Saturday, March 12, 2022

GERAK DALAM SHALAT

Seringkali kita sendiri atau saudara kita terlihat di-garuk kepala, merapikan baju atau melakukan gerakan lainnya dalam shalat yang sebenarnya bukan darurat. Apakah banyak gerak itu shalat? Adakah jumlah gerakan yang membuat shalat seseorang menjadi batal?

Perlu diketahui –saudaraku- bahwa hukum asal bergerak (di luar gerakan shalat) adalah terlarang kecuali jika ada hajat (kebutuhan). Namun perlu diketahui bahwa gerakan dalam shalat (di luar gerakan shalat) itu ada lima macam:

1. Gerakan yang diwajibkan.

2. Gerakan yang diharamkan.

3. Gerakan yang dimakruhkan.

4. Gerakan yang disunnahkan.

5. Gerakan yang hukumnya mubah (boleh saja).

Gerakan yang dipaksakan, misalnya adalah ketika seorang yang sedang shalat memperhatikan di penutup kepalanya ada najis, maka ia bergerak untuk memindahkannya dan ia melepas penutup tersebut.

Hal ini sebagaimana yang pernah terjadi pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu datang malaikat Jibril Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang melaksanakan shalat berjama'ah dengan yang lainnya. Lalu Jibril bahwa di sendal beliau ada najis. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencopotnya sedangkan beliau shalat dan beliau terus melanjutkan shalatnya.

Contoh lainnya adalah ketika seseorang salah menghadap kiblat lalu ada yang mengingatkan, maka ia harus menoleh atau memutar arah kiblat. Gerakan ini wajib.

Gerakan yang diharamkan adalah gerakan yang memenuhi tiga syarat: (1) gerakannya banyak, (2) berturut-turut, dan (3) dilakukan bukan dalam keadaan darurat. Gerakan karena ini adalah gerakan yang membuat shalat tidak boleh dilakukan saat itu. Perbuatan semacam ini termasuk mempermainkan ayat-ayat Allah.

Gerakan yang disunnahkan adalah gerakan untuk melakukan perbuatan yang hukumnya sunnah dalam shalat. Misalnya seseorang ketika shalat bergerak untuk membangun shaf. Atau ia melihat ada tempat yang kosong di bawah, lalu ia bergerak maju ke depan untuk mengisi kekosongan. Perbuatan ini termasuk sunnah dalam shalat karena dalam rangka penyempurnaan shalat. Dalil dari hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits bahwa Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma pernah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu, ia berdiri di sebelah kiri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menarik kepala Ibnu 'Abbas dari belakang dan di sebelah kanan beliau. (Hadits Muttafaqun 'alaih)

Gerakan yang dikatakan mubah (boleh) adalah gerakan yang sedikit karena ada hajat (butuh) atau gerakan yang banyak karena darurat. Contoh gerakan yang sedikit karena ada hajat adalah perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika shalat sambil membawa Umamah binti Abil 'Ash


أَبِي ادَةَ ( الَ : { انَ لُ اَللَّهِ لّى الله ليه لّم لِّي امِلٌ امَةَ , ا وَضَعَهَا , ا امَ لَهَا } لَيْهِ } .


لِمُسْلِمٍ : { اَلنَّاسَ اَلْمَسْجِدِ } .


Dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat sambil membawa Umamah binti Zainab. Jika beliau sujud, beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri, beliau membawanya.” (Muttafaqun 'alaih. Dalam riwayat Muslim, "Sedang beliau mengimami orang-orang di masjid.") [HR. Bukhari, no. 516 dan Muslim, no. 543]

Adapun gerakan yang mubah, banyak dan dalam kondisi darurat, contohnya adalah shalat dalam keadaan perang. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,


افِظُوا لَى الصَّلَوَاتِ الصَّلاةِ الْوُسْطَى ا لِلَّهِ قَانِتِينَ* الاً اناً ا اذْكُرُوا اللَّهَ ا لَّمَكُمْ ا لَمْ ا لَمُونَ


“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian jika kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah: 238-239)

Sholat ketika perang itu bisa sambil berjalan. Orang yang shalat seperti ini tentu gerakannya banyak, namun seperti itu dibolehkan karena darurat.

Gerakan yang dimakruhkan adalah gerakan selain yang disebutkan di atas, yaitu hukum asal gerakan (di luar gerakan shalat), adalah dimakruhkan. Oleh karena itu, kita katakan pada orang yang bergerak sana-sini dalam shalat, gerakannya itu makruh, mengurangi kesempurnaan shalat. Jadi jika ada yang melihat-lihat jam, letakkan-garuk kepalanya, pegang hidungnya, menyentuh-nyentuh jenggotnya, atau semisal itu, ini asalnya hukumnya makruh. televisi jika gerakan-gerakan tersebut banyak dan berturut-turut, maka bisa jadi mewujudkan shalat.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al 'Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa gerakan yang membuat shalat tidak bisa kita katakan bahwa jika melakukan hanya beberapa gerakan (dengan jumlah bilangan tertentu), maka shalatnya batal. Yang benar, tidak ada batasan jumlah gerakannya. Semua jumlah gerakannya adalah kuantitas banyak yang menafikan (membatalkan) shalat dan itu secara 'urf (kebiasaan) yang dinilai sudah banyak. Jadi jika seseorang dalam shalat bergerak sana-sini, lalu orang-orang melihatnya, ini seolah-olah bukan orang yang sedang shalat karena dengan banyaknya gerakan yang ia lakukan, maka shalatnya batal. sebagian ulama menyatakan gerakan yang dilakukan adalah jika sudah tiga kali geraknya, ini butuh dalil. Karena siapa saja yang membatasinya dengan bilangan tertentu atau cara tertentu,


WaLLAAHUa'lam

0 comments :

Post a Comment