This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, December 30, 2022

ALHAMDULILLAH PPKM DICABUT


Berkah PPKM dicabut, hikmah dari Madrasah Covid 19, kita memetik pelajaran untuk menyiapkan segala sesuatunya bahwa : 

- Kita adalah Al Faaqir ilaa Rabbih, hamba yang sangat butuh Allah
- Hidup itu singkat Dunia hanyalah sementara
- Sehat itu bukan mahal, tapi tak ternilai
- Diharuskan Menghemat
- Kecepatan Ketepatan Mensiasati Kendala
- Pentingnya Mitigasi, strategi, kesiapan, kesiagaan, menghadapi segala kemungkinan yang terjadi, dan yang akan terjadi
- Pentingnya blueprint penanganan kebencanaan, sebagai pedoman level pelaksana di lapangan
- Pentingnya Data holistik
- Riba bukan bagian dari solusi
- Bagaimana pencukupan kebutuhan pangan, oksigen, BOR, nakes, penunjang nakes, distribusi bantuan, distribusi vaksin.
- Herbal, jamu, probiotik, sebagai penguat imun.
- Jogotonggo, gerakan bantu tetangga luar biasa
- UKM kuat walaupun bencana
- Imunitas terhadap Spekulan dan Kartel

 ♡ ㅤ ❍ㅤ   ⎙ㅤ ⌲ 
ˡᶦᵏᵉ ᶜᵒᵐᵐᵉⁿᵗ ˢᵃᵛᵉ ˢʰᵃʳᵉ

UMUR PANJANG

Dari 'Abdullah bin Busr, ada seorang Arab Badui bertanya pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah manusia yang paling baik. Jawaban Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam,


مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ


“(Yang paling baik adalah) yang panjang umur dan baik pula amalnya." (HR. Tirmidzi, no. 2329; Ahmad, 4: 190).


Kalau kita perhatikan hadits di atas, yang bagus bukanlah hanya umur panjang, namun baik pula amalan.


Oleh karena itu, jika kita menginginkan umur panjang, patut diingat dua hal:


1. Umur panjang adalah sebagai alasan bagi Allah, bahwa Allah sudah memberi kesempatan pada kita untuk beramal.

2. Umur panjang adalah wadah untuk beramal. Boleh jadi isi wadah tersebut berisi amal shalih. Boleh jadi umur panjang berisi kesia-siaan, berakhlak dan beramal yang jelek. Akhirnya, isi wadah tadi itu akan ditanya. 


Ingatlah asalnya, di tengah jalan tak ada tempat berhenti sama sekali. Yang kita temui, ada yang punya jalan tujuan yang berbeda-beda. Ada yang cepat jalan, ada yang lambat jalan.


Allah Ta'ala berfirman,


إِنَّهَا لَإِحْدَى الْكُبَرِ (35) نَذِيرًا لِلْبَشَرِ (36) لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ (37)


“Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia. (Yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur." (QS. Al-Muddatsir: 35-37)


Cuma disebutkan siapa yang mau maju atau mundur. Tak disebutkan pilihan ketiga untuk berhenti. Karena tak ada pilihan ketiga di luar surga dan neraka. Ujung akhir manusia hanyalah surga atau neraka. Karenanya bila seseorang tidak segera maju untuk beramal baik, maka ia akan telat dengan beramal jelek.


Jangan sampai kita menginginkan untuk hasrat pada dunia,


قَلْبُ الشَّيْخِ شَابٌّ عَلَى حُبِّ اثْنَتَيْنِ حُبِّ الْعَيْشِ وَالْمَالِ


“Masih ada yang sudah berumur memiliki hati seperti anak muda yaitu mencintai dua hal: cinta berumur panjang (panjang angan-angan) dan cinta harta." (HR. Muslim, no. 1046)


Dalam riwayat lain disebutkan,


يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَشِبُّ مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ عَلَى الْمَالِ وَالْحِرْصُ عَلَى الْعُمُرِ


“Ada yang sudah tua dari usia, namun masih bernafsu seperti anak muda yaitu dalam dua hal: tamak pada harta dan terus panjang angan-angan (ingin terus hidup lama)." (HR. Muslim, no. 1047)


Rajinlah berdo'a seperti ini,


اللَّهُمَّ أكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أعْطَيْتَنِي وَأطِلْ حَيَاتِي عَلَى طَاعَتِكَ، وَأحْسِنْ عَمَلِي وَاغْفِرْ لِي


“Allahumma ak-tsir maalii wa waladii, wa baarik lii fiimaa a'thoitanii wa athil hayaatii 'ala tho'atik wa ahsin 'amalii wagh-fir lii (Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau beri. Panjangkanlah umurku dalam ketaatan pada-Mu dan baguskanlah amalku serta ampunilah dosa-dosaku).”


Jika memang ingin memiliki umur panjang, ingatlah umur panjang adalah kesempatan untuk mengisinya dengan beramal shalih.


WaLLAAHUa'lam

Thursday, December 29, 2022

WANITA ITU KURANG AKAL DAN AGAMANYA

Barangkali kita pernah mendengar hadits yang menerangkan wanita itu kurang akal dan agamanya. Apa yang dimaksud dengan kalimat tersebut? Apakah itu berarti merendahkan wanita?


Hadits yang dimaksudkan di atas adalah hadits berikut ini,


مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغلَبُ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا نُقْصَانُ عَقْلِهَا؟ قاَلَ: أَلَيْسَتْ شَهَادَةُ الْمَرْأَتَيْنِ بِشَهَادَةِ رَجُلٍ؟ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا نُقصَانُ دِينِهَا؟ قَالَ: أَلَيْسَتْ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ


“Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita)." Maka ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksudnya kurang akalnya wanita?" Beliau menjawab, "Bukankah persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki?" Ditanyakan lagi, "Ya Rasulullah, apa maksudnya wanita kurang agamanya?" "Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?", jawab beliau. (Muttafaqun 'alaih, HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)


Mengenai maksud hadits di atas diterangkan oleh Syaikh 'Abdul Karim Khudair, ulama senior di kota Riyadh Saudi Arabia dan pengajar di Jami'ah Malik Su'ud (King Saud University Riyadh). Beliau ditanya, "Apa maksud kurang akal dan agamanya bagi wanita sebagaimana disebutkan dalam hadits 'wanita itu kurang akal dan agama'?”


Syaikh hafizhohullah menjawab,


Tafsir tentang makna kurang akal dan agama telah diterangkan dalam hadits muttafaqun 'alaih (riwayat Bukhari-Muslim). Bahwa yang dimaksud kurang akal adalah karena persaksian wanita itu separuh dari persaksian laki-laki sebagaimana disebutkan dalam ayat,


فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ


“Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan" (QS. Al Baqarah: 282). Inilah yang dimaksud wanita itu kurang akal.


Sedangkan yang dimaksud wanita itu kurang agama adalah karena pada satu waktu (yaitu kala haidh atau nifas, pen), wanita tidak puasa dan tidak shalat. Inilah tafsir yang langsung diterangkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (secara marfu') dan bukan hasil ijtihad seorang pun. Adapun kondisi wanita di mana mereka berada pada kondisi separuh dari pria adalah dalam lima keadaan, yaitu dalam persaksian, diyat, warisan, aqiqah, pembebasan budak –yaitu siapa yang memerdekakan dua orang budak wanita sama dengan memerdekakan seorang budak laki-laki. Dalam hadits disebutkan, “Barangsiapa yang memerdekakan seorang budak laki-laki, maka ia akan selamat dari siksa neraka. Barangsiapa yang memerdekakan dua budak wanita, maka ia akan selamat dari siksa neraka.”


WaLLAAHUa'lam

Wednesday, December 28, 2022

'AMAL PENGUNDANG MUSIBAH

Coba kita urutkan berbagai dosa yang dilakukan penduduk suatu negeri.


Mulai dari dosa nomor satu, yaitu syirik. Coba lihat bagaimana kubur-kubur orang saleh dikultuskan begitu luar biasa. Memakai jimat dan rajah dengan tujuan untuk jadi pelindung diri hingga pesugihan menjadi hal yang biasa.


Allah Ta'ala berfirman,


وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا


“Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (QS. An Nisa': 116).


Dalam ayat lain dalam nasehat Lukman pada anaknya disebutkan,


إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ


“Sesungguhnya syirik adalah benar-benar kezholiman yang besar." (QS. Lukman: 13).


Allah telah ingatkan bahwa karena sebab dosa, itu yang membuat musibah datang bertubi-tubi. Allah Ta'ala berfirman,


وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ


“Apapun musibah yang menimpa kalian, adalah akibat perbuatan dosa kalian sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syuraa: 30)


Jadi, musibah yang terjadi itu adalah akibat merebaknya dosa dan maksiat secara umum.


Adapun paceklik dan kemarau panjang, salah satu pemicu terbesarnya adalah karena banyaknya praktek kecurangan dalam bisnis dan perdagangan. Serta enggannya orang kaya untuk mengeluarkan zakatnya.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan,


وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤُنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ. وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا


“Ketika para pedagang gemar mencurangi timbangan, pasti manusia akan ditimpa musim paceklik panjang, biaya hidup yang tinggi dan kelaliman penguasa. Manakala orang-orang kaya enggan mengeluarkan zakat, pasti air hujan akan ditahan turun dari langit. Andaikata bukan karena (belas kasihan terhadap) hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah turun lagi." (HR. Ibnu Majah, no. 4019)


Mengenai kecurangan disebutkan dalam ayat berikut ini.


Allah Ta'ala berfirman,


وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3)


“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS. Al Muthoffifin: 1-3).


Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al-Quran Al-'Azhim berkata bahwa yang dimaksud dengan Al-Muthoffifin adalah berbuat curang ketika menakar dan menimbang. Bentuknya bisa jadi, ia meminta untuk ditambah lebih ketika ia meminta orang lain menimbang. Bisa jadi pula, ia meminta untuk dikurangi jika ia menimbangkan untuk orang lain. Itulah mengapa akibatnya begitu pedih yaitu dengan kerugian dan kebinasaan. Itulah yang dinamakan wail.


WaLLAAHUa'lam

Tuesday, December 27, 2022

ISTIDRAJ

Dari 'Uqbah bin 'Amir radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ


“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah." (HR. Ahmad 4: 145).


Allah Ta'ala berfirman,


فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ


“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS. Al An'am: 44)


Dalam Tafsir Al Jalalain disebutkan, “Ketika mereka meninggalkan peringatan yang diberikan pada mereka, tidak mau mengindahkan peringatan tersebut, Allah buka pada mereka segala pintu nikmat sebagai bentuk istidraj pada mereka. Sampai mereka berbangga akan hal itu dengan sombongnya. Kemudian kami siksa mereka dengan tiba-tiba. Lantas mereka pun terdiam dari segala kebaikan.”


Syaikh As Sa'di menyatakan, “Ketika mereka melupakan peringatan Allah yang diberikan pada mereka, maka dibukakanlah berbagi pintu dunia dan kelezatannya, mereka pun lalai. Sampai mereka bergembira dengan apa yang diberikan pada mereka, akhirnya Allah menyiksa mereka dengan tiba-tiba. Mereka pun berputus asa dari berbagai kebaikan. Seperti itu lebih berat siksanya. Mereka terbuai, lalai, dan tenang dengan keadaan dunia mereka. Namun itu sebenarnya lebih berat hukumannya dan jadi musibah yang besar.”


Disebutkan dalam surat Al Qalam kisah pemilik kebun berikut ini yang mengalami istidraj


إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ (17) وَلَا يَسْتَثْنُونَ (18) فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ (19) فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ (20) فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ (21) أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ (22) فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ (23) أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ (24) وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ قَادِرِينَ (25) فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (26) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (27) قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ (28) قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (29) فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ (30) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ (31) عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ (32) كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (33)


17. Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi hari,

18. dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin),

19. lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Rabbmu ketika mereka sedang tidur,

20. maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita.

21. lalu mereka panggil memanggil di pagi hari:

22.“Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.”

23. Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik.

24.“Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.”

25. Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka (menolongnya).

26. Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: “Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan),

27. bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)

28. Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)

29. Mereka mengucapkan: “Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim."

30. Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela.

31. Mereka berkata: “Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas.”

32. Mudah-mudahan Rabb kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita.

33.Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (QS. Al Qalam: 17-33).


Syaikh As Sa'di rahimahullah menerangkan, “Kisah di atas menunjukkan bagaimanakah akhir keadaan orang-orang yang mendustakan kebaikan. Mereka telah diberi harta, anak, umur yang panjang serta berbagai nikmat yang mereka inginkan. Semua itu diberikan bukan karena mereka memang mulia. Namun diberikan sebagai bentuk istidraj tanpa mereka sadari."


WaLLAAHUa'lam

Monday, December 26, 2022

KEMATIAN ULAMA

Dalam hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا ، يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا ، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا ، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا


“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak akan mencabut ilmu dari umat manusia dengan sekali cabut. Akan tetapi, Dia akan mencabut dengan mematikan para ulama (ahlinya). Sampai apabila Dia tidak menyisakan seorang alim, umat manusia akan menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai pimpinanpimpinan mereka. Mereka ditanya (oleh umatnya) lantas menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan." (Muttafaqun 'alaih)


Dalam al-Quran ada satu ayat yang oleh sebagian ahli tafsir dijadikan dalil tentang peran ulama. Allah berfirman,


أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا


Apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah itu, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? (QS. ar-Ra'du: 41)


Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir menukil keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,


وقال ابن عباس في رواية: خرابها بموت فقهائها وعلمائها وأهل الخير منها. وكذا قال مجاهد أيضا: هو موت العلماء


Dalam salah satu riwayat, Ibnu Abbas mengatakan, berkurangnya bumi dengan kematian fuqaha dan ulama, serta orang-orang soleh. Demikian pula yang dinyatakan Mujahid, 'Berkurangnya bumi adalah kematian ulama.' (Tafsir Ibnu Katsir, 4/472).


 SubhanaLLAAH…


Seperti itu sahabat Ibnu Abbas menafsirkan. Kita bisa memahami korelasinya. Ketika ulama meninggal, kebodohan mudah tersebar. Terlebih ketika orang bodoh angkat bicara masalah agama. Sehingga pelanggaran agama akan semakin mudah tersebar dan meraja lela. Bumi kehilangan ruh kebaikannya.


Para ulama ahlus sunnah…


Mereka yang mengajarkan al-Quran dan sunah sesuai pemahaman para sahabat, berjasa besar bagi masyarakat. Karena jasa besarnya, banyak diantara mereka yang Allah tampakkan amal baiknya di akhir hayatnya. Agar manusia generasi setelahnya, selalu mengenang jasa baik mereka.


Mari kita jaga dan hormati Ulama


WaLLAAHUa'lam

Sunday, December 25, 2022

MENGINGAT KEMATIAN

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ


“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan" (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292). 


Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia.


عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».


Dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, "Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?" Beliau bersabda, "Yang paling baik akhlaknya." "Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?", ia kembali bertanya. Beliau bersabda, "Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas." (HR. Ibnu Majah no. 4259).


[1] Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.


[2] Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه


“Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya)." (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus)


[3] Mengingat kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.


[4] Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه


“Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat)." (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi)


WaLLAAHUa'lam

Saturday, December 24, 2022

Tas'iir

Tas'iir adalah membatasi harga barang di pasaran, tidak boleh dijual dari harga yang telah ditetapkan.


Ada dua macam tas'iir:


1- Bila harga barang di pasaran dibatasi dengan zalim. Padahal para pedagang menjual dengan harga yang wajar. Kalaupun terjadi kenaikan harga, maka itu terjadi karena keterbatasan stok atau karenanya besarnya demand (permintaan). Membatasi harga dalam kondisi ini termasuk bentuk kezaliman karena ada paksaan tanpa jalan yang benar.


Dalam hadits Anas bin Malik disebutkan,


إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّى لأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِى بِمَظْلَمَةٍ فِى دَمٍ وَلاَ مَالٍ


“Sesungguhnya Allah yang pantas menaikkan dan menurunkan harga, Dialah yang menahan dan melapangkan rezeki. Aku harap dapat berjumpa dengan Allah dan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku karena kezaliman pada darah dan harta." (HR. Abu Daud no. 3451, Tirmidzi no. 1314, Ibnu Majah no. 2200. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)


2- Bila harga barang dibatasi di pasaran dengan adil. Pembatasan harga di sini dapat terjadi ketika masyarakat sangat butuh dengan barang tersebut, lalu barang dijual dengan harga yang tinggi dan tidak masuk akal. Maka orang yang punya wewenang di pasar membatasi harga supaya tidak melonjak tinggi. Pembatasan di sini bertujuan untuk tidak menyusahkan orang banyak lantaran kenaikan harga kebutuhan penting mereka. Dibatasilah dengan harga tertentu, jadinya setiap pedagang harus menjual dengan harga semisal itu. Tatkala harga dibatasi demikian, maka wajib diikuti.


WaLLAAHUa'lam

Friday, December 23, 2022

MENGACUNGKAN SENJATA

Tidak boleh menodong senjata tajam atau pisau pada orang lain baik serius maupun bercanda. Perbuatan ini dilaknat oleh malaikat.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ أَشَارَ إِلَى أَخِيهِ بِحَدِيدَةٍ فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَلْعَنُهُ حَتَّى وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لأَبِيهِ وَأُمِّهِ


"Barangsiapa mengacungkan senjata tajam kepada saudaranya, maka para malaikat akan melaknatnya sampai dia meninggalkan perbuatan tersebut, walaupun saudara tersebut adalah saudara kandung sebapak dan seibu." (HR. Muslim, no. 2616)


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


لاَ يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيْهِ بِالسِّلاَحِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ


"Janganlah seseorang diantara kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka." (HR. Bukhari, no. 7072; Muslim, no. 2617)


Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, "Dalam hadits ini mengandung larangan terhadap segala hal yang bisa mengantarkan kepada bahaya, walaupun bahaya tersebut belum pasti terjadi, baik hal itu dilakukan dengan serius maupun bercanda".


Ada beberapa faedah dari hadits di atas dari Imam Nawawi:


1. Seorang muslim begitu terhormat.

2. Ada larangan tegas menakut-nakuti dan menyakitinya.

3. Menodong senjata tersebut tidak dibolehkan baik serius maupun bercanda karena menakut-nakuti seorang muslim haram dalam segala keadaan.

4. Perbuatan menakut-nakuti dengan senjata atau pisau itu haram karena dilaknat oleh para malaikat.

 

Ada hadits yang sifatnya umum, yaitu berisi larangan menakut-nakuti muslim lainnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا


"Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain." (HR. Abu Daud, no. 5004; Ahmad 5: 362).


Kalau seperti di atas saja dilarang bagaimana mungkin Islam mengizinkan membunuh orang lain yang tidak bersalah?


WaLLAAHUa'lam

BERSYUKUR DENGAN PEMBERIAN SUAMI

Dalam hadits muttafaqun 'alaihi disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berlibur,


dan قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَََحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ


"Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku melihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita." Mereka bertanya, "Mengapa para wanita menjadi penghuni utama neraka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Disebabkan kekufuran mereka." Ada yang bertanya kepada beliau, "Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?" Beliau menjawab, "(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya kamu berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, 'Saya sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu'." (HR. Bukhari no.5197 dan Muslim no.907).


Lihatlah bagaimana kekufuran si wanita cuma karena melihat kekurangan suami yang diperbuat sekali. Padahal banyak kebaikan yang telah diberi. Ibaratnya, hujan setahun seakan-akan terhapus dengan kemarau sehari.


WaLLAAHUa'lam

Tuesday, December 20, 2022

ALLAH MAHA MENGETAHUI

Dari Abu Abdurrahman 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan,


إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا


“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah ('alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga." (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)


Faedah Hadits

1. Hanya Allah yang mengetahui apa yang terjadi dalam rahim. Ini bukan berarti dokter tidak bisa mengetahui janin tersebut laki-laki ataukah perempuan. Namun dokter tidak bisa mengungkapkan secara detail apa yang ada dalam rahim sampai perihal takdirnya.

2. Rezeki, ajal, amal, bahagia ataukah sengsara dari setiap manusia sudah diketahui, dicatat, dikehendaki dan ditetapkan oleh Allah.

3. Rezeki sudah ditetapkan bukan berarti manusia tidak perlu bekerja dan berusaha. Manusia diketahui takdirnya oleh Allah, bukan berarti manusia tidak punya pilihan. Sama juga dengan jodoh sudah ditetapkan bukan berarti tidak perlu mencari jodoh lalu tunggu jodoh datang dengan sendirinya. Logikanya, kalau akan kena musibah, seseorang akan berusaha menyelamatkan diri. Begitu pula dalam hal seseorang mencuri harta orang lain, tidak boleh ia beralasan dengan takdir, "Ini sudah jadi takdir saya." Karena orang berakal tidak mungkin beralasan seperti itu. Ia mencuri pasti karena pilihannya.

4. Manusia tidak mengetahui takdir yang ditetapkan untuknya. Sehingga manusia tetap harus ada usaha dan amal, tidak boleh ia hanya sekadar pasrah pada takdir.

5. Apakah kita bahagia ataukah sengsara kelak di akhirat sudah diketahui dalam takdir.


WaLLAAHUa'lam

BEDA PENDAPAT WAJAR, SALING MENCELA JANGAN

Berselisih pendapat dalam masalah ijtihadiyah adalah suatu hal yang wajar. Karena barangkali ada pemahaman dalil yang berbeda atau beda dalam hal ijtihad. Namun seyogyanya perbedaan tersebut tidak mengantarkan pada sikap saling bermusuhan dan saling menghujat. Setiap muslim tetaplah bersikap bijak, mengedepankan akhlak mulia dan berkata yang santun.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkata,


وَأَمَّا الِاخْتِلَافُ فِي ” الْأَحْكَامِ ” فَأَكْثَرُ مِنْ أَنْ يَنْضَبِطَ وَلَوْ كَانَ كُلَّمَا اخْتَلَفَ مُسْلِمَانِ فِي شَيْءٍ تَهَاجَرَا لَمْ يَبْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ عِصْمَةٌ وَلَا أُخُوَّةٌ وَلَقَدْ كَانَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا سَيِّدَا الْمُسْلِمِينَ يَتَنَازَعَانِ فِي أَشْيَاءَ لَا يَقْصِدَانِ إلَّا الْخَيْرَ


“Adapun perselisihan dalam masalah hukum maka jumlahnya tak berbilang. Seandainya setiap dua orang muslim yang berselisih pendapat dalam suatu masalah harus saling bermusuhan, maka tidak akan ada persaudaraan pada setiap muslim. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu saja -dua orang yang paling mulia setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berdua berbeda pendapat dalam beberapa masalah, tetapi yang diharap hanyalah kebaikan.”


Kembali Ibnu Taimiyah melanjutkan,


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada para sahabatnya,


لَا يُصَلِّيَن أَحَدٌ الْعَصْرَ إلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ


“Janganlah seorang pun shalat melainkan jika sudah sampai di Bani Quraizhah.”


Di antara mereka ada yang sudah mendapati waktu Ashar di jalan, namun mereka berkata, “Janganlah shalat kecuali sudah mencapai Bani Quraizhah." Hingga akhirnya mereka pun luput (telat) melakukan shalat 'Ashar. Sedangkan lainnya berkata, “Kita tidak boleh mengakhirkan shalat 'Ashar." Akhirnya mereka pun melaksanakan shalat 'Ashar di jalan (pada waktunya). Namun tidak ada seorang pun di antara dua kelompok yang berbeda tersebut saling mencela. Hadits ini disebutkan dalam shahihain dari hadits Ibnu 'Umar.


Hal di atas berkaitan dengan masalah hukum (fikih). Oleh karenanya, jika ada masalah selama bukan suatu yang krusial dalam hal ushul (pokok agama), maka diserupakan seperti itu pula.


Sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafi'i kepada Yunus Ash Shadafiy -nama kunyahnya Abu Musa-. Imam Syafi'i berkata padanya,


يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ


“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?”


WaLLAAHUa'lam

PEKERJAAN TERBAIK BAGI SEORANG MUSLIM

Manakah pekerjaan terbaik bagi seorang muslim? Apakah berdagang lebih utama dari lainnya? Ataukah pekerjaan terbaik tergantung dari keadaan tiap individu?


Ada yang pernah bertanya pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,


أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ  عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ


“Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?" Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)." (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)


Pekerjaan yang Thoyyib

Kasb yang dimaksud dalam hadits di atas adalah usaha atau pekerjaan mencari rizki. Asy Syaibani mengatakan bahwa kasb adalah mencari harta dengan menempuh sebab yang halal. Sedangkan kasb thoyyib, maksudnya adalah usaha yang berkah atau halal. Sehingga pertanyaan dalam hadits di atas dimaksudkan 'manakah pekerjaan yang paling diberkahi?’


Kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa para sahabat tidak bertanya manakah pekerjaan yang paling banyak penghasilannya. Namun yang mereka tanya adalah manakah yang paling thoyyib (diberkahi). Sehingga dari sini kita dapat tahu bahwa tujuan dalam mencari rizki adalah mencari yang paling berkah, bukan mencari manakah yang menghasilkan paling banyak. Karena penghasilan yang banyak belum tentu barokah.


Pekerjaan dengan Tangan Sendiri

Ada dua mata pencaharian yang dikatakan paling diberkahi dalam hadits di atas. Yang pertama adalah pekerjaan dengan tangan sendiri. Hal ini dikuatkan pula dalam hadits yang lain,


مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ


“Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena Nabi Daud 'alaihis salam dahulu bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya." (HR. Bukhari no. 2072). Bahkan sebagaimana disebutkan dalam hadits ini, mencari kerja dengan tangan sendiri sudah dicontohkan oleh para nabi seperti Nabi Daud 'alaihis salam.


Contoh pekerjaan dengan tangan adalah bercocok tanam, kerajinan, mengolah kayu, pandai besi, dan menulis.


Jual Beli yang Mabrur

Mata pencaharian kedua yang terbaik adalah jual beli yang mabrur. Kata Syaikh 'Abdullah Al Fauzan, jual beli yang mabrur adalah jual beli yang memenuhi syarat dan rukun jual beli, terlepas dari jual beli yang bermasalah, dibangun di atas kejujuran, serta menghindarkan diri dari penipuan dan pengelabuan.


Mana Saja Jual Beli yang Mabrur?

Sebagaimana dijelaskan di atas, jual beli mabrur adalah jika memenuhi syarat dan rukun jual beli. Apa saja syarat yang mesti diperhatikan? Di antaranya adalah: 

1- ridho antara penjual dan pembeli, 

2- barang yang dijual mubah pemanfaatannya (bukan barang haram), 

3- uang dan barang bisa diserahterimakan, 

4- tidak ada ghoror (ketidakjelasan).


Adapun jual beli yang bermasalah adalah: 

1- jual beli yang mengandung ghoror seperti jual beli dengan sistem ijon, 

2- jual beli yang mengandung riba, 

3- jual beli yang mengandung dhoror (bahaya) pada pihak lain seperti menimbun barang, 

4- jual beli yang mengandung pengelabuan, 

5- jual beli yang terlarang karena sebab lain seperti jual beli pada shalat jum'at, jual beli di lingkungan masjid dan jual beli barang yang digunakan untuk tujuan haram. Jual beli yang mabrur berarti harus meninggalkan jual beli yang bermasalah ini.


Perintah Giat Bekerja

Hadits yang kita kaji juga menunjukkan agar kita semangat dalam mencari nafkah dan bekerja dengan menempuh jalan yang halal. Perintah ini juga disebutkan dalam firman Allah,


هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ


“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS. Al Mulk: 15). Bahkan giat bekerja dalam rangka mencari nafkah adalah jalan yang ditempuh para nabi 'alaihimush sholaatu was salaam. Sebagaimana disebutkan bahwa Nabi Daud mendapatkan penghasilan dari hasil keringat tangannya sendiri. Sedangkan Nabi Zakariya 'alaihis salam bekerja sebagai tukang kayu. Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah menjadi pengembala kambing, bahkan pernah menjadi pedagang dengan menjualkan barang milik Khodijah radhiyallahu 'anha.


Lantas Manakah Pekerjaan yang Terbaik?

Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Imam Al Mawardi, salah seorang ulama besar Syafi'i berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah bercocok tanam karena tawakkalnya lebih tinggi. Ulama Syafi'iyah lainnya yaitu Imam Nawawi berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah pekerjaan dengan tangan, dan bercocok tanam yang lebih baik dengan tiga alasan, yaitu termasuk pekerjaan dengan tangan, tawakkal seorang petani itu tinggi dan kemanfaatannya untuk orang banyak, termasuk pula manfaat untuk binatang dan burung.


Menurut Syaikh 'Abdullah bin 'Abdurrahman Ali Bassam, pekerjaan terbaik adalah disesuaikan pada keadaan setiap orang. Yang terpenting adalah setiap pekerjaan haruslah berisi kebaikan dan tidak ada penipuan serta menjalani kewajiban yang mesti diperhatikan ketika bekerja.


Kita dapat berdalil dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,


احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ


“Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah pada Allah, serta janganlah engkau malas" (HR. Muslim no. 2664). Dan ditambah lagi pekerjaan terbaik adalah yang banyak memberikan kemanfaatan untuk orang banyak. 


WaLLAAHUa'lam

PENTINGNYA MEMPERHATIKAN KEMASLAHATAN DALAM ISLAM

Islam sangat memperhatikan maslahat orang lain atau orang banyak. Adapun jika berkaitan dengan diri pribadi, maka bisa kita lakukan sesuka kita. Misalnya, dalam shalat ketika jadi imam, hendaknya imam memperhatikan mana yang maslahat untuk jama’ah di belakangnya karena ada yang tua dan sakit. Sedangkan jika ia shalat sendiri, maka ia boleh memanjangkan shalat semau dia.


Penjelasan Kaedah


Kaedah ini disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin sebagai berikut,


الواجب على من تصرف لغيره أن يفعل ما هو أحسن أما من تصرف لنفسه فيفعل ما يشاء مما يباح له


“Wajib bagi yang berinteraksi dengan orang lain, maka hendaklah ia melakukan yang maslahat (bagi orang lain). Adapun yang berinteraksi untuk dirinya sendiri, maka ia boleh saja melakukan sekehendaknya selama dibolehkan.”


Syaikh Muhammad juga menyampaikan, “Jika seseorang disuruh memilih antara dua atau beberapa pilihan, jika maksudnya adalah untuk memilih mana yang lebih mudah, maka ia boleh memilih sesukanya. Namun jika maksudnya adalah untuk memilih yang maslahat, maka hendaklah ia memilih yang lebih maslahat. Karena dalam kaedah disebutkan, “Barangiapa memilih di antara dua perkara dan berkaitan dengan hak orang lain, maka hendaklah ia memilih yang lebih maslahat, bukan memilih sesuka dirinya.”


Dalil Kaedah


Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ ، فَإِنَّ مِنْهُمُ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ ، وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ


“Jika salah seorang di antara kalian menjadi imam, maka peringanlah shalatnya. Karena di antara jama'ah ada orang yang lemah, ada yang sakit, ada yang sudah tua. Jika kalian shalat sendiri, maka silakan perpanjangan sekehendak kalian" (HR. Bukhari no. 703 dan Muslim no. 467).


Dalil di atas sudah sangat jelas menunjukkan maksud kaedah yang sedang kita kaji. Karena jika shalat sendiri, maka maslahatnya kembali pada diri sendiri. Namun ketika menjadi imam, maka di belakangnya ada orang banyak, ada yang sakit, lemah dan sudah tua renta sehingga sulit jika memilih shalat dengan berdiri yang lama dan maslahatnya adalah kembalikan pada mana yang terbaik untuk mereka.


Penerapan Kaedah


1- Jika seseorang menjadi wakil dalam menjual suatu barang, maka hendaknya ia menjual dengan mempertimbangkan maslahat. Dia hendaknya berusaha menjual barang tersebut sehingga mendapatkan untung dari harga yang ditetapkan. Berbeda halnya jika ia menjual barangnya sendiri, maka ia boleh menjual dengan harga lebih rendah semau dia.


2- Jika seseorang shalat sendiri (munfarid), ia boleh memanjangkan (memperlama) shalatnya. Namun jika ia mengimami lainnya, hendaklah ia memperhatikan maslahat orang di belakangnya.


3- Jika seseorang memandikan mayit tiga kali dan belum bersih, ia boleh menambah hingga bersih, bisa jadi dengan lima, tujuh atau lebih. Jumlah ini kembali pada ijtihad (pendapat) orang yang memandikan. Namun bukan sesuka dia untuk menambah. Ia harus mempertimbangkan manakah yang lebih maslahat karena hal ini berkaitan dengan hak orang lain.


4- Ketika imam melaksanakan shalat khouf,  maka ia memilih mana yang lebih maslahat bagi makmumnya.  Jika mungkin menyatukan jama'ah dalam sekali shalat, maka itu lebih baik.


5- Jika seseorang menunaikan kafaroh sumpah (termasuk nadzar), maka ia boleh memilih mana yang ia suka dari tiga pilihan: (1) memberi makan pada 10 orang miskin, (2) memberi pakaian pada 10 orang miskin, atau (3) membebaskan 1 orang budak. Jika tiga ini tidak bisa dilaksanakan, barulah ia memilih puasa tiga hari. Masalah ini berkaitan dengan individu, sehingga boleh memilih mana yang lebih disukai dari tiga pilihan tadi.


WaLLAAHUa'lam

TUMMA'NINAH DALAM SHOLAT

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu sebagai berikut.


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَرَدَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَيْهِ السَّلاَمَ فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » فَصَلَّى ، ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » . ثَلاَثًا . فَقَالَ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى . قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا


Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat." Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat." Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek shalatnya tersebut berkata, "Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas mengajarinya dan bersabda, "Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Alquran yang mudah bagimu. Lalu rukuklah dan sertai thumakninah ketika rukuk. Lalu bangkitlah dan beriktidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thumakninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thumakninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thumakninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu." (HR. Bukhari, no. 793 dan Muslim, no. 397).


Dalam riwayat An-Nasai disebutkan dari Rifa'ah bin Raafi', ia berkata,


كُنْتُ معَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا ِفي المَسْجِدِ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَِّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ كَانَ النَِّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْمُقُهُ فِي صَلاَتِهِ فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ ثُمَّ قاَلَ لَهُ: اِرْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ. فَرَجَعَ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَِّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ ثُمَّ قَالَ: اِرْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ. حَتَّى كَانَ عِنْدَ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَقَالَ: وَالَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ لَقَدْ جَهَدْتُ وَحَرَصْتُ فَأَرَنِي وَعَلِّمْنِي. قَالَ: إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تُصَلِّيَ فَتَوَضَّأ فَأَحْسَنَ وُضُوْءَكَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ قَاعِدًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ فَإِذَا أَتْمَمْتَ صَلاَتَكَ عَلَى هَذَا فَقَدْ تَمَّتْ وَمَا انْتَقَصْتَ ِمنْ هَذَا فَإنَّمَا تَنْتَقِصُهُ مِنْ صَلاَتِكَ.


“Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk-duduk di masjid, maka ada seseorang yang masuk dan mengerjakan shalat dua rakaat, kemudian ia datang dan mengucapkan salam pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerhatikan terus shalatnya, kemudian beliau menjawab salam. Lantas beliau berkata, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau belum shalat." Lantas ia kembali kemudian mengulangi shalat, kemudian ia datang dan mengucapkan salam kembali kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya, kemudian beliau bersabda, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau belum shalat." Sampai seperti itu terulang hingga ketiga atau keempat kalinya. Orang yang jelek shalatnya pun mengatakan pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Demi yang menurunkan kitab kepadamu, aku sudah sungguh-sungguh dan semangat dalam menjalankan shalat, engkau sudah melihatku, maka sudahlah ajarilah aku." Beliau pun bersabda, "Jika engkau ingin menjalankan shalat, berwudhulah dan perbagus wudhumu, lalu hadaplah kiblat, kemudian bertakbirlah, lalu bacalah surah. Kemudian rukuklah sampai thumakninah ketika rukuk. Kemudian bangkitlah dari rukuk sampai lurus berdiri. Kemudian sujudlah sampai thumakninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dari sujud sampai thumakninah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali sampai thumakninah ketika sujud, lalu bangkitlah. Jika engkau telah menyempurnakan shalatmu seperti ini, maka sudah sempurna shalatmu. Apa saja yang engkau kurang dari ini, maka berarti telah kurang dalam shalatmu." (HR. An-Nasai, no. 1052).


Hadits ini punya kedudukan yang mulia, dikenal dengan hadits al-musii' fii shalatihi, orang yang jelek dalam shalatnya. Tanda hadits ini begitu penting karena berisi berbagai hukum dalam tata cara shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang di mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jelaskan lewat lisan beliau. Dan sesuai kaedah dalam ilmu ushul fiqh "al-qaul muqaddam 'ala mujarrad al-fi'li" (perkataan lebih didahulukan dari sekadar perbuatan). Itulah penjelasan dari umumnya perintah yang disebutkan dalam ayat,


وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ


“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang rukuk." (QS. Al-Baqarah: 43)


Begitu pula sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,


وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى


“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR. Bukhari, no. 6008)


Hadits ini memiliki banyak jalur dan banyak lafazh, diriwayatkan dari dua orang sahabat yaitu Abu Hurairah dan Rifa'ah bin Raafi’ radhiyallahu 'anhuma. Hadits Rifa'ah bin Raafi' ini hadits penting karena ia sendiri yang hadir dalam kisah tersebut karena orang yang jelek shalatnya adalah Khalad bin Raafi’ yang merupakan saudara dari Rifa'ah. Tentu saja hadits Rifa’ah lebih punya kelebihan dalam dhabth dan itqan (bagusnya hafalan).


Keterangan hadits

1. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh sampai mengulangi shalat hingga tiga kali untuk mengingatkannya barangkali ia lupa, atau memantapkan ilmunya jika ia tidak tahu. Seperti ini akan mudah diterima, ini bukan karena ingin mentakzir yaitu mengingatkan keras orang yang salah. Namun ini dalam rangka meluruskan.


2. Dalam riwayat ada tambahan untuk isbaaghul wudhu' yaitu menyempurnakan wudhu.


3. "Kemudian membaca Alquran yang mudah bagimu" dalam riwayat Abu Hurairah tidak ada perbedaan. Namun dalam hadits dari Rifa'ah ada perbedaan sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram.


4. Thumakninah yang dimaksud adalah as-sukuun (tenang) walaupun hanya sebentar. Sedangkan yang dimaksud secara istilah adalah diamnya anggota tubuh beberapa saat.


Faedah hadits

1. Hadits ini jadi dalil akan wajibnya takbiratul ihram dengan lafazh "Allahu akbar". Takbiratul ihram ini termasuk rukun shalat, shalat tidaklah sah tanpa takbiratul ihram. Lafazh takbiratul ihram ini tidak bisa digantikan dengan lafazh Allahu Ajall, Allahu A'zhom, seperti itu tidaklah sah.


2. Doa istiftah tidaklah wajib karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan dalam hadits ini.


3. Wajib membaca apa yang mudah dibaca dari Alquran, dan yang dimaksud adalah membaca Al-Fatihah bagi yang bisa membacanya. Al-Fatihah dikatakan sebagai bacaan yang mudah dibaca dari Alquran karena kaum muslimin mudah menghafalkannya.


4. Jika tidak mampu membaca Al-Fatihah berarti membaca ayat lain yang mudah dibaca. Jika tidak bisa pula, maka beralih pada membaca dzikir (yaitu bisa dengan bacaan tahmid, takbir, dan tahlil).


5. Yang termasuk rukun shalat pula adalah rukuk, berdiri dari rukuk (iktidal), sujud dua kali, dan duduk antara dua sujud. Karena dalam hadits ini Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkannya.


6. Wajib thumakninah dalam setiap rukun seluruhnya. Rukun shalat tidaklah sah jika tidak ada thumakninah, sebagaimana pendapat jumhur ulama (Syafiiyyah, Hambali, Malikiyyah, Zhahiriyyah). Karena dalam hadits ini Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan thumakninah dalam rukuk, bangkit dari rukuk, sujud, dan duduk antara dua sujud. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh mengulangi shalat karena tidak memenuhi rukun ini. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam katakan bahwa ia tidak shalat, padahal ia dalam keadaan tidak tahu (jahil). Hal ini menunjukkan bahwa siapa saja yang meninggalkan thumakninah, ia tidak dikatakan shalat. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu'ah Al-Fatawa (22:569) menyebutkan bahwa sukun (tenang) dan thumakninah dalam shalat dihukumi wajib berdasarkan ijmak sahabat.

 

Dasar yang menunjukkan bahwa thumakninah termasuk wajib dalam shalat adalah hadits dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.أَوْ قَالَ : لاَ يُقِيْمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوْعِ وَ السُّجُودِ


"Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalatnya?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya." Atau beliau bersabda, "Ia tidak menegakkan punggungnya ketika rukun dan sujud." (HR. Ahmad, 22:569).


7. Mengenai kadar thumakninah ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa thumakninah adalah sukun (tenang) walaupun sebentar. Ini seperti pengertian secara bahasa dari thumakninah. Sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa thumakninah adalah sekadar dzikir yang dibaca tanpa tergesa-gesa.


8. Wajib tartib (berurutan) dalam melakukan rukun-rukun yang ada sebagaiman disebutkan dalam hadits karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkannya berurutan dengan kata "tsumma". Berurutan ini termasuk rukun shalat yang harus ada dalam shalat.


9. Segala yang disebutkan dalam hadits ini dihukumi wajib. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan orang yang jelek shalatnya dengan cara seperti yang beliau sebutkan. Adapun yang tidak disebutkan dalam hadits musii' fii shalatihi apakah masuk pula dalam wajib ataukah tidak, ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Kalau ulama madzhab Syafii hanya membatasi rukun shalat pada hadits ini saja, selain itu masuk dalam perkara sunnah shalat.

WaLLAAHUa'lam

KEBAIKAN ISLAM

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ


“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat." (HR. Tirmidzi, no. 2317; Ibnu Majah, no. 3976).


Faedah Penting dari Hadits

 

Pertama: Jika Islam seseorang itu baik, maka sudah barang tentu ia akan meninggalkan perkara yang haram, yang syubhat dan perkara yang makruh, begitu pula berlebihan dalam hal mubah yang sebenarnya ia tidak butuh. Meninggalkan hal yang tidak bermanfaat semisal itu menunjukkan baiknya seorang muslim. Demikian perkataan Ibnu Rajab Al-Hambali yang kami olah secara bebasmî


Kedua: Kata Ibnu Rajab rahimahullah, "Mayoritas perkara yang tidak bermanfaat muncul dari lisan yaitu lisan yang tidak dijaga dan sibuk dengan perkataan sia-sia” 


Dalam hadits Al-Husain bin 'Ali disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلاَمِ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ


“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat." (HR. Ahmad, 1: 201.).


Abu Ishaq Al-Khowwash berkata,


إِنَّ اللهَ يُحِبُّ ثلَاَثَةَ وَيُبْغِضُ ثَلاَثَةَ ، فَأَمَّا مَا يُحِبُّ : فَقِلَّةُ الأَكْلِ ، وَقِلَّةُ النَّوْمِ ، وَقِلَّةُ الكَلاَمِ ، وَأَمَّا مَا يُبْغِضُ : فَكَثْرَةُ الكَلاَمِ ، وَكَثْرَةُ الأَكْلِ ، وَكَثْرَةُ النَّوْمِ


“Sesungguhnya Allah mencintai tiga hal dan membenci tiga hal. Perkara yang dicintai adalah sedikit makan, sedikit tidur, dan sedikit bicara. Sedangkan perkara yang dibenci adalah banyak bicara, banyak makan, dan banyak tidur." (HR. Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman, 5:48).


Ketiga: Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Jika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, kemudian menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, maka tanda baik Islamnya telah sempurna.”


Biar Tidak Lalai

1. Berada dalam majelis ilmu.

2. Rajin berdzikir.

3. Rajin berdoa.

4. Shalat malam.

5. Ziarah kubur.

6. Tadabbur keadaan sekitar kita seperti merenungkan kematian yang ada di sekeliling kita.

7. Mengingat surga dan neraka.


WaLLAAHUa'lam

BERBEDA BOLEH, TAPI TAK BERMUSUHAN

Berselisih pendapat dalam masalah ijtihadiyah adalah suatu hal yang wajar. Karena barangkali ada pemahaman dalil yang berbeda atau beda dalam hal ijtihad. Namun seyogyanya perbedaan tersebut tidak mengantarkan pada sikap saling bermusuhan dan saling menghujat. Setiap muslim tetaplah bersikap bijak, mengedepankan akhlak mulia dan berkata yang santun.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkata,


وَأَمَّا الِاخْتِلَافُ فِي ” الْأَحْكَامِ ” فَأَكْثَرُ مِنْ أَنْ يَنْضَبِطَ وَلَوْ كَانَ كُلَّمَا اخْتَلَفَ مُسْلِمَانِ فِي شَيْءٍ تَهَاجَرَا لَمْ يَبْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ عِصْمَةٌ وَلَا أُخُوَّةٌ وَلَقَدْ كَانَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا سَيِّدَا الْمُسْلِمِينَ يَتَنَازَعَانِ فِي أَشْيَاءَ لَا يَقْصِدَانِ إلَّا الْخَيْرَ


“Adapun perselisihan dalam masalah hukum maka jumlahnya tak berbilang. Seandainya setiap dua orang muslim yang berselisih pendapat dalam suatu masalah harus saling bermusuhan, maka tidak akan ada persaudaraan pada setiap muslim. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu saja -dua orang yang paling mulia setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berdua berbeda pendapat dalam beberapa masalah, tetapi yang diharap hanyalah kebaikan." (Majmu' Al Fatawa, 24: 173)


Kembali Ibnu Taimiyah melanjutkan,


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada para sahabatnya,


لَا يُصَلِّيَن أَحَدٌ الْعَصْرَ إلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ


"Janganlah seorang pun shalat melainkan jika sudah sampai di Bani Quraizhah."


Di antara mereka ada yang sudah mendapati waktu Ashar di jalan, namun mereka berkata, "Janganlah shalat kecuali sudah mencapai Bani Quraizhah." Hingga akhirnya mereka pun luput (telat) melakukan shalat 'Ashar. Sedangkan lainnya berkata, "Kita tidak boleh mengakhirkan shalat 'Ashar." Akhirnya mereka pun melaksanakan shalat 'Ashar di jalan (pada waktunya). Namun tidak ada seorang pun di antara dua kelompok yang berbeda tersebut saling mencela. Hadits ini disebutkan dalam shahihain dari hadits Ibnu 'Umar.


Hal di atas berkaitan dengan masalah hukum (fikih). Oleh karenanya, jika ada masalah selama bukan suatu yang krusial dalam hal ushul (pokok agama), maka diserupakan seperti itu pula. 


Sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafi:i kepada Yunus Ash Shadafiy -nama kunyahnya Abu Musa-. Imam Syafi'i berkata padanya,


يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ


“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?"


Setelah membawakan perkataan Imam Asy Syafi'i di atas, Imam Adz Dzahabi berkata, "Hal ini menunjukkan kecerdasan dan kepahaman Imam Syafi'i walau mereka -para ulama- terus ada beda pendapat."


WaLLAAHUa'lam

Tuesday, December 13, 2022

JANGAN BERMUSUHAN SESAMA MUSLIM

Ada yang namanya hajr atau mendiamkan orang lain, bisa jadi karena hajat. Bisa jadi memang cuma mau mendiamkan, tak mau mengajak bicara, berikut ini penjelasannya.


وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا, وَيُعْرِضُ هَذَا, وَخَيْرُهُمَا اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ


Dari Abu Ayyub radhiyallahu :anhu, Rasulullah shallallahu :alaihi wa sallam bersabda, 'Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam." (Muttafaqun 'alaih) [HR. Bukhari, no. 6077 dan Muslim, no. 2560]


Faedah Hadits

Pertama: Hajr yang dimaksudkan dalam hadits adalah tidak berbicara pada muslim lainnya ketika bertemu, lalu saling berpaling satu dari lainnya.


Kedua: Kita diperintahkan tidak memutuskan hubungan sesama saudara seiman.


Ketiga: Diharamkan saling mendiamkan (menghajr) saudara lebih dari tiga malam. Tiga malam ini berdasarkan tabiat manusia untuk bisa berubah kalau didiamkan tiga hari.


Keempat: Sebenarnya saling hajr (mendiamkan), hukum asalnya terlarang.


Kelima: Saling mendiamkan dibolehkan hanya ketika ada hajat sesuai kebutuhan.


Keenam: Mendiamkan selama tiga hari ini berkaitan dengan urusan dunia, bisa bentuknya orang tua mendiamkan anaknya, atau teman mendiamkan temannya.


Ketujuh: Mendiamkan yang terkait dengan hak Allah waktunya tidak terbatas, seperti mendiamkan ahli maksiat dan teman yang jelek. Tujuan hajr di sini adalah untuk menyadarkan orang yang salah dan untuk mengingatkan yang lainnya. Bentuk seperti ini termasuk amar makruf nahi mungkar.


Ibnu Muflih berkata dalam Al-Adab Asy-Syar'iyyah, "Disunnahkan menghajr siapa saja yang terang-terangan dalam bermaksiat, baik terkait perbuatan, ucapan, atau keyakinan."


Kedelapan: Ucapan salam jadi langkah awal untuk menghapus hajr (pemboikotan). Namun salam tidaklah cukup sampai hubungan di antara dua orang yang saling mendiamkan kembali lagi seperti sedia kala.


WaLLAAHUa'lam

Sunday, December 11, 2022

AZAB NERAKA YANG PALING RINGAN

Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,


إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِى أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَتَانِ يَغْلِى مِنْهُمَا دِمَاغُهُ


"Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang yang diletakkan dua buah bara api di bawah telapak kakinya, seketika otaknya mendidih." (Muttafaq 'Alaih, sebagian tambahan Al-Bukhari, "sebagaimana mendidihnya kuali dan periuk.")


Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;


إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَنْتَعِلُ بِنَعْلَيْنِ مِنْ نَارٍ يَغْلِى دِمَاغُهُ مِنْ حَرَارَةِ نَعْلَيْهِ


"Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya, ia memakai dua sandal dari neraka, seketika itu mendidih oraknya disebabkan panasnya dua sandalnya itu."


Dalam redaksi lain,


إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا مَنْ لَهُ نَعْلاَنِ وَشِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ يَغْلِى مِنْهُمَا دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلِى الْمِرْجَلُ مَا يَرَى أَنَّ أَحَدًا أَشَدُّ مِنْهُ عَذَابًا وَإِنَّهُ لأَهْوَنُهُمْ عَذَابًا


"Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang memiliki dua sandal dan dua tali sandal dari api neraka, seketika otaknya mendidih karena panasnya sandal tersebut sebagaimana kuali mendidih. Orang tersebut merasa bahwa tak ada seorang pun yang siksanya lebih pedih daripadanya, padahal siksanya adalah yang paling ringan di antara mereka." (HR. Muslim:196)


Walaupun azab yang paling ringan sekalipun, tak satu makhlukpun yang sanggup metasakannya.


WaLLAAHUa'lam

Saturday, December 10, 2022

PENYEBAB MUSIBAH

Musibah terjadi di mana-mana di negeri ini. Di berbagai Daerah terjadi banjir. Di  Semeru terjadi banjir larva dingin. Gempa pun silih berganti.  Di Papua ada kerusuhan dan pembunuhan.


Apa gerangan yang sebenarnya terjadi?

Sebenarnya kalau kita mau koreksi diri, ini semua karena lantaran dosa kita yang begitu banyak.


Ayat berikut pantas untuk jadi renungan,


وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ


"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (QS. An-Nahl: 112).


Permisalan di atas ditujukan pada penduduk Makkah. Dahulu mereka hidup dalam keadaan aman, tentram dan melimpah berbagai rezeki yang bisa dipanen di sekitarnya. Siapa pun yang masuk ke dalamnya akan merasakan aman.


Yang dimaksud dalam ayat, Allah memberi rezeki yang mudah.  Itulah yang dimaksud dengan roghodaa', yaitu rezeki diberi penuh kemudahan.


Ketika mereka kufur pada nikmat Allah, yaitu enggan taat pada-Nya dan gemar bermaksiat, akhirnya Allah menimpakan rasa takut (khawatir) dan kelaparan pada mereka. Padahal sebelumnya, mereka diberikan nikmat yang besar, rasa aman, buah-buahan yang diperoleh begitu mudah dan rezeki yang melimpah. Sebab kesengsaraan dan kesusahan ini itulah yang disebutkan dalam ayat selanjutnya,


وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ


"Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim." (QS. An-Nahl: 113). Jadi sebab mereka mendapatkan musibah adalah karena durhaka pada Rasul.


Coba kita urutkan berbagai dosa di negeri ini.


Mulai dari dosa nomor satu, yaitu syirik. Coba lihat bagaimana kubur-kubur orang saleh dikultuskan begitu luar biasa. Memakai jimat dan rajah dengan tujuan untuk jadi pelindung diri hingga pesugihan menjadi hal yang biasa.


Allah Ta'ala berfirman,


وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا


"Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisa': 116).


Dalam ayat lain dalam nasehat Lukman pada anaknya disebutkan,


إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ


"Sesungguhnya syirik adalah benar-benar kezholiman yang besar." (QS. Lukman: 13).


Allah telah ingatkan bahwa karena sebab dosa, itu yang membuat musibah datang bertubi-tubi. Allah Ta'ala berfirman,


وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ


"Apapun musibah yang menimpa kalian, adalah akibat perbuatan dosa kalian sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syuraa: 30)


Jadi, musibah yang terjadi itu adalah akibat merebaknya dosa dan maksiat secara umum.


Adapun paceklik dan kemarau panjang, salah satu pemicu terbesarnya adalah karena banyaknya praktek kecurangan dalam bisnis dan perdagangan. Serta enggannya orang kaya untuk mengeluarkan zakatnya.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan,


وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤُنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ. وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا


"Ketika para pedagang gemar mencurangi timbangan, pasti manusia akan ditimpa musim paceklik panjang, biaya hidup yang tinggi dan kelaliman penguasa. Manakala orang-orang kaya enggan mengeluarkan zakat, pasti air hujan akan ditahan turun dari langit. Andaikata bukan karena (belas kasihan terhadap) hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah turun lagi." (HR. Ibnu Majah, no. 4019).


Mengenai kecurangan disebutkan dalam ayat berikut ini.


Allah Ta'ala berfirman,


وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3)


"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS. Al Muthoffifin: 1-3).


Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al-Quran Al-'Azhim berkata bahwa yang dimaksud dengan Al-Muthoffifin adalah berbuat curang ketika menakar dan menimbang. Bentuknya bisa jadi, ia meminta untuk ditambah lebih ketika ia meminta orang lain menimbang. Bisa jadi pula, ia meminta untuk dikurangi jika ia menimbangkan untuk orang lain. Itulah mengapa akibatnya begitu pedih yaitu dengan kerugian dan kebinasaan. Itulah yang dinamakan wail.


WaLLAAHUa'lam

Friday, December 9, 2022

Ikut atau Menolak Kemungkaran

Dari An Nu'man bin Basyir rahiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا ، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا . فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا ، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا


“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, "Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita." Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu." (HR. Bukhari no. 2493).


Ibnu Hajar memberikan beberapa faedah terkait hadits di atas:


– Hadits tersebut berisi pelajaran bahwa hukuman bisa jadi menimpa suatu kaum dikarenakan meninggalkan ingkarul mungkar atau merubah kemungkaran.


– Seorang yang berilmu bisa memberikan penjelasan dengan membawakan permisalan.


– Wajib bersabar terhadap kelakuan tetangga jika khawatir tertimpa bahaya yang lebih besar.


– Hendaknya saling mengingatkan jika ada kekeliruan atau bahaya yang diperbuat oleh saudara kita seperti orang yang berada di atas perahu melihat orang bawah ingin melubangi kapal supaya bisa mendapat air.


Faedah lainnya yang bisa diambil:


1- Meninggalkan kemungkaran tidak cukup pada individu saja, namun masyarakat secara umum.


2- Suatu negeri bisa saja ditimpa kehancuran atau kebinasaan gara-gara kemaksiatan yang dibiarkan begitu saja di tengah-tengah masyarakat tanpa ada yang mengingkari.


3- Setiap kemungkaran yang diterjang oleh individu menjadi lubang yang berbahaya yang dapat menenggelamkan seluruh masyarakat.


4- Kebebasan manusia bukanlah mutlak, namun masih terkait atau memperhatikan keadaan orang sekitarnya.


5- Sebagian orang ada yang ingin mendatangkan maslahat, namun dengan cara atau ijtihad yang keliru. Maka wajib bagi yang berilmu mengingkari kekeliruan semacam ini.


6- Bolehnya melakukan undian (tanpa adanya taruhan) dalam masalah memilih tempat, ada yang di atas dan di bawah.


WaLLAAHUa'lam

Thursday, December 8, 2022

Sholat Ketika Matahari Terbit dan Terbenam

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


لاَ تُصَلُّوْا عِنْدَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَلاَ عِنْدَ غُرُوْبِهَا ؛ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ وَتَغْرُبُ عَلَى قَرْنِ شَيْطَانٍ وَصَلُّوْا بَيْنَ ذَلِكَ مَا شِئْتُمْ


“Janganlah shalat ketika matahari terbit dan janganlah shalat ketika matahari tenggelam karena ketika itu matahari terbit dan tenggelam di atas tanduk setan. Shalatlah di antara itu semau kamu." (HR. Abu Ya'la dalam musnadnya, 2/200 dan Al-Bazzar, 1/293/613)


Dan ingat, shalat yang dilakukan ketika matahari akan tenggelam itulah shalat orang munafik. Perhatikan hadits berikut.


Dari Al-'Alaa' bin 'Abdurrahman, bahwasanya ia pernah menemui Anas bin Malik di rumahnya di Bashroh ketika beliau selesai dari shalat Zhuhur. Rumah beliau berada di samping masjid.


Ketika Al-Alaa' bertemu dengan Anas, Anas bertanya, "Apakah kalian sudah shalat 'Ashar?”


“Kami baru saja selesai dari shalat Zhuhur", jawab Al-'Alaa.


Anas memerintahkan mereka untuk shalat 'Ashar. Setelah mereka shalat, Anas berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً


“Ini adalah shalat orang munafik. Ia duduk hingga matahari berada antara dua tanduk setan. Lalu ia mengerjakan shalat 'Ashar empat raka'at dengan cepatnya. Ia hanyalah mengingat Allah dalam waktu yang sedikit." (HR. Muslim, no. 622).


Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sampai menyebut inilah shalat orang munafik sebagai celaan bagi orang yang mengakhirkan shalat 'Ashar tanpa uzur. Karena dalam hadits disebutkan bahwa mereka duduk-duduk hingga matahari akan tenggelam.


WaLLAAHUa'lam

Wednesday, December 7, 2022

Membaca Al-Qur'an Ketika Ada Yang Sholat

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanyakan, “Bagaimana hukum bagi orang yang mengeraskan bacaan Al Qur'an sedangkan yang lain sedang mengerjakan shalat sunnah di masjid atau mengerjakan shalat tahiyatul masjid? Bacaan keras tersebut dapat mengganggu saudaranya yang lain. Apakah dilarang mengeraskan bacaan Al Qur'an ketika itu?”


Syaikhul Islam rahimahullah menjawab: Tidak boleh bagi seorang pun untuk mengeraskan bacaan baik ketika shalat atau keadaan lainnya, sedangkan saudaranya yang lain sedang shalat di masjid, lalu dia menyakiti saudaranya dengan mengeraskan bacaan tadi. Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menemui beberapa orang yang sedang shalat di bulan Ramadhan dan mereka mengeraskan bacaannya. Lalu Nabi shallallahu berkata pada mereka,


أَيُّهَا النَّاسُ كُلُّكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ


“Wahai sekalian manusia. Kalian semua sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Oleh karena itu, janganlah di antara kalian mengeraskan suara kalian ketika membaca Al Qur'an sehingga menyakiti saudaranya yang lain.”


Beliau rahimahullah mengatakan, "Dari sini tidak boleh bagi seorang pun mengeraskan bacaan Al Qur'an-nya sehingga menyakiti saudaranya yang lain seperti menyakiti saudara-saudaranya yang sedang shalat.”


WaLLAAHUa'lam

Tuesday, December 6, 2022

ALLAH Punya Anak?

Pantaskah Allah dikatakan punya anak? Sungguh perkataan ini adalah perkataan mungkar yang hampir membuat langit terbelah.


Allah Ta'ala berfirman,


وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)


“Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda'wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak." (QS. Maryam: 88-92)


Inilah sanggahan yang telak pada orang yang menyatakan Allah memiliki anak. Juga orang Yahudi menyatakan bahwa Uzair itu putera Allah. Sedangkan orang musyrik menyatakan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Maha Suci Allah akan perkataan busuk mereka.


Allah pun membantah bahwa sungguh perkataan tersebut sangat-sangat keji. Yang menunjukkan bahayanya perkataan semacam itu, Allah katakan bahwa hampir-hampir saja langit runtuh. Gara-gara perkataan itu pula, bumi hampir saja terbelah. Gunung-gunung pun ikut hancur lantaran perkataan mungkar tersebut.


Ingatlah, Allah tidak pantas dikatakan demikian. Apabila dinyatakan Allah memiliki anak, itu menunjukkan adanya sifat kekurangan dan itu sama saja menandakan Allah itu butuh pada makhluk. Padahal Allah itu "al ghoniy al hamiid", yang Maha Cukup (artinya: tidak butuh pada makhluk-Nya) dan Maha Terpuji.


Begitu pula jika ada yang mengatakan Allah memiliki anak, berarti anak itu akan serupa dengan orang tuanya. Padahal tidak ada yang serupa dengan Allah Ta'ala. Demikian yang dikatakan oleh Syaikh As Sa'di dalam kitab tafsirnya, Taisir Al Karimir Rahman.


Berarti kekeliruan dari pernyataan Allah itu memiliki anak: (1) Allah itu tidak butuh pada makhluk, (2) Allah itu tidak serupa dengan makhluk sebagaimana kemiripan antara orang tua dan anak.


Ka'ab Al Ahbar mengatakan,


غضبت الملائكة، واستعرت النار ، حين قالوا ما قالوا


“Malaikat akan murka, api neraka akan panas menyala ketika mereka menyuarakan apa yang mereka katakan.”


Meski dikatakan seperti itu, Allah masih tetap memberikan rezeki. Meskipun disakiti, Allah tetap memberikan maaf. Dalam hadits yang dikeluarkan dalam shahihain,


لَيْسَ أَحَدٌ – أَوْ لَيْسَ شَىْءٌ – أَصْبَرَ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ ، إِنَّهُمْ لَيَدْعُونَ لَهُ وَلَدًا ، وَإِنَّهُ لَيُعَافِيهِمْ وَيَرْزُقُهُمْ


“Tidak ada sesuatu pun yang lebih sabar dari bentuk disakiti yang ia dengar selain Allah. Mereka menyatakan bahwa Allah memiliki anak. Meski demikian, Allah masih memaafkan mereka dan tetap memberikan mereka rezeki." (HR. Bukhari no. 6099 dan Muslim no. 2804, dari Abu Musa). Demikian pelajaran dari Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim karya Ibnu Katsir rahimahullah.


Namun tetap perkataan "Allah itu punya anak" adalah mungkar.


Ibnu Katsir menyatakan,


وأنه لا إله إلا هو، وأنه لا شريك له، ولا نظير له ولا ولد له، ولا صاحبة له، ولا كفء له، بل هو الأحد الصمد:


وفي كُلّ شَيءٍ له آيةٌ … تَدُل على أنه واحِدُ …


“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Allah tidaklah memiliki anak dan istri. Tidak ada yang semisal dengan-Nya. Allah itu Al Ahad Ash Shomad (Maha Esa dan semua makhluk bergantung pada-Nya).


Pada segala sesuatu terdapat ayat (tanda kuasa Allah), itu semua menunjukkan Allah itu Esa.” Demikian dinukil dari Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim.


WaLLAAHUa'lam

Monday, December 5, 2022

JANGAN MEREMEHKAN ATAU MENGHINA

Ada beberapa wasiat yang disampaikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada Abu Jurayy Jabir bin Sulaim. Wasiat yang pertama kita ulas adalah jangan sampai menghina dan meremehkan orang lain. Boleh jadi yang diremehkan lebih mulia dari kita di sisi Allah.


Abu Jurayy Jabir bin Sulaim, ia berkata, "Aku melihat seorang laki-laki yang perkataannya ditaati orang. Setiap kali ia berkata, pasti diikuti oleh mereka. Aku bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Aku berkata, "'Alaikas salaam (bagimu keselamatan), wahai Rasulullah (ia mengulangnya dua kali)." Beliau lalu berkata, "Janganlah engkau mengucapkan 'alaikas salaam (bagimu keselamatan) karena salam seperti itu adalah penghormatan kepada orang mati. Yang baik diucapkan adalah assalamu 'alaik (semoga keselamatan bagimu.”


Abu Jurayy bertanya, "Apakah engkau adalah utusan Allah?" Beliau menjawab, "Aku adalah utusan Allah yang apabila engkau ditimpa malapetaka, lalu engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menghilangkan kesulitan darimu. Apabila engkau ditimpa kekeringan selama satu tahun, lantas engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untukmu. Dan apabila engkau berada di suatu tempat yang gersang lalu untamu hilang, kemudian engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan mengembalikan unta tersebut untukmu.”


Abu Jurayy berkata lagi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Berilah wasiat kepadaku.”


Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pun memberi wasiat,


لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا


“Janganlah engkau menghina seorang pun." Abu Jurayy berkata, "Aku pun tidak pernah menghina seorang pun setelah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.”


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya,


وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ


“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau dengan berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.


Tinggikanlah sarungmu sampai pertengahan betis. Jika enggan, engkau bisa menurunkannya hingga mata kaki. Jauhilah memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Penampilan seperti itu adalah tanda sombong dan Allah tidak menyukai kesombongan.


Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya." (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722).


Di antara wasiat Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas adalah janganlah menghina orang lain. Setelah Rasul menyampaikan wasiat ini, Jabir bin Sulaim pun tidak pernah menghina seorang pun sampai pun pada seorang budak dan seekor hewan.


Dalam surat Al Hujurat, Allah Ta'ala memberikan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik." (QS. Al Hujurat: 11)


Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa ayat di atas berisi larangan melecehkan dan meremehkan orang lain. Dan sifat melecehkan dan meremehkan termasuk dalam kategori sombong sebagaimana sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam,


الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ


“Sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan manusia." (HR. Muslim no. 91). Yang dimaksud di sini adalah meremehkan dan menganggapnya kerdil. Meremehkan orang lain adalah suatu yang diharamkan karena bisa jadi yang diremehkan lebih mulia di sisi Allah seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.”


WaLLAAHUa'lam

CARA MENGHADAPI ORANG HASAD

Pertama: Bertawakal kepada Allah.


Allah Ta'ala berfirman,


وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ


“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. Ath-Thalaq: 3)


Kedua: Bertakwa kepada Allah.


Allah Ta'ala berfirman,


وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ


“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan." (QS. Ali 'Imran: 120)


Ketiga: Meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan orang yang hasad.


Dari hadits Mu'adz bin 'Abdillah bin Khubaib dari bapaknya, ia berkata, “Kami pernah keluar pada malam yang hujan dan sangat gelap. Kami meminta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam agar mau mendoakan kebaikan untuk kami. Kami pun mendapati beliau. Beliau berkata, 'Ucapkanlah'. Aku tidak mengucapkan apa pun. Beliau berkata lagi, 'Ucapkanlah'. Aku pun tidak mengucapkan apa pun. Beliau berkata lagi, 'Ucapkanlah’. Aku lantas bertanya, "Apa yang mesti aku ucapkan?' Beliau menjawab,


قُلْ (هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ حِينَ تُمْسِى وَتُصْبِحُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ


'Bacalah: surah Al-Ikhlas, lalu surah al-mu'awwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Naas) ketika petang dan pagi sebanyak tiga kali, maka itu akan mencukupimu dari segala sesuatu.'" (HR. Tirmidzi, no. 3575).


Syaikh Musthafa Al-'Adawi hafizhahullah mengatakan, “Benteng yang paling kuat untuk melindungi diri dari kejahatan orang yang hasad adalah dengan berpegang pada Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu meminta perlindungan kepada Allah Rabb semesta alam.” 


Keempat: Jangan beritahu orang yang hasad tentang nikmatmu.


Coba ambil pelajaran dari apa yang dikatakan oleh Nabi Ya'qub pada putranya Nabi Yusuf 'alaihimas salam,


قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَىٰ إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ


“Ayahnya berkata: 'Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia"." (QS. Yusuf: 5)


Dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang mimpi baik dan mimpi buruk,


« الرُّؤْيَا الْحَسَنَةُ مِنَ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلاَ يُحَدِّثْ بِهِ إِلاَّ مَنْ يُحِبُّ ، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَلْيَتْفُلْ ثَلاَثًا وَلاَ يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ »


“Mimpi yang baik itu dari Allah. Jika salah seorang di antara kalian bermimpi sesuatu yang disenangi, janganlah menceritakannya selain pada orang yang menyukai saja. Namun, jika bermimpi yang tidak disukai, mintalah perlindungan kepada Allah dari keburukan mimpi tersebut dan juga dari kejahatan setan. Kemudian, meludahlah sebanyak tiga kali dan jangan menceritakan hal tadi kepada seorang pun. Karena mimpi tersebut tidak akan memudaratkan orang yang bermimpi tadi.” (HR. Bukhari, no. 7044 dan Muslim, no. 2261, dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu)


Kelima: Jangan ambil peduli dengan orang yang hasad, sibukkan diri dan tidak banyak memikirkan dia.


Ibnul Qayyim rahimahullah secara ringkas mengatakan bahwa jika ada yang hasad pada kita, tidak usah dipedulikan, tidak perlu takut, dan hati kita tidak usah memikirkan dia.  


Keenam: Menghadap dan ikhlas kepada Allah, dengan menyibukkan hati untuk mencintai, rida, dan bertaubat kepada-Nya.


Allah Ta'ala berfirman,


إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ , إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ


“Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah." (QS. An-Nahl: 99-100)


Ketujuh: Tabah (sabar) dalam menghadapi orang yang hasad.


Allah Ta'ala berfirman,


۞ ذَٰلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنْصُرَنَّهُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ


“Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (QS. Al-Hajj: 60). Jika Allah benar-benar memberikan jaminan, padahal ia telah membalas sesuai dengan haknya. Bagaimana lagi jika seseorang yang tidak membalas sama sekali, berarti ia bersabar, ia terus dizalimi dan ia mau bersabar. Bukankah kita tahu sendiri bahwa hukuman bagi orang yang bertindak zalim dan memutus silaturahim itu lebih cepat mendapatkan hukuman. Ingatlah bahwa sudah jadi sunnatullah:


لَوْ بَغَى جَبَلٌ عَلَى جَبَلٍ جَعَل َالبَاغِي مِنْهُمَا دَكًّا


Jika satu gunung menzalimi gunung yang lain, salah satu yang zalim nantinya akan rata dengan tanah. Ini yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Badai' Al-Fawaid.


Kedelapan: Berbuat baik pada orang yang hasad.


Allah Ta'ala berfirman,


وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ, وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ , وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ


“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Fussilat: 34-36).


Juga dalam ayat,


أُولَٰئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ مَرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ


“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (QS. Al-Qasas: 54)


Lihat pula bagaimana sikap para nabi ketika mereka disakiti dan dizalimi oleh kaumnya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri saat perang Uhud malah berdoa,


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِى فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ


“Ya Allah ampunilah kaumku karena mereka sejatinya tidak mengetahui." (HR. Bukhari, no. 3477 dan Muslim, no. 1792). Doa ini mengandung pelajaran bagaimanakah keburukan dibalas dengan kebaikan dalam empat bentuk:


أَحَدُهَا عَفْوُهُ عَنْهُمْ وَالثَّانِي اِسْتِغْفَارُهُ لَهُمْ الثَّالِثُ اِعْتِذَارُهُ عَنْهُمْ بِأَنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ الرَّابِعُ اِسْتِعْطَافُهُ لَهُمْ بِإِضَافَتِهِمْ إِلَيْهِ


1. Memaafkan.

2. Memintakan ampun untuk yang berbuat zalim.

3. Memberikan uzur pada mereka karena mereka tidak tahu.

4. Para nabi itu begitu sayang dan simpati pada kaumnya sendiri karena mereka tetap menyatakan itu kaumnya.


Empat hal di atas disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam Badai' Al-Fawaid.


Kesembilan: Segera bertaubat atas dosa.


Kesepuluh: Orang yang hasad itu mandi dan airnya disiramkan pada orang yang kena hasad.


Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,


الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَىْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا


“'Ain itu benar adanya. Segala sesuatu terjadi dengan takdir, termasuk pula 'ain terjadi dengan takdir. Apabila kalian diminta untuk mandi (karena memberi dampak 'ain), maka mandilah." (HR. Muslim, no. 2188. Lihat Syarh Shahih Muslim tentang hadits ini).


Kesebelas: Lakukan ruqyah syariyyah.


Kedua belas: Memiliki iman dan tauhid yang kuat.


WaLLAAHUa'lam

Sunday, December 4, 2022

SUAMI DAN KERIDHAANNYA

(K.H. Maimun Zubair)


Ada seorang ibu, mau cerai dari suaminya. Lalu dia diskusi panjang dengan saya....


Ibu.: Mbah Mun, sy sdh ga kuat dgn suami saya. Saya mau cerai saja...

Kyai. : Emangnya kenapa bu?


Ibu. : Ya suami saya udah ga ada kerjanya, ga kreatif, ga bisa jadi pemimpin utk anak2. Nanti gimana anak2 saya kalau ayahnya modelnya kayak begitu. Saya harus cari nafkah cape2 dia santai aja di rumah.

Kyai.: Oooh gitu, cuma itu aja? 


Ibu.: Sebenarnya masih banyak lagi, tapi ya itu mungkin sebab yg paling utama.


Kyai.: Oooooh... iya... mau tahu pandangan saya ga bu?


Ibu.: Boleh Mbah Mun.


Kyai.: Gini... ibarat orang punya kulkas, tapi dipakainya untuk lemari pakaian, ya akhirnya ga bakal puas dengan produk kulkas tersebut. Sudahlah ga muat banyak, ga ada gantungan pakaiannya, ga ada lacinya, ga bisa dikunci, malah boros listrik...

Nah... itulah kalau kita pakai produk ga sesuai fungsi. Sebagus apapun produknya kalau dipakai tidak sesuai peruntukannya ya ga akan puas.


Ibu.: Mmm... trus apa hubungannya sama suami saya?


Kyai.: Ya... ibu berharap banget suami ibu jalankan fungsi yang sekunder, bahkan tersier barangkali. Tapi fungsi primernya ga dipakai.


Ibu.: Saya ga berharap lebih koq Mbah Mun. Sy cuma pengen dia nafkahi keluarga dengan baik. Saya cuma pengen dia jadi pemimpin yang baik.


Kyai.: Iya... itu mah cuma fungsi sampingan dari suami. Sayang atuh suami cuma diharapkan jadi begitu aja. Fungsi primernya yang paling utama malah ga ibu harapkan dan kejar.


Ibu.: Mmmmm... emang apa fungsi primernya seorang suami?


Kyai.: Fungsi primer suami ibu itu adalah untuk jadi tameng bagi dosa2 ibu di neraka.

Saat ibu dapat ridho dari suami, maka... semua dosa2 ibu langsung dimaafkan sama Allah atas keridhoan suami ibu. 

Jadi, seorang suami duduk diem aja, itu sangat manfaat untuk ibu, tinggal ibu aja gunakan fungsinya dgn maksimal. Lakukan apapun yang terbaik yang ibu bisa lakukan untuk dapatkan ridho suami. 

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan “Ayyumam raatin maatat wa zaujuha ‘anha raadhin dakhalatil jannah”


Yang artinya “Seorang istri meninggal dunia dan suaminya ridho sepenuhnya kepadanya, maka langsung masuk syurga”


Selebihnya, itu cuma fungsi2 sekunder dari suami. Kejar dulu yg utama ini.

Suami ga kerja ya ga apa2... yang penting sudah jadi suami ibu. Jangan lepaskan, jangan dicerai. Biarkan dia jadi tameng saja bagi neraka.

Kalau cerai, nanti ibu langsung berhadapan dengan api neraka. Dosa2 ibu ga ada yang menghapusnya, kecuali amalan ibu sangat spesial dan udah ga ada dosa sama sekali.

Ibu tinggal cari ridhonya suami. Kalau mmg ibu yang cari nafkah ya gpp. Semua harta yg ibu berikan ke anak dan rumah tangga itu semuanya terhitung sedekah yang sangat mulia. Jauh lebih mulia daripada sedekah ke anak yatim.


Ibu.: koq bisa lebih mulia dari anak yatim?


kyai.: ya krn anak yatim ini bukan bagian dari hidup ibu. Memberikannya adalah sedekah yg hukumnya sunnah. Sementara suami, sdh terikat dengan akad nikah, sudah menjadi bagian dari ibu. 

Silahkan dibagi sedekah untuk org lain dengan sedekah untuk keluarga, tp yg untuk keluarga, itu yg lebih utama.


Ibu.: Tapi... kalau suami zalim bgm? Bahkan KDRT ke keluarga?


Kyai.: Ya gpp juga... tetap pertahankan. Krn semua perbuatan zalim akan kembali kepada yang melakukannya. Suami akan menanggung akibat KDRT yang dilakukannya. Siksaan Allah sangat pedih bagi suami yang tega menyakiti keluarganya.

Sementara... Ibu fokus aja terus cari ridhanya suami.

Pernah dengar? Istrinya Fir’aun masuk syurga? Apa kurangnya coba Fir’aun melakukan KDRT? Bukan hanya ke sang istri, Fir’aun bahkan tega membunuh bayi2.

Ke istrinya Asiyah, Fir’aun menyiksanya dan bahkan membunuhnya. Doa terakhir Asiyah diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.

Dia tidak meminta Fir’aun di adzab. Dia hanya meminta imbalan atas kesabarannya “ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam syurga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang zalim” (66:11)


Ibu.: Ya Allah... Mbah Mun ... trmksh atas diskusinya. Lalu apa yang harus saya lakukan?


Kyai.: Ibu mau ikuti saran dari saya?


Ibu.: Apa itu Mbah Mun..?


Kyai.: Lakukan ini selama 7 hari saja... setiap malam, Tanyakan ke suami, “Abang, berapa persen ridhonya abang sama aku hari ini?”


Kalau dia jawab 95%... jangan tidur. Lakukan apapun untuk membuatnya menjawab sampai 100%. Mungkin dipijitin, mungkin dibuatkan makanan, teh, hidangkan buah, apapun... sampai dia mau jawab 100%. Baru setelah dia jawab “iya, aku ridho sama kamu 100%” nah silahkan tidur....


Lakukan selama 7 hari dan rasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang akan ibu dapatkan.


Ibu.: Baik Mbah Mun


Kyai.: Smg Allah memuliakan ibu dan suami ibu.


Ibu.: Aaaamiin ya Rabb... trmksh Mbah Mun...


*****


SELANG 5 HARI BERLALU, IBU ITU DATANG KEMBALI MENGHADAP KYAI


Ibu.: Mbah Mun.... ya Allah... trmksh banyak... saya ga tahu mau ngomong apa sama Mbah Mun... trmksh sudah merubah hidup saya... hanya Allah yang bisa memuliakan Mbah Mun dan keluarga...


Kyai.: Alhamdulillah... gimana, saran saya, sdh dijalankan?


Iby.: Iya Mbah Mun... dan saya rasakan saya lebih bahagia sekarang. Ini suami juga sudah mulai inisiatif cari kerjaan... walaupun belum dapat, saya sudah cukup bahagia Mbah Mun, dia mau bantuin saya nganter ke mana2.... ya Allah... enak banget Mbah Mun...


Kyai.: Alhamdulillah...


Ibu.: Saya mau terus lakukan saran Mbah Mun, ga cuma 7 hari..., tapi mau saya lakukan selama2nya boleh Mbah Mun...?


Kyai.: Buoleh banget... lakukan sampai salah satu dari ibu atau suami, dijemput malaikat dengan Husnul Khotimah...


Ibu.: Huhuhu... makasiiiiih Mbah Mun...


Kyai.: Sama2


Catatan:

KH. Maimun Zubair

(yg sering dipanggil Mbah Mun)

Ulama besar dan Tokoh NU  dari Jawa Tengah.