحْجَنٌ فِى مَجْلِسِهِ – فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّىَ أَلَسْتَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ ». قَالَ بَلَى وَلَكِنِّى كُنْتُ قَدْ صَلَّيْتُ فِى أَهْلِى فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا جِئْتَ فَصَلِّ مَعَ النَّاسِ وَإِنْ كُنْتَ قَدْ صَلَّيْتَ


Bahwa beliau pernah berada di majelis bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dikumandangkan adzan untuk shalat. Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri, lalu mengerjakan shalat, sedangkan Mihjan masih duduk di tempat semula. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Apa yang menghalangimu shalat, bukankah engkau adalah seorang muslim?" Lalu Mihjan mengatakan, "Betul. Akan tetapi saya sudah melaksanakan shalat bersama keluargaku." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan padanya, "Apabila engkau datang, shalatlah bersama orang-orang, walaupun engkau sudah shalat." (HR. An-Nasa'i, no. 858 dan Ahmad, 4: 34.)


Dari Abu Dzarr radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda padanya,


« كَيْفَ أَنْتَ إِذَا كَانَتْ عَلَيْكَ أُمَرَاءُ يُؤَخِّرُونَ الصَّلاَةَ عَنْ وَقْتِهَا أَوْ يُمِيتُونَ الصَّلاَةَ عَنْ وَقْتِهَا ». قَالَ قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِى قَالَ « صَلِّ الصَّلاَةَ لِوَقْتِهَا فَإِنْ أَدْرَكْتَهَا مَعَهُمْ فَصَلِّ فَإِنَّهَا لَكَ نَافِلَةٌ »


“Bagaimana pendapatmu jika engkau dipimpin oleh para penguasa yang suka mengakhirkan shalat dari waktunya, atau meninggalkan shalat dari waktunya?" Abu Dzarr berkata, "Aku berkata "Lantas apa yang engkau perintahkan kepadaku?" Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Lakukanlah shalat tepat pada waktunya. Apabila engkau mendapati shalat bersama mereka, maka shalatlah (bersamanya). Sesungguhnya ia dihitung bagimu sebagai shalat sunnah." (HR. Muslim, no. 648).


Ada riwayat tambahan,


وَلاَ تَقُلْ إِنِّى قَدْ صَلَّيْتُ فَلاَ أُصَلِّى


“Janganlah mengatakan, aku telah shalat, maka aku tak mau shalat lagi." (HR. Muslim, no. 648).


Dalil dalil (hadits) diatas adalah dasar diperbolehkannya orang sholat wajib berimamkan orang yang sholat Sunnah.


WaLLAAHUa'lam