This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tuesday, September 29, 2020

Sanad keilmuan NU hingga Rasulullah SAW

1. Sayyidul Wujud Insanul Kamil Nabi Muhammad Rasulullah SAW

2. Al Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib "Karramallaahu Wajhahu"

3. Muhammad (Putra Sayidina Ali, dari istri kedua Kaulah bin Ja’far)

4. Al Imam Wasil bin Atho’

5. Al Imam Amr bin Ubaid

6. Al Imam Ibrohim Annadhom

7. Al Imam Abu Huzail Al-Alaq

8. Al Imam Abu Hasyim Al-Jubbai

9. Al Imam Abu Ali Al-Jubbai

10. Al Imam Abu Hasan al Asy'ari (Pendiri Faham “AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH” ASWAJA) 234 Karangannya : Kitab Maqolatul Islamiyin, Al Ibanah, Al Risalah, Al-Luma’, dll

11. Al Imam Abu Abdillah Al Bahily

12. Al Imam Abu Bakar Al Baqilany, karangannya : Kitab At Tamhid, Al Insof, Al bayan, Al Imdad, dll

13. Al Imam Abdul Malik Imam Haromain Al Juwainy, karangannya : Kitab Lathoiful Isaroh, As Samil, Al Irsyad, Al Arba’in, Al kafiyah, dll

14. Al Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghozali.

Karangannya : Kitab Ihya Ulumuddin, Misyakatul Anwar, Minhajul Qowim, Minhajul Abidin dll.

15. Abdul Karim Al-Shahrastani. Karangannya: kitab Al Milal Wannihal, Musoro’atul Falasifah, dll.

16. Muhammad bin Umar Fakhrur Raazi, Karangannya: Kitab Tafsir Mafatihul Ghoib, Matholibul ‘Aliyah, Mabahisul Masyriqiyah, Al Mahsul Fi Ilmil Usul, dll

17. Adhudin Al Ijjy, karangannya: Kitab Al Mawaqit Fi Ilmil Kalam.

18. Abu Abdillah Muhammad As Sanusi, Karangannya: Kitab Al Aqidatul Kubro dll.

19. Imam Al Bajury, karangannya: Kitab Jauhar Tauhuid, dll.

20. Imam Ad Dasuqy, karangannya: Kitab Ummul Barohin, dll.

21. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan

22. Ahmad Khotib Sambas Kalimantan, Karangannya : Kitab Fathul ‘Arifin, dll.

23. Muhammad An Nawawi Banten, Karangannya: Sy. Safinatunnaja, Sy. Sulamutaufiq, dll.

Yang Mayoritas Ulama Di Indonesia memakai Karangan Syeikh Nawawi Albantaniy sebagai Kitab Rujukan.

24. Syech Mahfudz At-Termasi (mursyid Hadist Bukhori matan ke-23, muridnya:

– Syech Arsyad Al Banjari Banjarmasin

– Syaikhona Kholil - Bangkalan Madura

– Abdul Shomad Al-Palembangi Palembang

25. KH. Hasyim Asy’Ari (Pendiri NU)

Monday, September 28, 2020

Ajaran “Tujuh Sap Tangga” Sunan Drajat Yang Menggetarkan Jiwa

Sunan Drajat merupakan salah satu dari wali songo yang menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Sunan Drajat memiliki nama asil Raden Qosim atau Raden Syarifuddin putra dari seorang wali yang terkenal juga, yakni putra dari Sunan Ampel.

Banyak ajaran luhur yang diajarkan oleh Sunan Drajat kepada masyarakat di Jawa. Salah satu ajarannya yang luar biasa adalah ajaran Sunan Drajat tentang makna filosofi kehidupan yang dinamakan “Tujuh Sap Tangga”, yang dilukis pada kompleks pemakamannya.

Berikut makna dari filosofi Tujuh Sap Tangga :

1. Memangun resep tyasing Sasoma

“Memangun resep tyasing Sasoma” bermakna keharusan bagi kita untuk membuat hati semua orang senang.

2. Jroning suka kudu eling lan waspada

“Jroning suka kudu eling lan waspada” memiliki makna saat kita bahagia kita tidak boleh lupa dan selalu bersyukur kepada Tuhan dan tetap waspada

3. Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah

“Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah” yakni ajaran untuk tetap teguh, berusaha keras, dan tidak putus asa untuk mencapai cita-cita luhur.

4. Meper hardening pancadriya

“Meper hardening pancadriya” yakni anjuran untuk menahan besarnya nafsu.

5. Heneng-Hening-Henung

“Heneng-Hening-Henung” berarti saat kita terdiam, maka akan menghadapi suasana hening, dan di situ kita dapat berusaha berdoa untuk mencapai cita-cita mulia.

6. Mulya guna panca waktu

“Mulya guna panca waktu” yakni kebahagiaan yang selalu bisa diperoleh ketika melaksanakan shalat lima waktu teratur.

7. Catur Piwulang

Ajaran yang ke tujuh ini adalah ajaran utama untuk bersosialisasi yang tertuang dalam catur piwulang seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Makna dari catur piwulang, yakni anjuran untuk berbagi ilmu kepada seorang yang masih belum memahami segala sesuatu.

Seperti ajaran untuk bersedekah, ajaran tentang kesusilaan kepada semua orang yang kurang memiliki rasa malu, serta melindungi dan memberikan bantuan kepada setiap orang menderita.

Perumpamaan badan yg tak pernah sakit

Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan,

المرض زكاة البدن، كما أن الصدقة زكاة المال، فكل جسم لا يشتكي كمِثل مال لا يُزَكَّى

"Sakit merupakan zakat (penyuci) bagi badan, sebagaimana sedekah merupakan penyuci bagi harta. Setiap raga yg tak pernah merasakan sakit, seperti harta yg tak pernah dizakati."

(Adab al-Hasan al-Bashri wa zuhduhu, hal. 53)

Kota Tarim, kota para Aulia

TARIM, kota yang memiliki beberapa tempat sakral (tempat suci atau keramat). Tetapi, ketika ditanya tempat mana yang paling sakral, maka jawabnya Zanbal adalah tempat yang paling disakralkan di Tarim.

Zanbal merupakan salah satu dari tiga pemakaman utama di Tarim. Letaknya hanya berjarak 12 menit perjalanan kaki dari asrama tempat saya tinggal saat ini. Pemakaman yang menjadi sentral magis ini bukan hanya tersohor di kalangan pribumi, tetapi juga tersohor hingga ke mancanegara.

Di Zanbal, terdapat puluhan ribu pusara aulia Allah yang kebanyakan di antaranya adalah keturunan Rasulullah dari Bani ‘Alawiyyin. Al-habib Abdurrahman As-Segaff atau yang lebih dekenal dengan Imam Faqih Muqaddam Tsani (wafat tahun 819 H) pernah berkata: Di Zanbal itu bersemayam para tokoh aulia yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang. Dan di situ pula terbaring 80 wali dari kalangan sayyid yang telah mencapai derajat Qutub.

Jika di masa hidup Al-Habib Abdurrahman As-Segaff saja sudah terdapat 10.000 lebih aulia Allah, tentu pada saat ini jumlah wali yang disemayamkan di Zanbal jauh lebih banyak. Inilah salah satu bukti kenapa Tarim dijuluki Bumi Sejuta Wali.

Di antara aulia dari keturunan Rasulullah yang disemayamkan di Zanbal adalah Imam ‘Ali bin Muhammad bin ‘Alwi, Imam Faqih Muqaddam Muhammad bin ‘Ali Ba ‘Alawi, Imam Abbdurrahman bin Muhammad As-Segaff, Syekh ‘Abdullah bin Abu Bakar Al-‘Idrus, Habib ‘Ali bin Abu Bakar As-Sakran, dan Imam ‘Abdullah bin ‘Alwi Al-Haddad.

Selain Makam Habaib (bentuk prural dari habib: katurunan Rasulullah dari Sayyidah Fatimah Az-Zahra’), di Zanbal juga disemayamkan para sahabat Badar yang diutus oleh Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq untuk memastikan ahlu Tarim agar tetap membayar zakat pascawafatnya Rasulullah. Sahabat Badar atau ahlu Badar adalah para sahabat nabi yang dulu pernah ikut andil dalam Perang Badar.


GUGURNYA DOSA KARENA RUKU DAN SUJUD

Ketahuilah bahwa ruku’ dan sujud bukan hanya sekedar rukun shalat tetapi lebih dari itu ruku’ dan sujud seorang hamba menjadi sebab berguguran dosa dosanya.

Suatu ketika, Ibnu Umar radhiallahu 'anhu melihat seorang pemuda yang memanjangan dan memperbagus shalatnya. Lalu Ibnu Umar berkata : Siapakah di antara kalian yang mengenal orang ini ?. Seorang laki-laki menjawab : Aku mengenal orang itu.

Kemudian Ibnu Umar berkata : Seandainya aku tahu siapa dia, niscaya aku suruh dia agar lebih memperpanjang ruku' dan sujudnya. Karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya seorang hamba apabila berdiri untuk mengerjakan shalat, akan didatangkan semua dosa dosanya lalu diletakkan di atas kedua pundaknya. Setiap kali ia ruku' atau sujud, maka berjatuhanlah dosa-dosanya."

(HR Ibnu Hibban , dengan sanad shahih) -

Jangan Lupakan Gurumu

"Jangan sekali-kali melupakan guru yang telah mengenalkanmu dzahir-dzahir syariat, terlebih guru mursyidmu yang telah membimbing-mu menuju Allah. Salah satu sebab kenapa aku memperoleh derajat terhormat saat ini adalah karena aku sangat menghormati guru-guruku.”

(Habib Luthfi bin Yahya)


Dikutip oleh Syekh Abdul Fattah Abu Guddah dalam Hasyiyah-nya atas Kitab Risâlatul Mustarsyidin karya Al-Harits Al-Muhasibi dari Kitab Faydhul Qadîr: ‎⁣

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (تَوَاضَعُوْا لِمَنْ تَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ⁣

"Rasulullah SAW bersabda,Rendah hatilah kepada orang yang mengajarkan kalian.’” Al-Munawi menambahkan penjelasan hadits di atas,⁣

"Sungguh ilmu tidak didapatkan kecuali dengan rendah hati ⁣dan mendengarkan,sedangkan kerendahhatian seorang murid kepada gurunya adalah sebuah adab pekerti yang tinggi,⁣ sikap rendah hati terhadap guru adalah sebuah kemuliaan,⁣ dan ketundukan kepadanya merupakan sebuah kebanggaan,”⁣

WASIAT DAN NASIHAT PARA ULAMA TENTANG SHALAWAT

Imam Abul Hasan asy-Syadzilli pernah berkata, “Di akhir zaman tidak ada amalan yang lebih baik daripada berselawat kepada Sayidina Rasulullah ﷺ.”

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan, “Tidak tertolak selawat atas Nabi ﷺ.

Al-Hafidz asy-Syaraji berkata, “Semua dzikir tidak diterima kecuali dengan khusyuk dan hadir hatinya kecuali selawat, maka akan diterima meskipun tanpa khusyuk dan hadirnya hati. Karena itu Abul Hasan al-Bakri berpesan: “Seharusnya tiap hari seseorang jangan kurang membaca selawat dari 500 kali.”

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani pernah berwasiat, “Dengan membaca selawat, seorang hamba dapat meraih keridhaan Allah SWT, memperolehi kebahagiaan dan restu Allah SWT, berkah-berkah yang dapat dipetik, doa-doa yang terkabulkan, bahkan dia berupaya naik ke tingkatan darjat yang lebih tinggi, serta mampu mengubati penyakit hati dan diampuni dosa-dosa besarnya.”

Adapun Syaikh Ibn Athaillah as-Sakandari berkata, “Siapa yang (merasa) tidak memiliki amalan solat dan puasa yang banyak untuk menghadap Allah di hari kiamat, maka hendaknya dia memperbanyakan membaca selawat serta salam kepada Sayidina Muhammad ﷺ".

Al-Quthb al-Imam al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad menyebutkan bahwasanya para ulama berkata, “Satu selawat dari Allah cukup untuk seorang hamba, dunia dan akhirat.”

As-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki pernah berpesan, “Jangan tinggalkan membaca selawat kepada Sayidina Rasulullah ﷺ. Kerana bacaan selawat itu merupakan kunci segala kebaikan dan pintu segala keutamaan untuk agama, dunia dan akhirat.”

Al-Habib Umar bin Hafidz mengatakan, “Sesungguhnya apabila engkau melakukan ketaatan kepada Allah seumur hidupmu, bahkan Allah berikan di atas umurmu adalah umurnya seluruh manusia untuk digunakan dalam ketaatan kepadaNya, maka sesungguhnya lebih hebat satu selawat dari Allah سبحانه وتعالى".

# Alhamdulillah, syukur kepada Allah Ta'ala yang telah menganugerahkan kami seorang guru yang mursyid, yang telah mengijazahkan kepada kami amalan Selawat Al Fatih sebagai amalan harian kami.

Sunday, September 27, 2020

JANGAN KHAWATIRKAN REZEKI

 Ibnul Qayyim berkata, “Fokuskanlah pikiranmu untuk memikirkan apapun yang diperintahkan Allah kepadamu. Jangan menyibukkannya dengan rezeki yang sudah dijamin untukmu. Karena rezeki dan ajal adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti datang. Jika Allah -dengan hikmahNya- berkehendak menutup salah satu jalan rezekimu, Dia pasti –dengan rahmatNya- membukan jalan lain yang lebih bermanfaat bagimu.

Renungkanlah keadaan janin, makanan datang kepadanya, berupa darah dari satu jalan, yaitu pusar.

Lalu ketika dia keluar dari perut ibunya dan terputus jalan rezeki itu, Allah membuka untuknya DUA JALAN REZEKI yang lain [yakni dua puting susu ibunya], dan Allah mengalirkan untuknya di dua jalan itu; rezeki yang lebih baik dan lebih lezat dari rezeki yang pertama, itulah rezeki susu murni yang lezat.

Lalu ketika masa menyusui habis, dan terputus dua jalan rezeki itu dengan sapihan, Allah membuka EMPAT JALAN REZEKI lain yang lebih sempurna dari yang sebelumnya; yaitu dua makanan dan dua minuman. Dua makanan = dari hewan dan tumbuhan. Dan dua minuman = dari air dan susu serta segala manfaat dan kelezatan yang ditambahkan kepadanya.

Lalu ketika dia meninggal, terputuslah empat jalan rezeki ini, Namun Allah –Ta’ala- membuka baginya -jika dia hamba yang beruntung- DELAPAN JALAN REZEKI, itulah pintu-pintu surga yang berjumlah delapan, dia boleh masuk surga dari mana saja dia kehendaki.

Dan begitulah Allah Ta’ala, Dia tidak menghalangi hamba-Nya untuk mendapatkan sesuatu, kecuali Dia berikan sesuatu yang lebih afdhol dan lebih bermanfaat baginya. Dan itu tidak diberikan kepada selain orang mukmin, karenanya Dia menghalanginya dari bagian yang rendahan dan murah, dan Dia tidak rela hal tersebut untuknya, untuk memberinya bagian yang mulia dan berharga.” (Al Fawaid, hal. 94, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahqiq: Salim bin ‘Ied Al Hilali)

Sumber : Rumaysho [dot] com

IMAN YANG SEJATI

Iman yang sejati akan mampu menunjukan, menyampaikan tentang sesuatu keadaan dan kejadian dengan bahasa keimanan

Maka jika seseorang diberikan Allah Hikmah mengenai itu maka bahasanya pun adalah bahasa iman bukan bahasa akal logika

Manusia yang diberi sayap sekalipun takkan mampu terbang jika Allah tidak berkehendak ia bisa terbang

Seorang yang membidikkan senjatanya di depan kepala seseorang takkan terlepas peluru dari senjata tadi jika Allah tak berkehendak

Semakin beriman dan kuat iman seseorang maka akan semakin mampu ia mencerna dan mengambil hikmah dari suatu keadaan dan kejadian untuk ia berfikir dan merenung apa sesungguhnya hikmah atau makna yang Allah kehendaki dari kejadian ini

Dan imannya para pendahulu kita dahulu seperti itu sehingga jika bicara iman maka logika menjadi no kesekian bahkan untuk hal kecil sekalipun

MANFAAT AIR KELAPA TUA

Manfaat air kelapa tua bisa didapatkan dari kandungan nutrisi dan mineralnya yang melimpah. Secara umum, kelapa yang memiliki nama latin cocos nucifera ini mengandung:⁣⁣

Kalori: 45.6⁣⁣

Lemak: 0,4 gram⁣⁣

Sodium: 252 mg⁣⁣

Karbohidrat: 8,8 gram⁣⁣

Serat: 2,6 gram⁣⁣

Gula: 6,3 gram⁣⁣

Protein: 1,8 gram⁣⁣

Vitamin C: 5,8 gram⁣⁣

Vitamin B6: 0,1 mg⁣⁣

Potasium: 600 mg⁣⁣

Mangan: 0,3 mg⁣⁣

Magnesium: 60 mg⁣⁣

Riboflavin: 0,1 mg⁣⁣

Thiamin: 0,1 mg⁣⁣

Resep jsr lainnya cek di admin @kampusmadu

Semakin tua usia buah kelapa, maka jumlah kandungan air dan dagingnya pun akan semakin lengkap dan maksimal. Tak ayal apabila kandungan nutrisi dari air maupun daging buah yang sudah tua secara umum akan lebih tinggi dibandingkan kelapa yang muda.⁣⁣

Manfaat air kelapa tua untuk kesehatan tubuh : ⁣⁣

1. Menurunkan tekanan darah tinggi⁣⁣

3. Sebagai sumber antioksidan yang baik bagi tubuh⁣⁣

3. Membantu menurunkan gula darah⁣⁣

4. Meningkatkan kesehatan jantung⁣⁣

5. Mencegah batu ginjal⁣⁣

6. Menghidrasi setelah berolahraga⁣⁣

7. Bisa untuk campuran madu, air kelapa + madu = jadi deh obat tipes ⁣


dr. Zaidul Akbar

Saturday, September 26, 2020

Nak ... bacakanlah doa ini dan aamiin kanlah seluruh keluarga

Dalam sebuah kesempatan, Abdurrahman bin Abi Bakrah berkata kepada ayahnya:⁣⁣

"Wahai ayahku, aku mendengarmu berdoa di setiap pagi dengan⁣⁣

اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ،اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّأَنْتَ⁣⁣

Allâhumma 'âfinî fî badanî. Allâhumma 'âfinî fî sam'î. Allâhumma 'âfinî fî bashârî⁣⁣

Lâ ilâha illâ anta.⁣⁣.

Ya Allah, selamatkanlah tubuhku (dari penyakit, maksiat, dan dari apapun yang tidak aku inginkan).⁣⁣

Ya Allah, selamatkanlah pendengaranku. Ya Allah, selamatkanlah penglihatanku. Tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Engkau.⁣⁣

Ayah selalu mengulanginya sampai tiga kali ketika pagi dan petang.⁣⁣

Dan, ayah pun selalu berdoa dengan bacaan:⁣⁣

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ⁣⁣

Allâhumma innî a'ûdzubika minal kufri wal faqri, wa a'ûdzubika min 'adzâbil qabri, lâ ilâha illâ anta.⁣⁣

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Dan, aku pun berlindung kepada-Mu dari siksa kubur. Tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Engkau.⁣⁣

Dan, ayah pun selalu mengulanginya tiga kali di waktu subuh dan tiga kali lagi di waktu sore!"⁣⁣

Abu Bakrah menjawab, "Benar anakku, sebab aku pernah mendengarnya dari Nabi ﷺ bahwa beliau selalu berdoa dengannya dengan kalimat tersebut sementara aku senang mengikuti sunnah beliau."⁣⁣

HR Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa'i

Jangan Lupa Perbanyak Sholawat,,⁣⁣

{ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ }⁣⁣ .

Friday, September 25, 2020

BERBUAT BAIKLAH TERHADAP ISTRIMU

Jaga kata-kata, walaupun lagi kesel, capek, payah, jagalah perasaan istri. Memperlakukan istri beda sekali dengan memperlakukan pria.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ .ㅤ

“Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para wanita.” (HR. Bukhari, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)

Lihatlah ungkapan yang bagus dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‎اِرْفَقْ بِالْقَوارِيْرِ

“Lembutlah kepada gelas-gelas kaca (maksudnya para wanita).” (HR. Bukhari, no. 5856; Muslim, no. 2323)

Ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‎إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنَ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya (menjadikan sesuatu itu indah). Tidaklah dihilangkan kelembutan itu dari sesuatu melainkan akan memperjeleknya.” (HR. Muslim, no. 2594)

Dalam hadits lainnya disebutkan,ㅤ

‎وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى سِوَاهُ

“Dan Allah memberikan kepada sikap lembut itu dengan apa yang tidak Dia berikan kepada sikap kaku/ kasar dan dengan apa yang tidak Dia berikan kepada selainnya.” (HR. Muslim, no. 2593)

Semoga menjadi renungan untuk diri kami pribadi serta setiap orang yang mau mengambil pelajaran. Wallahu a'lam

Ust. Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber : rumaysho

WIRID TOLAK BALA DAN WABA

Wasiat dari habib zein bin smith : ⁣

Wirid yang sangat penting diamalkan pada zaman ini, yakni membaca yaa latif 129 x setiap selesai shalat fardhu jika mampu. ⁣

Minimal membacanya setelah shalat subuh dan maghrib. ⁣

Imam Abu Yazid al-Busthami dalam kitab Manhajul Hanif menjelaskan bahwa orang yang membiasakan membaca “Ya Latiifu” sebanyak 129 kali kemudian membaca ayat ini sebanyak tujuh kali⁣

اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ⁣

Artinya: “Allah Dzat yang Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia memberi rezeki kepada hamba yang di kehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(QS. Syuura: 19)⁣

Lebih lanjut Imam Abu Yazid al-Busthami menjelaskan bahwa orang yang membiasakan membacanya akan dimudahkan dalam urusannya, ⁣

rezeki maupun yang lainnya.⁣

Thursday, September 24, 2020

ᮜᮨᮙ᮪ᮘᮥᮛ᮪ ᮊᮥᮛᮤᮀ

 LEMBUR KURING ~.....( ᮜᮨᮙ᮪ᮘᮥᮛ᮪ ᮊᮥᮛᮤᮀ ).....


ditilik dirasa - rasa

lembur kuring Kacida ku éndah

upluk aplak pamandangan sisi sawah

matak betah tumaninah kana manah


haleuang ti belah kulon

sora suling budak angon

suka bungah sempal guyon

Ngahaleuang sisi balong


Lemah cai lembur kuring

Hawa peuting sepi jempling

cahya béntang pasalingsing

Simpé haté ngadalingding

hmmm.. Meni asa ku waas...

Ngajerit ati acan tiasa mulih ka lemah cai 

Tuesday, September 22, 2020

SELALU DITEMANI OLEH ALLAH

Yang paling membuat hidup menderita adalah kesepian. Ada sebuah penelitian tentang nasi yang diberikan kata-kata.Yang satu itu dipuji, yang kedua dicaci, dan yang ketiga nasi itu tidak disapa sama sekali.

Ternyata yang paling cepat busuk adalah yang tidak disapa. Yang dicaci itu busuk juga. Tapi yang paling baunya adalah yang tidak disapa. Mengapa? Karena sebetulnya dimarah itu pun merupakan tanda perhatian.Tapi tidak disapa, tidak dimarah benar-benar tidak dianggap.

Nah, ada manusia juga yang begitu. Yang tidak disapa, tidak dimarah merasa sangat kesepian, dan ini merusak sekali dirinya. Tetapi bagi orang yang beriman, sebetulnya kita tidak akan pernah merasa sendiri. Dimana pun dan kapan pun. Mengapa? Karena sesungguhnya Allah yang menciptakan kita, benar-benar tidak lepas mengurus dan mengawasi diri kita.

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Hadid 57: 4)

Jadi sebetulnya dimana pun kita berada, kita tidak pernah sama sekali sendirian. Pasti ada Allah. Allah bersama kita bukan seperti bersama begini, karena kita bersama ini ada jarak. Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak menyerupai dan diserupai apapun.

Makanya kedekatan seseorang dengan Allah bukan jarak. Tapi kedekatan dengan Allah itu nanti terasa dari keyakinan di hati. Orang yang mengenal Allah dengan baik tidak pernah kesepian. Di rumah sendiri pasti ada Allah. Sibuk saja nikmat dalam bermunajat ibadah.

Kesimpulan. Kita tidak pernah sendiri, sampai kapan pun, dimana pun.

"Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada."

(Q.S Al Hadid 57: 4)


(Sumber: Buku Ikhtiar Mencari Ridha Allah jilid 2)

IG @aagym

Dosa Riba

 "Tapi, tadz, kan yakin aja gak cukup. Harus ikhtiar donk.."

(Ya, benar. Tapi Allah menyuruh kita untuk melakukan ikhtiar yang halal.. jangan asal niatnya baik, kerja keras, tapi ternyata yang dilakukan melanggar syariat)

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 168)

[RIBA MENGHANCURKAN KEHIDUPAN MANUSIA] .

Dosa Riba

Seberapa besar dosa terlibat dalam riba, maka cukuplah hadits-hadits shahih berikut menjawabnya: “Satu dirham yang diperoleh oleh seseorang dari (perbuatan) riba lebih besar dosanya 36 kali daripada perbuatan zina di dalam Islam (setelah masuk Islam)” (HR Al Baihaqy, dari Anas bin Malik).

“Tinggalkanlah tujuh hal yang dapat membinasakan” Orang-orang bertanya, apakah gerangan wahai Rasul? Beliau menjawab: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa orang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri waktu datang serangan musuh dan menuduh wanita mu’min yang suci berzina”. (HR Bukhari Muslim)

Terlibat dalam riba (Bunga Bank) adalah termasuk dosa besar, yang sejajar dengan dosa syirik, sihir, membunuh, memakan harta anak yatim, melarikan dari jihad, dan menuduh wanita baik-baik berzina. .

Naudzubillah. ..

Bahkan apabila suatu negeri membiarkan saja riba berkembang di daerahnya maka sama saja ia menghalalkan Allah untuk mengazab mereka semua. ..

“Apabila riba dan zina telah merajalela di suatu negeri, maka rakyat di negeri itu sama saja telah menghalalkan dirinya dari azab Allah” (HR. Al Hakim)

Monday, September 21, 2020

Akhlaq itu Sebelum Ilmu

Ketahuilah bahwa para Ulama mempelajari akhlak lebih lama sebelum mempelajari ilmu.

Ibnul Mubarok berkata,

تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين

“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”

Ibnu Sirin berkata,

كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم

“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”

Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok,

نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث

“Kami lebih butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai hadits.” Ini yang terjadi di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari.

Karena perbedaan bukanlah berarti permusuhan. Seperti kata Imam Syafi’i pada sahabatnya Abu Musa “Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” (Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16).

Sumber: Islampost.com

DO'A HARI SELASA

Habib Hasan al-Haddad berkata:

Sungguh aku telah menghafal hadis dari kitab Musnad al-Firdaus ketika umurku 5 tahun. Bunyi hadis itu:

Barangsiapa mengucapkan doa ini tiga kali pda hari Selasa, maka bala’ tidak akan turun kepadanya sampai hari selasa yang akan datang. Ia dijaga dari Selasa sampai Selasa".

اللهم يا كافي البلاء. اكفنا البلاء قبل نزوله من السماء

Wahai Allah dzat yang Maha mencegah bala’. Cegahlah bala’ dari kami semua sebelum turunnya dari langit..


Sunday, September 20, 2020

MUNG ISO QUR'AN THOK... ?

Beberapa minggu lalu saya sempatkan sowan-sowan para Kyai, sekedar mencari pencerahan dan menghilangkan kegundahan hati, salah satunya adalah sowan KH. Husain Ali salah satu sahabat guru saya. Banyak pencerahan, dawuh dan cerita yang membuat tenang.

Salah satunya adalah cerita beliau yang membuat hati ini semakin "pede" sebagai orang yang bergelut di bidang al-Qur'an.

Beliau mengawali cerita, "Dahulu ada santriku le, mau diambil mantu Kyai besar di Jepara. Dia hanya menghafal al-Qur'an tidak sekolah diniyyah jadi gak pati iso kitab kuning. Merasa kurang pede, akhirnya sowan ke sini."

Kang santri : "Kyai, saya mau diambil mantu seorang Kyai, tapi saya cuma bisa Qur'an thok".

Kyai : "Bagaimana le, coba ulangi lagi..!!!!"

Kang santri : "Tapi saya cuma bisa al-Qur'an yai".

Kyai : "Piye balenono pisan maneh...!!!!!"

Kang santri : "Saya cuma bisa Qur-an thok yai".

Kyai : "Iso Qur'an kok mbok omongne "thok" ki lo. Sempit sekali pikiranmu".

Banyak orang pandai kitab, hafal ibarot di luar kepala tapi maaf, baca Qur'an saja belum tentu benar. Tapi kenapa kamu masih kecil hati bisa baca dengan baik bahkan bisa dianugrahi hafal al-Qur'an.

Masalah kepahaman agama nanti bisa belajar seiring dengan waktu. Yang penting belajar truss. Apa yang kamu ketahui dari Qur-an sekarang amalkan semampumu dan ajarkan, nanti juga akan alim sendiri.

من عمل بما علم ،علم الله ما لم يعلم

"Barang siapa yang beramal dengan apa yang dia ketahui, Allah akan memberikan ilmu yang dia tidak ketahui sebelumnya."

Seharusnya orang Qur'an tidak perlu minder karena cuma bisa hafal Qur'an, tapi jangan pernah putus semangat untuk selalu belajar agama.

Dhawuh Nabi ini menjadi penutup cerita di atas

من قرأ القرءان ثم رأى أن أحدا أوتي أفضل أوتي فقد استصغر ما عظمه الله

"Barangsiapa dianugrahi al Qur'an, kemudian menganggap bahwa orang lain (yang tidak pandai al-Qur'an) lebih hebat dari pada dia (pandai duniawi lebih berguna, dan dia merasa merendah hanya bisa al-Qur'an) maka sesungguhnya dia telah merendahkan apa yg diagungkan oleh Allah".

Keistimewaan Lafal Hauqalah

Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi

Artinya: "Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi lagi maha agung."

Rasulullah SAW bersabda tentang anjuran membaca kalimat 'Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi':

"Maukah aku tunjukkan kepadamu salah satu bacaan yang menjadi simpanan kekayaan di dalam surga? Maka sahabat menjawab, 'Tentu wahai Rasulullah'. Rasulullah menjelaskan, 'Bacalah La hawla wa la quwwata illa billah'" (HR: Muslim)

Syekh M Nawawi Al-Bantani menyebutkan sejumlah keutamaan lafal Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi.

Ia mengutip hadist riwayat Ibnu Abid Dunya tentang orang yang melazimkan pembacaan lafal Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi, yakni:

Artinya: "Salah satu keistimewaan lafal hauqalah ini adalah apa yang disebutkan di dalam Fawaidus Syarji, yaitu hadits riwayat Ibnu Abid Dunya dengan sanad tersambung hingga Rasulullah SAW bahwa ia bersabda, 'Siapa saja yang membaca Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi setiap hari sebanyak 100 kali, maka ia selamanya takkan ditimpa oleh kefakiran,'" (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 5).

Syekh M Nawawi Banten juga mengutip hadits yang menjelaskan keutamaan lafal Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi. Menurutnya, hauqalah merupakan lafal yang baik dibaca ketika seseorang tengah dirundung kesulitan dan kebuntuan.

Artinya: "Diriwayatkan di dalam hadits juga bahwa bila kebimbangan hinggap di hati seseorang lalu ia membaca Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi sebanyak 300 kali, niscaya Allah membukakan jalan keluar baginya, maksudnya Allah mengurangi beban kesulitannya. Hal ini disebutkan oleh guru kami, Syekh Yusuf dalam hasyiyah Mi'raj-nya," (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 5).

KESABARAN RASULULLAH

 Saya Tidak Diutus untuk Melaknat

Saat Rasulullah ﷺ terluka

Gigi geraham beliau patah, bibir bawahnya sobek, dahi dan keningnya yang mulia juga bercucuran darah

Rasulullah malah tak henti menadahi tetesan darah itu dan mengusapkan ke dadanya agar jangan menetes ke tanah meski dalam keadaan genting sekalipun

Setelah perang mereda seorang Sahabat memberanikan diri bertanya perihal perilaku beliau tersebut;

Dengan lemah lembut Rasulullah pun menjawab :

Aku mendengar apa yang tidak kalian dengar

Malaikat penjaga gunung berkata: kalau ada setetes darahku menyentuh bumi, maka Allah akan menurunkan adzab dari langit kepada mereka yang memerangiku

Mendengar jawaban itu para Sahabat kembali bertanya, "Mengapa engkau tidak mendoakan para musuh Allah itu supaya celaka?" ⠀

Rasulullah kembali menjawab:

Sungguh aku tidak diutus untuk melaknat, tetapi berdakwah dan menyebarkan rahmat kepada semesta alam. ⠀

“Ya Raab berilah hidayah kepada mereka, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui."

PENTINGNYA BERDOA

Terkadang manusia sering menganggap doa hanyalah seuntai kata-kata atau ucapan biasa. Bahkan lebih mengedepankan ikhtiar atau usahanya daripada memohon atau berdoa dahulu kepada Allah sebagai Tuhan-nya.⁣

Namun, sesungguhnya jika seorang manusia lebih dulu menyedari bahwa doa itu sangatlah penting, maka ia dalam berusaha atau berikhtiar akan diawali dengan sebuah ucapan doa.⁣

Setelah berdoa dan berikthiar. selanjutnya adalah TAWAKAL.⁣

Tawakal memiliki peranan penting dalam hidup ini, terutama terkait dengan usaha dan doa kita. Seperti kita ketahui dan mungkin sering kita alami bersama bahwa tidak setiap yang kita usahakan atau inginkan akan tercapai dengan segera sebagaimana kemahuan kita, sebab memang bukan manusia yang mengatur hidup ini.

Allah-lah yang mengatur seluruh alam dengan segala permasalahannya. Allah Maha Tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Allah Maha Adil dan Bijaksana dengan semua rencana dan keputusan-Nya.

Oleh kerana itu, sudah seharusnya usaha dan doa kita, kita serahkan kepada Allah. Biarlah Allah yang mengatur apabila usaha dan doa kita akan terkabul.⁣

Allah lebih tahu apa yang terbaik buat hamba-hamba-Nya. Allah lebih tahu bila usaha dan doa kita akan terkabul. Terkadang, apa yang baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah Terkadang pula, Allah belum mengabulkan usaha dan doa kita kerana Allah yang menilai kita.

JANGAN SAKITI SIAPAPUN

Kata-katamu tak hilang.

Ia akan kembali kepadamu suatu saat

Guru Maulana Rumi, Syeikh Syams Tabrizi, dalam "Qawa'id al-Isyq al-Arba'un", 40 Kaidah Cinta, mengatakan :

انَّ الْكَوْنَ كَائِنٌ وَاحِدٌ وَيَرْتَبِطُ كُلُّ شَيئٍ. وَكُلُّ شَخْصٍ بِشَبْكَةٍ خَفِيَّةٍ مِنَ القَصَصِ.وسَوآءٌ اَدْرَكْنَا ذَلك اَمْ لمْ نُدْرِك فَإِنَّنَا نُشَارِكُ جَمِيعاً فِى حَدِيثٌ صَامِتٍ. لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ وَكُنْ رَحِيمًا وَلَا تَكُنْ نَمَّامًا، حَتَّى لَوْ كَانَتْ كَلِمَاتُكَ بَرِيئَةَ، لِأَنَّ الكَلِمَاتِ الَّتِي تَنْبَعِثُ مِنْ أَفْوَاهِنَا لَا تَتَلَاشَى بَلْ تَظِلُّ فِي الفَضَاءِ اللَّا نِهَائِي إِلَى مَا لَانِهَايَةَ، وَسَتَعُودُ إِلَينَا فِي الوَقْتِ المُنَاسِبِ. إِنَّ مُعَانَاةَ إِنْسَانٍ وَاحِدٍ تُؤْذِينَا جَمِيعًا وَبَهْجَةَ إِنْسَانٍ وَاحِدٍ تَجْعَلُنَا جَمِيعًا نَبْتَسِمُ.

Alam semesta adalah satu. Segala yang ada di dalamnya dan semua orang saling berhubungan satu sama lain melalui jaringan jalinan kisah- kisah yang tak terlihat. Menyadari atau tidak, kita semua selalu berada dalam komunikasi diam. Jangan melukai diri sendiri dan jangan pula menyakiti orang lain. Jadilah penyayang. Jangan mengadu-domba. Bahkan meski kata-kata yang kau sampaikan tampak tak bersalah. Kata-kata yang lepas dari mulut kita tidak akan hilang disapu angin. Ia tersimpan dalam ruang yang tak terbatas, dan ia akan kembali kepada kita pada saat yang tepat. Menyakiti hati satu orang akan menyakiti hati semua orang. Kegembiraan satu orang membuat semua orang tersenyum bahagia.(Syams Tabrizi, 40 Kaidah Cinta).

K.h. Husein Muhammad

Alasan tiba-tiba anak ini malas ke masjud

 Ada seorang anak yang setiap hari rajin sholat ke masjid..⁣

Lalu suatu hari ia berkata kepada ayahnya:⁣

"Yah mulai hari ini saya tidak mau ke masjid lagi" .⁣

"Lho kenapa?" sahut sang ayah.⁣

"Karena di masjid saya menemukan beberapa orang yang kelihatannya mau sholat tapi malah ada yang sibuk dengan main HP, ada juga yang malah ngobrol sambil gosip dan main petasan."⁣

Sang ayah pun berpikir sejenak dan berkata, "Baiklah kalau begitu, tapi ada satu syarat yang harus kamu lakukan setelah itu terserah kamu" . "Apa itu?"⁣

"Ambillah air satu gelas penuh, lalu bawa keliling masjid, ingat jangan sampai ada air yang tumpah".⁣

Si anak pun membawa segelas air berkeliling masjid dengan hati-hati, hingga tak ada setetes air pun yang jatuh.⁣

Sesampai di rumah sang ayah bertanya, "Bagaimana sudah kamu bawa air itu keliling masjid?",⁣

"Sudah".⁣

"Apakah ada yang tumpah?"⁣

"Tidak".⁣

"Apakah di masjid tadi ada orang yang sibuk dengan HP nya?".⁣

"Wah, saya tidak tahu karena pandangan saya hanya tertuju pada gelas ini", jawab si anak.⁣

"Apakah di masjid tadi ada orang orang yang ngobrol nge gosip?", tanya sang ayah lagi.⁣

"Wah, saya tidak dengar karena saya hanya konsentrasi menjaga air dalam gelas"⁣

Sang ayah pun tersenyum lalu berkata, "Begitulah hidup anakku, jika kamu fokus pada tujuan hidupmu untuk beribadah, kamu tidak akan punya waktu untuk mencari kejelekan orang lain.⁣

Tapi bukan berarti kamu diam saja jika melihat kemungkaran. Karena Allah menyuruh kita melakukan Amar Ma'ruf Nahi Munkar (Mengajak orang kepada kebaikan dan Peringatkan orang jika melakukan kemungkaran).⁣

Nanti kalau kamu sudah cukup besar Nak tolong ingat kan mereka jika masih ada yang yg keliru dengan hikmah dan nasihat yang baik agar mereka bisa kembali ke jalan yang benar.⁣

Dalil amar ma'ruf nahi munkar adalah pada surah Luqman,⁣

“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan laranglah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”⁣ (QS. Luqman : 17)

Saturday, September 19, 2020

Anakku, Hafalkan 99 Asmaul Husna ini

 1. الرحمن = Ar Rahman

Artinya: Yang Maha Pengasih


2. الرحيم = Ar Rahiim

Artinya: Yang Maha Penyayang


3. الملك = Al Malik

Artinya: Yang Maha Merajai (bisa diartikan Raja dari semua Raja)


4. القدوس = Al Quddus

Artinya: Yang Maha Suci


5. السلام = As Salaam

Artinya: Yang Maha Memberi Kesejahteraan


6. المؤمن = Al Mu'min

Artinya: Yang Maha Memberi Keamanan


7. المهيمن = Al Muhaimin

Artinya: Yang Maha Mengatur


8. العزيز = Al 'Aziiz

Artinya: Yang Maha Perkasa


9. الجبار = Al Jabbar

Artinya: Yang Memiliki (Mutlak) Kegagahan


10. المتكبر = Al Mutakabbir

Artinya: Yang Maha Megah, yang memiliki kebesaran


11. الخالق = Al Khaliq

Artinya: Yang Maha Pencipta


12. البارئ = Al Baari'

Artinya: Yang Maha Melepaskan (membuat, membentuk, menyeimbangkan)


13. المصور = Al Mushawwir

Artinya: Yang Maha Membentuk Rupa (makhluk-Nya)


14. الغفار = Al Ghaffaar

Artinya: Yang Maha Pengampun


15. القهار = Al Qahhaar

Artinya: Yang Maha Menundukkan/Menaklukkan Segala Sesuatu


16. الوهاب = Al Wahhaab

Artinya: Yang Maha Pemberi Karunia


17. الرزاق = Ar Razzaaq

Artinya: Yang Maha Pemberi Rezeki


18. الفتاح = Al Fattaah

Artinya: Yang Maha Pembuka Rahmat


19. العليم = Al 'Aliim

Artinya: Yang Maha Mengetahui


20. القابض = Al Qaabidh

Artinya: Yang Maha Menyempitkan


21. الباسط = Al Baasith

Artinya: Yang Maha Melapangkan


22. الخافض = Al Khaafidh

Artinya: Yang Maha Merendahkan


23. الرافع = Ar Raafi'

Artinya: Yang Maha Meninggikan


24. المعز = Al Mu'izz

Artinya: Yang Maha Memuliakan


25. المذل = Al Mudzil

Artinya: Yang Maha Menghinakan


26. السميع = Al Samii'

Artinya: Yang Maha Mendengar


27. البصير = Al Bashiir

Artinya: Yang Maha Melihat


28. الحكم = Al Hakam

Artinya: Yang Maha Menetapkan


29. العدل = Al 'Adl

Artinya: Yang Maha Adil


30. اللطيف = Al Lathiif

Artinya: Yang Maha Lembut


31. الخبير = Al Khabiir

Artinya: Yang Maha Mengenal


32. الحليم = Al Haliim

Artinya: Yang Maha Penyantun


33. العظيم = Al 'Azhiim

Artinya: Yang Maha Agung


34. الغفور = Al Ghafuur

Artinya: Yang Maha Memberi Pengampunan


35. الشكور = As Syakuur

Artinya: Yang Maha Pembalas Budi (menghargai)


36. العلى = Al 'Aliy

Artinya: Yang Maha Tinggi


37. الكبير = Al Kabiir

Artinya: Yang Maha Besar


38. الحفيظ = Al Hafizh

Artinya: Yang Maha Memelihara


39. المقيت = Al Muqiit

Artinya: Yang Maha Pemberi Kecukupan


40. الحسيب = Al Hasiib

Artinya: Yang Maha Membuat Perhitungan


41. الجليل = Al Jaliil

Artinya: Yang Maha Luhur


42. الكريم = Al Kariim

Artinya: Yang Maha Pemurah


43. الرقيب = Ar Raqiib

Artinya: Yang Maha Mengawasi


44. المجيب = Al Mujiib

Artinya: Yang Maha Mengabulkan


45. الواسع = Al Waasi'

Artinya: Yang Maha Luas


46. الحكيم = Al Hakim

Artinya: Yang Maha Bijaksana


47. الودود = Al Waduud

Artinya: Yang Maha Mengasihi


48. المجيد = Al Majiid

Artinya: Yang Maha Mulia


49. الباعث = Al Baa'its

Artinya: Yang Maha Membangkitkan


50. الشهيد = As Syahiid

Artinya: Yang Maha Menyaksikan


51. الحق = Al Haqq

Artinya: Yang Maha Benar


52. الوكيل = Al Wakiil

Artinya: Yang Maha Memelihara


53. القوى = Al Qawiyyu

Artinya: Yang Maha Kuat


54. المتين = Al Matiin

Artinya: Yang Maha Kokoh


55. الولى = Al Waliyy

Artinya: Yang Maha Melindungi


56. الحميد = Al Hamiid

Artinya: Yang Maha Terpuji


57. المحصى = Al Muhshii

Artinya: Yang Maha Mengalkulasi (menghitung segala sesuatu)


58. المبدئ = Al Mubdi'

Artinya: Yang Maha Memulai


59. المعيد = Al Mu'iid

Artinya: Yang Maha Mengembalikan Kehidupan


60. المحيى = Al Muhyii

Artinya: Yang Maha Menghidupkan


61. المميت = Al Mumiitu

Artinya: Yang Maha Mematikan


62. الحي = Al Hayyu

Artinya: Yang Maha Hidup


63. القيوم = Al Qayyuum

Artinya: Yang Maha Mandiri


64. الواجد = Al Waajid

Artinya: Yang Maha Penemu


65. الماجد = Al Maajid

Artinya: Yang Maha Mulia


66. الواحد = Al Wahid

Artinya: Yang Maha Tunggal


67. الاحد = Al Ahad

Artinya: Yang Maha Esa


68. الصمد = As Shamad

Artinya: Yang Maha Dibutuhkan (tempat meminta)


69. القادر = Al Qaadir

Artinya: Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan


70. المقتدر = Al Muqtadir

Artinya: Yang Maha Berkuasa


71. المقدم = Al Muqaddim

Artinya: Yang Maha Mendahulukan


72. المؤخر = Al Mu'akkhir

Artinya: Yang Maha Mengakhirkan


73. الأول = Al Awwal

Artinya: Yang Maha Awal


74. الأخر = Al Aakhir

Artinya: Yang Maha Akhir


75. الظاهر = Az Zhaahir

Artinya: Yang Maha Nyata


76. الباطن = Al Baathin

Artinya: Yang Maha Ghaib


77. الوالي = Al Waali

Artinya: Yang Maha Memerintah


78. المتعالي = Al Muta'aalii

Artinya: Yang Maha Tinggi


79. البر = Al Barru

Artinya: Yang Maha Penderma (maha pemberi kebajikan)


80. التواب = At Tawwaab

Artinya: Yang Maha Penerima Taubat


81. المنتقم = Al Muntaqim

Artinya: Yang Maha Pemberi Balasan


82. العفو = Al Afuww

Artinya: Yang Maha Pemaaf


83. الرؤوف = Ar Ra'uuf

Artinya: Yang Maha Pengasuh


84. مالك الملك = Malikul Mulk

Artinya: Yang Maha Penguasa Kerajaan (semesta)


85. ذو الجلال و الإكرام = Dzul Jalaali WalIkraam

Artinya: Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan


86. المقسط = Al Muqsith

Artinya: Yang Maha Pemberi Keadilan


87. الجامع = Al Jamii'

Artinya: Yang Maha Mengumpulkan


88. الغنى = Al Ghaniyy

Artinya: Yang Maha Kaya


89. المغنى = Al Mughnii

Artinya: Yang Maha Pemberi Kekayaan


90. المانع = Al Maani

Artinya: Yang Maha Mencegah


91. الضار = Ad Dhaar

Artinya: Yang Maha Penimpa Kemudharatan


92. النافع = An Nafii'

Artinya: Yang Maha Memberi Manfaat


93. النور = An Nuur

Artinya: Yang Maha Bercahaya (menerangi, memberi cahaya)


94. الهادئ = Al Haadii

Artinya: Yang Maha Pemberi Petunjuk


95. البديع = Al Badii'

Artinya: Yang Maha Pencipta Tiada Bandingannya


96. الباقي = Al Baaqii

Artinya: Yang Maha Kekal


97. الوارث = Al Waarits

Artinya: Yang Maha Pewaris


98. الرشيد = Ar Rasyiid

Artinya: Yang Maha Pandai


99. الصبور = As Shabuur

Artinya: Yang Maha Sabar


DAHSYATNYA MENCIUM TANGAN SUAMI

 Tahukah Anda...

Kenapa lelaki mesti mencium kening istri & istri mesti mencium tangan suaminya?

Bahwa semangat & ketenangan lelaki itu terletak pada kening istrinya.

Lalu sumber ketenangan & kekuatan perempuan itu ada di punggung tangan suaminya.

Mengecup kening istri atau mencium tangan suami, hakikatnya sebuah simbol dr satu hal paling mahal dlm hubungan suami isteri.

“Apa itu?”

“Saling percaya”.

Jangan menilai bahwa yang mendorong suami mengecup kening istrinya itu karena birahi.

Seorang suami mengecup kening istri adalah cara dirinya mendpt ketenangan.

Dan perempuan mencium tangan lelaki bukan semata tentang siapa yang lebih tinggi derajatnya, tapi itu adalah tanda bahwa keikhlasan yang menuntunnya. Karena perempuan juga tahu, di tangan suaminya ada ridha Rabbnya.

Kenapa mesti kening atau tangan?

Kening perempuan adalah sumber ketenangan & semangat bagi suami, karena kening adalah saksi dari ketaatan pada Allah.

Keninglah, perantaraan tunduk makhluk pada Penciptanya.

Keninglah bagian tubuh pertama yang mengaku, bahwa Allah adalah Maha Tinggi, sementara diri adalah rendah.

Keninglah yang bersujud.

Kening berada paling bawah, sebagai simbol bahwa tiada yang lebih tinggi daripada Allah.

Padahal kening adalah bagian tubuh kita yang paling tinggi.

Maka pada kening perempuanlah Tuhan hembuskan sumber ketenangan.

Maka tak heran jika suami bisa merasakan ketenangan setelah mengecup kening istrinya.

Lalu, apakah sama kondisinya dengan tangan suami yang dicium istri?

Perempuan mencium tangan suami bukan semata menempelkan bibirnya.

Ada doa yang ia panjatkan di tangan suami, semata meletakkan doa disana, karena dengan tangan itulah suaminya bekerja untuk orang-orang yang dicintai & disayanginya.

Lewat ciuman di tangan suami, seorang istri sedang memohon pada Rabbnya, agar menjaga tangan suaminya dari hal-hal yang dibenci oleh-NYA.

Melalui ciuman yang diletakkan di tangan suami, seorang istri menitipkan doa agar Allah menjaga tangan suami untuk menjaga kasih sayangnya & tak mengambil yang bukan haknya.

Friday, September 18, 2020

HADITS TENTANG BERZIARAH

 


كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرً⁣


“Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian, sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan (air) mata, mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk (pada saat ziarah).” (HR. Hakim)

RUTINKAN PAGI DAN PETANG SETIAP HARI


اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ.⠀⁣⁣

Allahumma ‘Aafinii fii badanii, Allahumma Aafinii fii sam’i, Allahumma aafiini fii basharii, laailaha ilaa Anta, Allahumma inii a’udzubika minal kufri wal faqri, wa audzubika min adzabil qabri, laa ilaaha ila Anta. (Dibaca 3x)⠀⁣⁣

“Ya Allah! Selamatkan tubuhku (dari penyakit dan yang tidak aku inginkan). Ya Allah, selamatkan pendengaranku (dari penyakit dan maksiat atau sesuatu yang tidak aku inginkan). Ya Allah, selamatkan penglihatanku, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau." (Dibaca 3x.)⠀⁣⁣

(HR. Abu Dawud,HR. Ahmad)⠀⁣⁣

SEGENGGAM GARAM

Sa’di Syirazi, penyair dan sastrawan terkemuka dari Persia, bercerita : Raja Anusyirwan yang adil itu, diiringi para pembantunya, suatu hari pergi berburu rusa di sebuah hutan. Ketika rusa diperoleh, ia meminta para punggawa menyembelih dan nyate.

Bumbu-bumbu kemudian disiapkan. Tetapi ada satu yang ketinggalan : garam. Raja meminta salah seorang di antara mereka mencari segenggam garam di rumah penduduk desa terdekat. Sebelum dia berangkat, Raja berkata : “Belilah garam rakyat itu sesuai harganya. Kamu jangan membiasakan diri mengambil milik orang lain di kampungmu, mentang-mentang kamu pejabat kerajaan/negara. Jika kamu melakukannya, maka kampung/desa itu akan bangkrut dan miskin”. Si punggawa heran : “tuan raja, apakah yang salah bila aku ambil segenggam garam itu, seberapalah harga barang yang remeh temeh itu?”. Dengan tenang Raja menjawab : “Kezaliman dan petaka di dunia ini dimulai dari sesuatu yang kecil. Tetapi orang-orang yang datang kemudian akan mengambil lebih besar dari pendahulunya. Dan begitu seterusnya.

Jika Raja mengambil hanya segenggam garam, maka para pejabat akan merampas tanah satu hektar.

Jika Raja mengambil sebiji apel dari kebun milik orang/rakyat, para pejabat akan mencabut pohon itu seakar-akarnya.

Jika Raja membolehkan mengambil lima butir telor. Maka seribu ekor ayam akan menyusul dipanggang si pejabat.

Orang zalim memang tak ada yang kekal. Tapi kutukan atas kezaliman akan abadi”.

Thursday, September 17, 2020

MEMAAFKAN

Suatu pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits Jabir bin Sulaim adalah perintah untuk mudah memaafkan orang lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat pada Jabir bin Sulaim,

"Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.” (HR. Abu Dawud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722)

Sulit dan amat berat bagi hati jika ada yang berbuat salah pada kita, lantas tidak dibalas. Pasti kita punya keinginan untuk membalasnya.

Kalau kita dipermalukan, pasti ingin pula mempermalukannya.

Kalau kita dicela, pasti ingin pula membalas dengan celaan.

Hampir watak setiap orang yang disakiti dan didzolimi seperti itu.

Namun lihatlah betapa mulianya yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketika kita dipermalukan dan dihina, maka kita tidak perlu balas dengan menghina dan/atau mencela orang tersebut walau kita tahu kekurangan yang ada pada dirinya dan bisa menjatuhkannya. Biarlah akibat jelek dari mencela dan menjatuhkan itu, akan ditanggung di akhirat.

Wednesday, September 16, 2020

SEBAB TERCEGAHNYA RIZKI

Bila seseorang enggan beramal shalih, atau bahkan malah berbuat kemaksiatan, maka yang ia petik juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizkinya akibat dari dosa yang ia kerjakan” [HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim dll]

Kunci melapangkan rezeki adalah dengan memperbanyak Istighfar. Sesuai Apa yang disebutkan Allah Subhana wa Ta’ala tentang Nuh alaihis salam yang berkata kepada kaumnya.

“Artinya : Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”. (Nuh : 10-12)

JANGAN LANGSUNG TIDUR SETELAH MAKAN

Banyak orang yang terbiasa langsung tidur setelah makan. Jika memiliki kebiasaan tersebut, sebaiknya segera dihentikan. Pasalnya, kebiasaan tidur setelah makan dapat meningkatkan risiko terjadinya beberapa penyakit.

Setelah makan, tubuh akan mencerna makanan yang dikonsumsi agar nutrisinya dapat diserap. Saat proses pencernaan berlangsung, tubuh akan melepaskan hormon-hormon tertentu agar pencernaan berjalan lancar, dan ini merupakan hal yang normal terjadi.

Akan tetapi, pelepasan hormon tersebut kadang dapat menimbulkan rasa kantuk, sehingga muncul dorongan untuk tidur setelah makan. Jika hanya sesekali, langsung tidur setelah makan sebenarnya tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Namun, jika ini dibiasakan, dapat muncul beragam gangguan kesehatan.

Adapun tidur setelah makan yang telah menjadi suatu kebiasaan berisiko menyebabkan beberapa masalah kesehatan:

1. Obesitas;

Hal ini diduga akibat lambatnya metabolisme tubuh dan kurangnya aktivitas untuk membakar kalori dari makanan yang dikonsumsi. Jika kebiasaan ini terus dilakukan, lama-kelamaan bisa menyebabkan obesitas.

2. Meningkatkan risiko penyakit asam lambung;

Langsung tidur setelah makan kenyang akan menyebabkan tekanan di dalam lambung meningkat, sehingga makanan dan cairan lambung dapat naik kembali ke kerongkongan. Jika ini terjadi terus-menerus, dapat menimbulkan penyakit asam lambung (GERD).

3. Meningkatkan risiko insomnia;

Tidur setelah makan di siang atau sore hari bisa membuat sulit tidur di malam hari. Jika terus dibiasakan, lambat laun bisa terkena gangguan tidur atau insomnia.

Tuesday, September 15, 2020

Halal dan Thoyyib

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui. [al-Baqarah/2:168-169]


JANGAN KAU SAKITI ISTRIMU

Suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, segala sesuatu yang diperintahkan oleh seorang suami, itu akan menentukan arah kemana keluarga itu melaju.

Namun, suami pun tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus ada sang istri yang senantiasa menemani. Kodrat wanita ialah lembut, maka dari itu suami harus mampu bersikap baik padanya. Jangan sampai karena kedudukan suami yang lebih tinggi, suami bisa seenaknya membentak, menyakiti hati istrinya dengan kata-kata, apalagi sampai melakukan kekerasan.

Sebagaimana yang Rasulullah ajarkan agar suami selalu berbuat baik kepada istri-istri mereka dan janganlah disakiti hatinya. Allah berfirman, “Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah : 228).

Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah selalu. Aamiin…

Saturday, September 12, 2020

Teori Jerùk Nipis

 Mari sedikit kita bermain imajinasi dengan Theory Jeruk Nipis

Bayangkan ada sebuah Jeruk Nipis berwarna hijau agak ke kuning2an.

Lalu Jeruk tersebut anda potong jadi dua.

Kemudian pegang salah satunya dan peraslah...

Sampai air tetesan nya mengucurr...

Apa yang anda rasakan..?

Asam bukan..?

Setiap tetesannya membuat anda menelan ludah.

Kalau imajinasi anda kuat sekarang anda sedang

Menelan air liur, saking asamnya betul..?

Padahal jeruknya tidak ada...

Tapi rasa asamnya terasa hingga anda harus menelan ludah.

Jika anda merasakan kejadian serupa itulah yang disebut

TEORI JERUK NIPIS.

Bahwa tubuh manusia dirancang untuk merespon apa yang dibayangkan.

Apa yang dipikirkan itulah yang jadi kenyataan.

Sehingga jika kita sedang menghadapi masalah

Lalu kita berpikir yang aneh-aneh...

Maka yang terjadi biasanya tubuh akan drop...

Kemungkinan jatuh sakit bahkan depresi...

Padahal semua kekhawatiran itu belum tentu terjadi.

Kita sebenarnya sedang “meneteskan Jeruk nipis” di kehidupan kita.

Semakin banyak tetesannya semakin berat masalahnya.

Kuncinya ada dalam pikiran.

Jika air liur saja bisa dipancing hanya dengan memikirkan sebuah jeruk.

Maka sebetulnya masalahpun bisa diatasi dengan permainan pikiran.

Maaf….

Coba anda perhatikan orang yang kelainan jiwa...

Secara fisik mereka sehat.

Namun mereka hidup di dunia yang berbeda.

Mereka menciptakan dunianya sendiri.

Jeruk Nipis yang mereka teteskan terlalu banyak.

Sehingga muncul lawan bicara yang begitu nyata.

Yang bisa diajak bicara.

Sekarang ubah Mindset anda

Jika didera masalah bertubi-tubi anggap itu “proses pondasi”

Bahwa Allah hendak membangun Hotel berlantai 100.

Bayangkan sebuah proyek Hotel dengan tinggi 100 lantai.

Pondasinya pasti dalam sekali dan kuat sekali.

Dan pengerjaannya pun pasti lama.

Jika pondasinya selesai dia akan mampu menopang beban

Hingga 100 lantai sekalipun ...

Allah tidak iseng memberi kita masalah.

Dia ingin kita kuat bukan ingin kita sekarat.

Maka berhati-hatilah dengan pikiran anda..

Berbaik sangkalah maka kehidupan pun atas ijin Allah akan membaik.

Berfikir baik dan berbuat baik terhadap orang lain menjadikan -

Friday, September 11, 2020

JANGAN MENYERAH

 Jika pada akhirnya gagal dalam meraih cita-cita yang telah diusahakan, kamu tidak perlu menyesal dan berkecil hati. Berdoalah semoga Tuhan menggantikan dengan yang lebih baik. Yakinlah Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk hidupmu. Selain itu, dengan segala usaha yang kamu kerjakan setidaknya kamu sudah mencoba dan tidak menyerah duluan. You’ll never know until you have tried. Kamu tidak akan pernah tahu sampai kamu mencobanya, 'kan?

Jangan Lupa Sholat

"Ya Allah tetapkanlah hati kami di atas ketaatan dan agamaMu.”

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari terpeleset di landasan yang benar setelah mendapat hidayah.”

"Ya Allah bimbinglah kami, perbaikilah seluruh urusan kami, janganlah Engkau telantarkan kami tanpa bimbingan Mu sedetik pun"

Ya Allah! Berkahilah usia kami, sehatkanlah tubuh kami, terangilah hati kami, mantapkanlah iman kami, bantulah kami memperbaiki amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari maksiat dan keburukan, kabulkanlah segala kebutuhan kami baik dalam agama, dunia, dan akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.. Aamiin Ya Rabbal'alamiin .

BEBERAPA TANDA HATI KOTOR:

1. Hidup gelisah tidak tenang

2. Berani meninggalkan sholat

3. Angkuh atau sombong

4. Suka berbohong, tidak amanah dan ingkar janji.

5. Selalu mengintai aib orang dan menyebarkannya.

6. Gak suka dinasehati kebaikan

7. Gembira melihat orang lain susah

8. Suka menyakiti orang lain baik dengan tangan atau dengan tajamnya lidah.

9. Beramal ingin dipuji manusia

10. Jarang mengingat Allah

11. Durhaka kepada orangtua

12. Manis di depan tapi jahat di belakang

13. Gak suka dengerin Al Quran

14. Sholat yang sering tidak khusyu' dan ditunda-tunda.

15. Habiskan waktu untuk hura-hura, foya- foya sampai lupa urusan akhirat

16. Suka mengeluh serta tidak ridho dgn yang terjadi

17. Sangat Cinta kepada harta dan materialistik.

18. Iri dan dengki dalam urusan dunia

19. Membesar besarkan hal yang remeh temeh.

20. Suka bergosip dan menabur fitnah.

21. Cinta dunia melebihi cintanya pada akhirat.

JILBAB DAN HIJAB DAN KESALEHAN

Jilbab dan Hijab, adalah dua kosakata klasik yang terus diperbincangkan dan diperdebatkan secara timbul tenggelam. Isu ini telah ditulis dalam beribu buku, kitab kuning dan berbagai jurnal ilmiyah, selama berabad-abad. Hari-hari ini ia dibincangkan kembali di antara kaum muslimin di negeri ini dalam suasana yang sengit dan menegangkan. Situasi caci maki dan sikap tanpa etika berhamburan. Ini memperlihatkan bahwa kita, bangsa muslim terbesar ini semakin mundur ke belakang dan memprihatinkan.

Secara singkat, Jilbab pada mulanya dipahami sebagai kain yang digunakan untuk menutupi kepala dan tubuh perempuan dan Hijab bermakna sekat/pemisah antara dua ruang.  Dalam perjalanan sejarahnya terminology tersebut mengalami proses perubahan pemaknaan dan  persepsi. Dewasa ini keduanya dipersepsi sebagai sebuah pakaian seorang perempuan muslimah, bahkan lebih khas lagi ia adalah busana muslimah yang memberi kesan kesalehan dan ketaatan dalam beragama. Persepsi ini secara sosial akan membawa dampak kebalikannya. Yakni bahwa perempuan yang tidak mengenakan Jilbab/Hijab cenderung dipandang bukan perempuan muslimah dan bukan perempuan yang baik dan taat beragama. Dalam bahasa yang lain dan mungkin emosional, ia adalah perempuan yang kurang/tidak berakhlak baik.

Lihatlah, bagaimana bisa tingkat kesalehan, kebaikan budi dan ketaatan beragama seseorang seakan-akan hanya dilihat dan diukur dari aspek busana yang dipakainya. Pandangan ini telah menyederhanakan persoalan dan betapa amat dangkalnya.

Saya sudah pernah menulis tema ini bbrp tahun lalu. Disebutkan di dalamnya bahwa dua kata ini : Jilbab dan Hijab sesungguhnya memiliki pengertian asli yg berbeda. Keduanya disebutkan dlm ayat suci al-Qur’an pd surah yg sama, Al-Ahzab. Keduanya tidak menyebut kata Aurat. Pertama Hijab. Ia disebut dlm ayat 53 : “Jika kamu meminta sesuatu kpd mereka (isteri2 Nabi), maka mintalah dari balik “hijab”. Cara ini lebih mensucikan hatimu dan hati mereka”.(Q.S. al-Ahzab, [33]:53). Hijab pd ayat 53 ini mnunjukan arti penutup/tirai/sekat/pemisah/pembatas yang ada di dlm rumah Nabi saw sbg sarana utk memisahkan ruang kaum laki2 dari kaum perempuan agar mereka tidak saling memandang. Pengertian ini merujuk pd asbab nuzul, latarbelakang turunnya ayat ini. Al-Thabari, mufassir besar menyebut sejumlah latarbelakang turunnya ayat ini. A.l : Sbgian menyebut ia turun berkaitan dg peristiwa di rumah Nabi. Para sahabat berkumpul di rumah Nabi dlm rangka menghadiri walimah Zainab bint Jahsy. Mrk bercakap2 di sana. Nabi tampak merasa kurang nyaman manakala memerlukan Zainab, isterinya itu. Sbgian ahli tafsir: ia turun berkaitan dgn usulan Umar bin Khattab. Kpd Nabi. Umar mengatakan : “Wahai Nabi, mrk berkumpul di rumahmu dan menemui isteri-isterimu, ada

orang2 yg baik dan ada yang tidak baik (al-fajir). Sebaiknya engkau memasang “hijab”. Maka turunlah ayat ini.

Para ahli fiqh kmudia mengubah dan memperluas makna “hijab” itu menjadi penutup tubuh perempuan, bkn lagi tirai pemisah ruang laki2-prmp dan tidak hny utk para isteri Nabi saja ttp jg perempuan2 muslimah lain. Ini agar tidak menimbulkan gangguan bernuansa seksual dan dlm kerangka “mensucikan hati”. Jadi “hijab” (sekat), pd dasarnya dimksudkn sbgai alat, mekanisme “pencegahan” terjadinya tindakan bernuansa seksual. Pertanyaan kita:apakah tujuan pencegahan dan “pensucian hati”, hanya bisa dilakukan dg alat dan cara ini?. Ini adalah cara pndng legal-formal dn mnyederhanakan masalah. Kesucian hati atau kesalehan, dlm bnyk sekali ayat al-Qur’an maupun hadits lebih ditekankan dan terletak pd cara pandang, pikiran dan hati manusia ?. “Dan pakaian Taqwa itulah yang terbaik?”.

Selanjutnya kita bicara tentang Jilbab. Kata ini disebutkan dalam surah yang sama, Al-Ahzab, ayat 59: يا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا (59)

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin ; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya. Hal itu agar mereka lebih mudah dikenal dan karena itu mereka tidak diganggu”.(al-Ahzab, [33]:59).

Jilbab berasal dari kata kerja  jalaba yang berarti menutupkan sesuatu di atas sesuatu yang lain sehingga tidak dapat dilihat. Para ahli tafsir dari berbagai generasi menggambarkan pakaian jilbab dengan cara yang berbeda-beda, sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya masing-masing saat itu di tempatnya. Ibnu Abbas dan Abidah al Salmani merumuskan jilbab sebagai pakaian perempuan yang menutupi wajah berikut seluruh tubuhnya  kecuali satu mata.

Imam Qatadah dan Ibnu Abbas dalam pendapatnya yang lain mengatakan bahwa makna mengulurkan jilbab adalah menutupkan kain ke dahinya dan sebagian wajahnya dengan membiarkan kedua matanya tampak. Mengutip pendapat Muhammad bin Sirin, Ibnu Jarir mengatakan : “Saya bertanya kepada Abidah al-Salmani apakah arti kalimat: ‘yudnina ‘alaihinna min jalabibihin’ (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya). Maka dia menutupkan wajahnya dan kepalanya sambil menampakkan mata kirinya”. Ibnu al Arabi dalam tafsir Ahkam al Qur-an, menyebutkan dua pendapat, pertama menutup kepalanya dengan kain itu (jilbab) di atas kerudungnya, kedua, menutup wajahnya dengan kain itu sehingga tidak tampak kecuali mata kirinya”.(III/1586). 

Mufassir besar, Ibnu Katsir mengemukakan :

والجلباب هو : الرداء فوق الخمار . قاله ابن مسعود ، وعبيدة ، وقتادة ، والحسن البصري ، وسعيد بن جبير ، وإبراهيم النخعي ، وعطاء الخراساني

“Jilbab adalah kain selendang di atas kerudung (al-Rida fauqa al-khumar). Ini yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Hasan Basri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim al Nakha’i, Atha al Khurasani dan lain-lain. Ia seperti/mirip “izar” (sarung) sekarang. (Baca : Ibnu Katsir, Tafsir, juz III/518). Al-Qurthubi, dalam kitab tafsirnya, mengatakan : “Jalabib, kata jamak dari Jilbab. Ia adalah kain yang lebih lebar daripada kerudung”. Diriwayatkan dari  Ibnu Abbas dan IbnuMas’ud : “ia adalah selendang. Ada yang mengatakan ia adalah ”qina”(cadar/penutup wajah). Sebagian ulama mengatakan bahwa ia adalah kain yang menutupi seluruh tubuhnya”.(Al-Qurthubi, Tafsir Jami’ Ahkam al-Qur’an, vol. 14/220). Mengapa memakai Jilbab?. Ini yang substansial.

Pertanyaan penting dalam hal ini adalah mengapa perempuan perlu mengenakan Jilbab?. Ayat tersebut sesungguhnya telah menyebutkannya secara eksplisit. Yakni :

ذلك ادنى ان يعرفن فلا يؤذين “agar mereka dikenali”, dan dengan demikian “mereka tidak akan dilecehkan”. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah dikenali dari apa atau sebagai siapa ?. Jawaban atas pertanyaan ini dapat dikaji dari penjelasan atas latarbelakang ayat ini diturunkan. Sebagaimana berikut ini 

JILBAB, HIJAB&KESALEHAN (5)


Ada sejumlah riwayat yang disampaikan para ahli tafsir mengenai latarbelakang turunnya ayat jilbab ini. Satu di antaranya disampaikan oleh Ibnu Sa’d dalam bukunya "al-Thabaqat" dari Abu Malik. Katanya : “para isteri nabi saw pada suatu malam keluar rumah untuk memenuhi keperluannya. Pada saat itu kaum munafiq menggoda dan mengganggu mereka. Mereka kemudian mengadukan peristiwa itu kepada nabi. Sesudah nabi menegur mereka, kaum munafiq itu mengatakan :”kami kira mereka  perempuan-perempuan budak. Lalu turunlah ayat 59 al-Ahzab ini. (Ibnu Katsir, hlm. Juz III/518). Ibnu Jarir at Thabari, menyimpulkan ayat ini sebagai larangan menyerupai cara berpakaian perempuan-perempuan budak. Umar pernah memukul seorang perempuan budak yang  memakai jilbab, sambil menghardik :”apakah kamu mau menyerupai perempuan merdeka, hai budak perempuan?”.(Ibnu al Arabi, Ahkam al Qur-an,III/1587). Dari informasi sabab nuzul ayat di atas sangatlah jelas bahwa Jilbab diperlukan hanya sebagai ciri pembeda antara perempuan merdeka dari perempuan budak, bukan pembeda antara perempuan muslimah dari perempuan non muslimah. Ciri tersebut diletakkan di atas kain kepala atau kerudungnya. Jika tidak demikian, maka pertanyaan penting kita adalah apakah sebelum ayat Jilbab diturunkan, perempuan-perempuan Arabia saat itu telanjang kepala, tidak mengenakan penutup kepala (kerudung)?. Secara antropologis, perempuan-peremuan Arabia, muslim maupun non muslim (Yahudi, Kristen dll) jauh sebelum Islam sampai hari ini mengenakan penutup kepala. Bahkan bukan hanya perempuan, tetapi juga kaum laki-laki. Ini adalah pakaian tradisi mereka. Pemakaian kerudung bagi perempuan dan laki-laki Arab adalah wajar dan sangat sesuai dengan kondisi geografis mereka yang umumnya panas dan berdebu pasir.

K.H. H7SEIN MUHAMMAD

@husein533








BATAS AURAT PEREMPUAN

Dewasa ini semakin banyak orang menyebut kata aurat. Tetapi apakah maknanya?

Aurat berasal dari bahasa Arab yang secara literal berarti celah, peluang, kekurangan, atau bagian tubuh yang tidak pantas diperlihatkan, sesuatu yang tercela atau memalukan untuk  dilihat orang lain, sesuatu yang tabu. Dalam al-Qur’an kata aurat disebut sebanyak empat kali, dua kali dalam bentuk tunggal, singular (mufrad) dan dua kali dalam bentuk jamak, plural (jam’). Bentuk single disebut dalam surat al-Ahzâb [33]: 13) :

“Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mreka berkata: “Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu”. Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata : “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)". Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari”.

Sedangkan bentuk plural disebut dalam surat al-Nûr [24]: 31 dan 58. “.......atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita” (Q.S. al-Nur, [24]:31).

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu”. (Q.S. al-Nur, [24]:58)

Kata aurat dalam surat al-Ahzâb [33]: 13. diartikan oleh mayoritas ulama tafsir sebagai celah (peluang), yang terbuka terhadap musuh, atau celah yang memungkinkan orang lain (musuh) mengambil kesempatan untuk menyerang. Sedangkan aurat dalam surat al-Nûr [24]: 31 dan 58, diartikan sebagai bagian tubuh yang tak pantas diperlihatkan, atau secara social dianggap buruk manakala ditampakkan di depan publik.

Aurat dalam perbincangan Fiqh (hukum Islam) sejalan dengan pandangan para ahli tafsir di atas. Bagian anggota tubuh manusia tersebut dianggap bisa menimbulkan daya tarik seksual orang lain jika dibiarkan terbuka. Karena itu, ulama fiqh berpendapat aurat harus ditutup.

Perdebatan ulama terjadi pada apa saja bagian2 tubuh yang harus disembunyikan (aurat) menurut hukum Islam (fiqh)?. Para ulama, pertama2 mengemukakan adanya kontroversi tentang batasan aurat antara laki-laki dan perempuan. Untuk aurat lelaki walaupun ada perbedaan dalam beberapa hal, tetapi secara umum mayoritas ulama berpendapat bahwa aurat lelaki adalah anggota tubuh antara pusat dan kedua lutut kaki. Sementara untuk aurat perempuan ulama fiqh juga berbeda pendapat, tetapi secara umum perempuan lebih tertutup dari lelaki.

Perempuan dalam buku-buku fiqh untuk isu aurat ini dibagi menjadi dua kelompok; perempuan merdeka (al-hurrah) dan perempuan hamba sahaya/budak perempuan (al-amah). Batas aurat untuk perempuan merdeka berbeda dari perempuan hamba sahaya (budak). Penyebutan “perempuan budak” dalam ayat ini meski mungkin dianggap tidak relevan lagi untuk saat ini, tetapi ini memperlihatkan adanya sejarah sosial perbudakan ketika teks-teks keagamaan ini turun, dan hal ini penting bagi analisis kita atas isu ini. Misalnya untuk mempersoalkan : mengapa aurat budak perempuan dibedakan. Bukankah sama2 perempuan?.

Mengenai aurat perempuan merdeka, batasannya tidaklah tunggal sebagaimana dipahami mayoritas publik selama ini, melainkan plural, beragam. Imam al Nawawi dan Al-Khatib al-Syarbini, yang merepresentasikan pandangan madzhab al-Syâfi’î, menyatakan aurat perempuan merdeka adalah seluruh tubuh kecuali muka (wajah) dan dua telapak tangan (bagian atas/luar dan bawah/dalam) sampai ke pergelangan tangan. Tetapi Imam Al-Muzanî, murid utama Imam al-Syafi’i, memberikan catatan bahwa kedua telapak kaki tidak termasuk aurat yang wajib ditutup.

Imâm al-Marghinânî dari madzhab Hanafî juga mengatakan bahwa aurat perempuan merdeka adalah seluruh anggota tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan. Tetapi pendapat lain dari mazhab ini pula menyatakan bahwa kedua telapak kaki  tidak termasuk aurat yang wajib ditutup, dan ini merupakan pendapat yang lebih sahih (ashah). Lebih jauh dari itu Qadhi al-Qudhah Abû Yusuf, murid utama Imam Abu Hanifah, bahkan mentolerir sampai separoh betis kaki. Dalam arti bahwa separoh dari kaki perempuan bagian bawah ini boleh terbuka. Lengan tangan perempuan dan rambut yang terurai, menurutnya juga tidak termasuk aurat yang wajib ditutup.

Pandangan yang sama dengan mazhab Hanafi juga dikemukakan oleh Ibrahim al Nakha’i dan Imam Sufyan al Tsauri. Keduanya ahli fiqh besar dengan reputasi yang sama dengan para Imam Mazhab empat, meskipun dalam sejarah sosialnya kemudian pandangan fiqh mereka tidak lagi populer.

Dalam madzhab Maliki juga ada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa muka dan telapak tangan perempuan merdeka bukanlah aurat. Pendapat yang kedua, masih sejalan dengan yang pertama, tetapi mereka menambahkan bahwa kedua telapak kaki tidak termasuk aurat. Meskipun demikian, Imam Muhammad bin ‘Abd al-Lâh al-Maghribî memberikan catatan bahwa jika perempuan merasa khawatir terhadap fitnah,  yakni menarik perhatian atau mengusik hasrat seksual laki-laki, maka perempuan tersebut harus menutup muka dan kedua telapak tangannya.

Dalam madzhab Hanbali aurat perempuan merdeka adalah seluruh anggota tubuh tanpa kecuali. Meski demikian, mazhab ini memberikan sedikit kelonggaran. Yakni bahwa wajah dan telapak tangan boleh dibuka ketika dalam shalat dan untuk keperluan yang tak dapat dihindari. Sebaliknya sebagian ulama dari mazhab ini justeru memberlakukan secara lebih ketat dengan mewajibkan menutup seluruh anggota tubuh tak terkecuali ketika dalam shalat. Abû Bakr al-Hârits, salah ulama dari kelompok ini mengatakan bahwa seluruh anggota tubuh perempuan merdeka adalah aurat yang wajib ditutup, termasuk kukunya.

Akhirnya, Imam Al-Syawkâni dalam bukunya yang terkenal, Nayl al-Awthâr menyampaikan kesimpulan atas isu batas aurat perempuan merdeka ini:

“Mengenai batas aurat perempuan merdeka para ulama berbeda pendapat; sebagian berpendapat bahwa seluruh tubuhnya adalah aurat, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Ini dikemukakan oleh Imam al-Hâdi, al-Qâsim dalam satu dari dua pendapatnya, Imam al-Syâfi’î dalam salah satu dari beberapa pendapatnya, Abû Hanifah dalam satu dari dua riwayat darinya dan Malik. Pendapat lain mengatakan: “auratnya adalah seluruh tubuhnya kecuali muka, kedua telapak tangan, kedua telapak kaki dan tempat gelang kaki”. Ini disampaikan oleh al-Qâsim dalam satu pendapatnya, Abû Hanifah dalam satu riwayatnya, al-Tsawrî dan Abû al-‘Abbâs. Pendapat lain mengatakan bahwa auratnya adalah seluruh tubuhnya kecuali muka. Ini dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal dan Dawûd. Ada yang mengatakan bahwa seluruh anggota tubuhnya adalah aurat tanpa kecuali. Ini dikatakan oleh sebagian murid al-Syâfi’î dan diriwayatkan juga dari Ahmad. Perbedaan pendapat ini terjadi karena perbedaan penafsiran mereka atas bunyi ayat “Illa Ma Zhahara Minha (kecuali apa yang biasa tampak)”.(Nail al-Awthar,II/55).

Mengenai batas aurat perempuan hamba sahaya (budak), para ulama juga berbeda pendapat. Al-Nawawî menyebutkan ada tiga pendapat;

Pertama, aurat mereka sama seperti aurat laki-laki. Yakni bagian tubuh antara pusat (puser) dan lutut. Pendapat ini dinyatakan oleh sebagian besar murid Imam al-Syâfi’î.

Kedua, auratnya sama seperti aurat perempuan merdeka kecuali kepala. Ini pendapat Imam al Thabari.

Ketiga bahwa auratnya adalah selain anggota tubuh yang diperlukan dibuka ketika bekerja (khidmah), yaitu selain seluruh kepala, leher dan kedua lengan tangan.

Kitab-kitab fiqh klasik lain juga menulis tidak jauh berbeda dari tiga pendapat di atas. Ada pendapat sebagian kecil ulama yang mengatakan bahwa perempuan hamba sahaya (budak) apabila sudah dikawini oleh seseorang, atau menjadi hak milik satu orang, maka auratnya adalah sama dengan perempuan merdeka.

Ibn Hazm al-Zhahirî, tokoh aliran literalis, juga berpendapat bahwa batas aurat perempuan hamba dan perempuan merdeka adalah sama dalam keadaan apapun, yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan, karena tidak ada teks syara’ yang otoritatif yang secara eksplisit membedakan antara perempuan merdeka dengan perempuan hamba.

Tetapi dalam pandangan mayoritas ulama fiqh, aurat perempuan merdeka lebih tertutup dari aurat perempuan hamba, bahkan mayoritas mereka cenderung menyamakan perempuan hamba sahaya dengan lelaki.

Dalam pandangan mayoritas ulama fiqh, aurat perempuan merdeka lebih tertutup daripada aurat perempuan hamba, bahkan mayoritas mereka cenderung menyamakan aurat perempuan hamba dengan aurat lelaki.

Dari uraian di atas tampak bahwa tidak ada batasan aurat yang sama, tunggal atau disepakati, untuk semua tubuh perempuan. Di balik seluruh pandangan tentang batas-batas aurat di atas tentu ada sederet dasar hukum yang menjadi rujukan dan pijakannya, baik berasal dari teks-teks agama (syara’) yang otoritatif; al-Qur’an dan hadits, maupun dari logika (‘illat) hukum.

Dasar Hukum

Sumber hukum utama yang dijadikan rujukan dalam isu aurat ini adalah surat al-Nûr ayat 31:

وقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ  يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ.( النور، 31.)

Artinya: “Katakanlah kepada kaum perempuan yang beriman: "Hendaklah mereka mengendalikan hasrat pandangan matanya, dan menjaga alat kelaminnya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya”. (QS. Al-Nûr, [24]: 31). Ibn Rushd dan al-Syawkânî mengatakan bahwa semua pendapat ulama tentang batas aurat perempuan merujuk kepada ayat al-Nûr 31 ini. Perbedaan pendapat kemudian muncul secara tak terelakkan karena adanya perbedaan dalam menafsiri phrase illâ mâ zhahara minhâ (kecuali yang biasa tampak/terbuka). Dalam ayat tersebut perempuan dianjurkan untuk tidak membuka zînat nya. Arti literalnya adalah perhiasan, seperti anting, kalung, gelang atau bahkan eye shadaw.

Tetapi sebagian besar ahli tafsir mengartikannya aurat. Kecuali yang memang biasa terbuka (mâ dzahara minhâ). Ada beberapa interpretasi tentang pengecualian ‘yang (biasa/memang) terbuka’ ini; sebagian mengatakan yang termasuk kategori mâ dzahara mibhâ (apa yang biasa Nampak) adalah wajah dan telapak tangan. Karena itu kedua bagian ini boleh dibiarkan terbuka dan tidak termasuk aurat perempuan, dan oleh sebab itu tidak wajib ditutup.

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki termasuk pengecualian dari kata mâ dzahara minhâ (apa yang biasa terbuka). Dengan begitu, maka semua bagian tubuh tersebut tidak termasuk aurat perempuan yang wajib ditutup, bahkan sampai separoh lengan tangan dan sedikit di atas tumit masih dibolehkan terbuka.

Pendapat yang lain lagi mengatakan bahwa mâ zhahara minhâ artinya bagian yang terbuka secara tidak disengaja, seperti tersingkap angin, terjatuh, tersangkut atau terkena hal-hal lain yang tanpa disengaja membuat auratnya tersingkap. Dengan begitu, menurut pendapat terakhir ini, dalam situasi yang normal, wajar, seluruh anggota tubuh perempuan termasuk wajah, telapak tangan, dan telapak kaki adalah aurat yang wajib ditutup, tanpa ada pengecualian.

Perbedaan interpretasi masing-masing ulama di atas didasarkan pada beberapa hal; teks hadits, informasi atau pernyataan sahabat Nabi dan logika hukum (‘illat). Dalam literatur fiqh Syâfi’î, Hanafi dan Maliki, yang sering menjadi rujukan dalam memperkuat interpretasi mereka terhadap phrase mâ zahara minhâ adalah ucapan sahabat Nabi; Ibn ‘Abbâs r.a. “kecuali muka dan kedua telapak tangan”. Ucapan Ibn ‘Abbas r.a. ini sering menjadi rujukan bagi para ulama yang memilih untuk mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan perempuan adalah bukan bagian aurat.

Sementara teks hadîts yang menjadi rujukan dalam mentafsiri ayat al-Nûr di atas, diantaranya adalah:


عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أبي بكر دَخَلَتْ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ  صلى الله عليه وسلم  وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رَقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم  وَقَالَ يَا أَسْمَاء إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيْضَ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ اِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ. أخرجه أبو داود.


Dari ‘Aisyah bahwa Asmâ bint Abu Bakr masuk ke Rasulullâh Saw, dia mengenakan pakaian yang tipis, (melihat hal it beliau Nabi memalingkan mukanya sambil berkata: “Wahai Asmâ!, sesungguhya perempuan itu kalau sudah sampai (umur) haidl (dewasa) tidak lagi pantas untuk memperlihatkan (tubuh)-nya kecuali ini dan ini”. Nabi memberi isyarat tangannya dengan menunjukkan ke muka dan telapak tangan beliau. (H.Riwayat Abû Dâwud). Teks hadîts ini menurut Abu Dâwud, sang perawi hadits ini, tidaklah valid, karena sanadnya (mata-rantai nara sumber) terputus. Perawinya; Khalid bin Durayk, tidak bertemu langsung dengan Siti ‘Aisyah r.a.  Keadaan ini menyebabkan hadîts ini adalah dha’if (lemah). Khâlid sendiri, di samping tidak bertemu langsung dengan Siti Aisyah, menurut para ahli hadits, adalah orang yang tidak dikenal (majhûl). Beberapa teks hadits lain yang dijadikan dasar hukum untuk menyatakan bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya selain muka dan telapak tangan adalah:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وآله وسلم قَالَ لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ. أخرجه أبو داود، والترمذي، وابن ماجه.

Dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi Saw bersabda: “Allah tidak menerima shalât perempuan yang sudah haid kecuali dengan memakai tutup kepala”. Riwayat Ibn Majah.

Teks hadîts ini dinilai para ahli hadits secara berbeda. Al-Turmudzî memberinya  predikat baik (hasan). Ibn Hibbân menilai shahîh. Sementara Imam al-Dâruqthbî menganggapnya mawquf,  berhenti hanya sampai sahabat, tidak sampai Nabi. Bahkan Imam al-Hâkim menganggap hadits ini bermasalah, cacat (ma’lûl). 

Di dalam teks ini disebutkan, perempuan yang sudah haid, jika hendak shalat diperintahkan menutup kepalanya. Jika perintah itu diartikan kewajiban, maka apakah kewajiban ini berlaku bagi bagian wajah, telapak tangan d telapak kaki?. Teks ini tdk menyebutkannya secara eksplisit, tp ulama sepakat, wajah dan  dua telapak tangan bukan bgian dari aurat yg wajib ditutup saat salat. Utk telapak kaki, ulama berbeda. Perbedaan juga muncul dalam kasus aurat di luar salat, seperti sudah disebutkan. Teks hadîts ini hanya bisa dijadikan dasar legitimasi wajibnya kepala perempuan dlm shalat ditutup kerudung (khimâr) dan ini, bagi mayoritas ulama, hny bagi perempuan merdeka, bkn perempuan budak. Hadîts lain : “Umm Salamah bertanya kpd Nabi ttg perempuan yg salat memakai baju dan kain penutup kepala, tanpa memakai sarung. Nabi: “(Boleh) kalau baju itu panjang sampai menutup bagian atas dari telapak kakinya”. (HR Abû Dâwud). Hadîts ini dianggap shahîh oleh sebagian ulama. Tapi ulama madzhab Hanafi menganggapnya lemah (dla’îf). Al-Zayla’î mengtkn: sejumlh ulama hadîts melemahkan teks hadîts ini, a.l. Ibn al-Jawzî dan Abu Hâtim. Karena itu, ulama madzhab Hanafî membolehkan telapak kaki perempuan terbuka baik di dlm maupun di luar salat, meski di dlm teks hadits ini secara eksplisit disebutkan  telapak kaki perempuan harus ditutup ketika salat, yg berarti telapak kaki itu aurat.

Ulama Hanbali yang mengatakan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat tanpa kecuali merujuk kepada teks hadits berikut:

قال النبي صلى الله عليه وسلم: الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ مَسْتُورَةٌ.

"Nabi Saw bersabda: “Bahwa perempuan adalah aurat yang (harus) tertutup”. Banyak literatur fiqh klasik yang menulis teks hadits ini dengan redaksi seperti tertulis di atas. Akan tetapi Muhammad bin ‘Abd al-Wâhid al-Sîwâsî al-Hanafî (w. 681H) dan yang lain menyatakan bahwa teks seprti ini tidak ada dalam literatur hadits. Yang ada adalah riwayat al-Turmudzi seperti ini :Nabi Saw: “Perempuan adalah aurat, apabila ia keluar (dari rumah) akan diikuti setan”.(HR Tirmizi) dan (Ini) hadits Hasan Shahih Gharîb.Walaupun ulama Hanbali merujuk kepada teks hadits ini, tp mrk mengecualikan tapak tangan d wajah.

Pandangan fiqh yang lebih longgar menunjukkan argument dari beberapa hadits Nabi. Al-Thabari dalam Tafsirnya : Jami’a al-Bayan, menyebut :

قال قتادة : وبلغني أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " لَا يَحِلُّ لِامْرأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ، أَنْ تُخْرِجَ يَدَهَا إِلَّا إِلَى هَاهُنَا " . وَقَبَضَ نِصْفَ الذِّرَاعِ .

“Qatadah mengatakan : dan telah sampai kabar kepadaku, bahwa Nabi mengatakan :”Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, menampakkan kedua tangannya, kecuali sampai pada batas ini. Dan Nabi memegang separoh lengannya”. (Tafsir al-Thabari).

Hadits lain dari Siti Aisyah menyebutkan :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " إِذَا عَرَكَتْ الْمَرْأَةُ لَمْ يَحِلَّ لَهَا أَنْ تُظْهِرَ إِلَّا وَجْهَهَا ، وَإِلَّا مَا دُوْنَ هَذَا " ، وَقَبَضَ عَلَى ذِرَاعِ نَفْسِهِ ، فَتَرَكَ بَيْنَ قَبْضَتِهِ وَبَيْنَ الْكَفِّ مِثْل قَبْضَةٍ أُخْرَى . وأشار به أبو علي . (تفسير الطبرى)

Nabi SAW bersabda : “Bila seorang perempuan telah dewasa, maka tidaklah halal baginya memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya, kecuali mukanya dan selain itu. Nabi memegang lengannya sendiri. Beliau menyilangkan genggaman tangan yang satu ke tangan lainnya”.(Tafsir al-Thabari). Antara Teks dan Realitas

Uraian sederhana mengenai dasar hukum batasan aurat perempuan di atas memperlihatkan kepada kita bahwa teks syara’ (agama) yang otoritatif; al Qur’an dan Hadits Nabi, tidak menyebutkan batas-batas aurat perempuan secara jelas dan tegas. Kenyataan seperti ini memberikan peluang yang luas bagi para ulama madzhab untuk menginterpretasikannya sesuai kapasitas dan kecenderungan masing-masing yang tidak mungkin lepas dari pergumulan mereka dengan realitas kehidupan yang terjadi dan berkembang di sekitar mereka pada masanya masing-masing.

Yang menarik adalah bahwa mereka yang mewajibkan tubuh perempuan harus ditutup seluruhnya juga mengecualikan (takhshîsh) perempuan hamba/al-amah). Tubuh perempuan hamba sahaya dalam pandangan mereka jauh lebih terbuka, meski tanpa didasari oleh pernyataan eksplisit dari al-Qur’ân maupun hadits. Dengan kata lain teks yang menyebutkan keseluruhan tubuh perempuan sebagai aurat menjadi terbatas pada kelompok perempuan tertentu saja, yaitu perempuan merdeka. Pembatasan dan pengecualian ini dalam pandangan ulama fiqh boleh jadi merujuk kepada status dan fungsi sosial perempuan yang terjadi pada saat itu; apakah dia seorang merdeka atau seorang budak. Dalam konstruksi sosial masyarakat Islam saat itu jika dia seorang perempuan merdeka, maka mereka, diperintahkan agar berada di rumah dan dianjurkan untuk tidak bekerja di luar rumah. Karena itu mereka tidak keluar rumah dan tidak banyak bergaul dengan banyak orang di ruang publik.  Akan tetapi jika dia  seorang hamba, maka dia memiliki keleluasaan untuk berkerja, baik di ruang domestic maupun ruang publik, karena mereka memang dikonstruksikan secara social untuk mengabdi, melayan, bekerja dan berbuat apa saja yang diperlukan para tuan/majikannya. Dengan alasan-alasan di atas, maka adalah masuk akal jika perempuan merdeka harus lebih tertutup dari perempuan hamba sahaya.

Realitas konstruksi social seperti itulah yang tampaknya memberikan inspirasi dan yang melatarbelakangi beragam pendapat para ulama di atas dengan cara pandang dan analisis yang berbeda-beda.  Ulama yang berpendapat bahwa wajah, telapak tangan dan atau lengan (dzira’), serta kaki sampai betis perempuan merdeka boleh terbuka, boleh jadi karena alasan keperluan atau kebutuhan (li al-hajah) tertentu dan diizinkan suaminya (bagi istri). Alasan lain adalah agar tidak merepotkan atau menyulitkan dalam bergerak (daf’an li al-haraj wa al masyaqqah). Alasan yang sama juga dijadikan dasar mereka untuk berpendapat bahwa kepala, leher, lengan, kaki, bahkan seluruh tubuh perempuan hamba sahaya selain bagian tubuh antara pusat dan lutut sebagai bukan aurat yang oleh karena itu bagian-bagian tersebut boleh dibiarkan tampak/terbuka.

Ulama madzhab Hanafi, Muhammad bin ‘Abd al-Wâhid al-Sîwâsî (w. 681H) dalam kitab Syarh Fath al-Qadîr menyampaikan beragam pandangan ulama dalam internal madzhabnya mengenai lengan perempuan. Katanya sejumlah ulama mewajibkan menutupnya. Sebagian mengatakan ia bukan aurat dan tidak wajib ditutup dan sebagian lagi berpendapat bahwa lengan wajib ditutup, hanya ketika shalat saja dan tidak wajib ketika tidak (di luar) shalat. Argumen mereka bahwa lengan perempuan bukan aurat, sebagaimana pandangan Imam Abû Yûsuf, adalah: bahwa lengan tangan merupakan anggota tubuh yang perlu dibuka manakala melayani orang lain dan ketika mereka bekerja.

Ibn Qudâmah bermazhab Hambali dlm al-Mughnî berkata:

وقال بعض أصحابنا: ‘‘الْمَرْأَةُ كُلُّهَا عَوْرَةٌ؛ لِأَنَّهُ قَدْ رُوِىَ فِي حَدِيْثٍ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، رواه الترمذي. وقال: حديث حسن صحيح، لَكِنْ رَخَّصَ لَهَا فِي كَشْفِ وَجْهِهَا وَكَفَّيْهَا لِمَا فِي تَغْطِيَتِهِ مِنَ الْمَشَقَّةِ’’.

Sebagian ulama kita berkata: “Bahwa (tubuh) perempuan, seluruhnya adalah aurat. Karena ada hadits diriwayatkan dari Nabi Saw: bahwa perempuan adalah aurat. Ini diriwayatkan al-Turmudzî. Dia berkata: Ini adalah hadits Hasan Shahih. Tetapi dia (perempuan) dibolehkan  membuka muka (wajah) dan telapak tangannya, karena menutup anggota tersebut adalah merepotkan (susah)”. Al-Marghînânî berkata dalam kitab al-Hidâyah: “Yang menjadi batas aurat lelaki adalah juga menjadi batas aurat perempuan hamba sahaya (al-amah), perut dan punggungnya adalah aurat, bagian tubuhnya selain itu bukanlah aurat, karena ‘Umar pernah mengatakan: “Lepaskan tutup kepalamu wahai Daffâr (nama seorang hamba sahaya perempuan/amat), apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?”, juga karena biasanya dia keluar untuk keperluan tuannya dengan pakaian kerjanya, maka (dalam hal aurat) dia dianggap keluarga sedarah (mahram) bagi semua lelaki, untuk menolak kesulitan.” 

Ulama kontemporer Muhammad ‘Ali al-Shâbûnî menjustifikasi pendapat mayoritas ulama mengenai aurat perempuan hamba, beliau berkata:

“Perempuan hamba sebagai perempuan pekerja banyak keluar rumah dan pulang pergi ke pasar untuk melayani dan memenuhi segala keperluan tuan/majikannya; apabila diperintahkan untuk berpakaian serba tertutup ketika keluar rumah maka itu merepotkan (haraj) dan memberatkannya (masyaqqah), lain halnya dengan perempuan merdeka yang memang diperintahkan untuk tetap berada di dalam rumah dan tidak keluar rumah kecuali karena keperluan mendesak, maka dia tidak ada kerepotan atau keberatan sebagaimana yang dialami oleh perempuan hamba sahaya”.

Orang-orang yang dikecualikan

Jika kita membaca dengan cermat ayat Q.S. al-Nur, 31 di atas, maka di situ akan ditemukan dengan jelas disebutkan sejumlah laki-laki yang dikecualikan

Mereka adalah para mahram (keluarga dekat) perempuan. Al-Qur'an menyatakan :

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ

Dan janganlah mereka (kaum perempuan) menampakkan perhiasannya kecuali kepada

1. suami mereka,

2. ayah mereka,

3. ayah suami mereka (mertua), 4. putera-putera mereka,

5. putera-putera suami mereka, (anak tiri)

6. saudara-saudara laki-laki mereka,

7. putera-putera saudara lelaki mereka (keponakan)

8. putera-putera saudara perempuan mereka, (keponakan)

9. Perempuan2 Islam,

10. Budak-budak yang mereka miliki,

11. laki-laki dewasa yang tidak mempunyai hasrat (thdp perempuan)

12. anak-anak laki (bocah) yang belum mengerti tentang aurat wanita. 

Di hadapan para mahram dan laki-laki ini, aurat perempuan lebih terbuka. Ini boleh jadi karena mereka secara tradisi bukan orang-orang yang akan mengancam atau membahayakan seksualitas perempuan tersebut.

Begitulah. Dari berbagai pandangan para ahli fiqh di atas terlihat dengan jelas bahwa teks-teks keagamaan yang membicarakan tentang isu batas aurat perempuan sesungguhnya tidaklah berdiri di ruang kosong yang tanpa pijakan pada realitas yang ada dan berkembang di sekitar para penafsir atau ulama di atas. Ungkapan ‘demi keperluan’ (talbiyat al-hâjah) dan ‘menghindar kesulitan’ (daf’an li al-haraj) adalah ungkapan-ungkapan yang berkaitan dengan kehidupan real manusia/masyarakat. Kondisinya sangat relatif; berbeda dan berubah dari satu waktu ke waktu yang lain dan dari satu tempat ke tempat yang lain. Jadi pendapat-pendapat ulama tentang aurat dalam kacamata ini sesungguhnya adalah bersifat kontekstual. Apabila kita dapat memahami dan sepakat bahwa ‘keberatan/kesulitan’ dan ‘keperluan/kebutuhan’ merupakan aspek-aspek yang menjadi alasan substansial dalam menginterpretasikan teks-teks aurat, maka isu aurat bukanlah terminologi agama yang sifatnya universal.

Dengan kata lain batasan-batasan mengenainya bukan ditentukan oleh teks-teks agama an sich. Dalam hal ini, kata aurat sama halnya dengan kata yang lain seperti aib dan memalukan, sebagaimana juga kata wajar, sopan atau santun. Kata-kata ini bukanlah terminologi agama tetapi terminologi sosial budaya yang sangat relatif dan kontekstual, yakni berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang lain dan dari waktu ke waktu yang lain.

Perintah menutup aurat memang benar merupakan bagian dari ketentuan agama. Tetapi sejauh mana batasan-batasan aurat, sesungguhnya sangat ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan norma-norma social (masyarakat) dan kemanusiaan yang sebenarnya tidak tunggal dan sangat kompleks. Untuk itu, dalam menentukan batas aurat, baik untuk lelaki maupun perempuan diperlukan suatu kondisi sosial dan mekanisme tertentu yang lebih akomodatif dan responsif terhadap segala nilai dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Dalam hal ini, pertimbangan ‘khawf al-fitnah’ (kekhawatiran menimbulkan daya tarik seksual laki-laki yang bisa menciptakan petaka sosial) dalam konteks social dan budaya yang berubah perlu dipikirkan dan dilakukan. Kita tidak perlu membayangkan kemungkinan sebuah situasi social yang membenarkan ketelanjangan perempuan dalam ruang publik. Dalam kebudayaan masyarakat yang maju, bebas, secular dan anti agama sekalipun, situasi social di sana tetap saja menjaga kesopanan dalam berpakaian. Jika kita berharap agar kaum perempuan berpakaian secara lebih tertutup, maka tentu saja sah dan tidak masalah. Akan tetapi untuk kepentingan ini diperlukan cara-cara persuasive, melalui pendidikan moral, penciptaan tradisi yang menghormati perempuan dan tidak melibatkan intervensi Negara.

Hal yang paling utama untuk dipertimbangkan dalam isu ini atau isu-isu lain yang sejenis, adalah bagaimana kita dapat menciptakan ruang-ruang sosial dan mekanisme aturan tertentu agar tubuh manusia, terutama perempuan, tidak dieksploitasi untuk kepentingan dan hasrat2 biologis rendaha dan murahan. Mungkinkah perlindungan bagi perempuan dilakukan atau dibuatkan rumusannya tanpa harus membatasi hak2nya utk berekspresi dan beraktualisasi diri dalam ruang sosial?

Hal paling penting lainnya dan sejatinya paling mendasar adalah bagaimana kita mampu menciptakan sekaligus mensosialisasikan cara pandang individu maupun social yang menghormati dirinya sendiri dan menghormati yang lain, tanpa perlu membedakan status sosial dan latarbelakang identitas seseorang, termasuk jenis kelamin, serta tidak merendahkan atau melecehkannya, apalagi melakukan kekerasan seksual. Cara ini lebih mendasar, sehingga kaum perempuan tetap dapat menjalani hidupnya di mana saja dan kapan saja tanpa harus dihantui oleh rasa cemas dan takut akan mata jalang laki-laki yang tak beradab.

Dan ini berarti kita harus mendidik laki-laki dan perempuan menjadi orang-orang saleh. Lalu apakah maknanya? Apakah yang paling substansial bagi kesalehan seseorang, perempuan maupun laki-laki?. Dalam banyak teks keagamaan : al-Qur’an dan hadits nabi,  kesalehan seseorang justeru terletak pada pengendalian hati dan tindakan/perbuatannya, yang populer disebut taqwa.

Betapa menarik dan krusialnya sekaligus indah kata-kata pertama al-Qur'an pada surah al-Nur 30 dan 31 :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

"Sampaikan (wahai Nabi) kepada kaum laki-laki yang beriman : hendaklah mereka mengendalikan pandangan matanya dan menjaga "kehormatan" (alat kelamin). Itu lebih membersihkan hatimu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka lakukan". (Q.s. al-Nur, 30).

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Sampaikan (wahai Nabi) kepada perempuan-perempuan beriman, hendaklah mereka mengendalikan pandangan matanya dan menjaga kesucian "kehormatan"(alat kelamin)mu".(Q.s. al-Nur, 31)

Pandangan mata menjadi awal dari sebuah tindakan. Ia mentransimisi ke otak dan hati untuk melangkah kepada suatu tindakan tertentu, positif maupun negatif. Dalam tradisi bangsa ini ada pepatah : "Dari mata turun ke hati". Nabi juga memberi nasehat kepada para suami :
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
"Jika kamu melihat seorang perempuan dan hatimu terpikat kepadanya, maka segeralah pulang ke rumah dan temui isterimu, karena isterimu memiliki apa yang dimiliki perempuan itu". (H.R. Tirmizi). Jadi tergantung pada hati/otak masing-masing yang memandang, baik atau buruk, positif atau negatif sesuatu.
Dalam tafsir Al-Quran al-'Azhim, karya Ibn Katsir disebutkan :

من حفظ بصره ، أورثه الله نورا في بصيرته " . ويروى : " في قلبه " .

Siapa yang bisa mengendalikan pandangan matanya (pikiran dan hatinya), maka Allah mewariskan cahaya di dalam mata hatinya".
Pengendalian diri atau menjaga diri itu bermakna Taqwa. Satu ayat al-Qur'an yang selalu dibaca manakala bulan ramadan/puasa tiba adalah : "wahai orang-orang yang beriman kalian diwajibkan berpuasa sebagaimana umat-umat sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa". Maknanya supaya kamu bisa mengendalikan diri terhadap hasrat-hasrat duniawi.
Pada ayat lain disebutkan :
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
"Dan berhati-hatilah (atau bersiap-siaplah) kalian akan tibanya suatu hari, di mana kalian dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diselesaikan segala yang pernah dikerjakannya tanpa dirugikan sedikitpun". Ada dialog yang menarik antara Umar bin al-Khatab dengan Ubay bin Ka'b. Keduanya sahabat Nabi terkemuka.
قال عمر بن الخطاب لأبي بن كعب : ما معنى التقوى التي أكثر الله من ذكرها في كتابه ؟ فقال أبيْ : يا أمير المؤمنين أما سلكت طريقا ذا شوك ؟ قال : بلى ، قال فماذا كنت تفعل ؟ قال كنت أشمر ثيابي وأحترز ، قال: هذه التقوى
Umar bin Khattab bertanya kepada Ubay tentang makna Taqwa  yang berkali-kaki disebutkan dalam al-Qur'an itu?. Ubay menjawab dengan bertanya kepada Umar.
“Amir al-Mukminin, apakah Anda pernah melewati jalan yang penuh duri?”
Ya, pernah,” jawab Umar.
“Apa yang Anda lakukan?” tanya Ubay lagi.
“Saya akan bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati,” jawab Umar.
“Itulah takwa,” kata Ubay bin ka’ab.
Begitulah makna genuin kata Taqwa. Para ulama lalu mengurai dengan cara dan bahasa yang bermacam-macam. Ada yang meringkas. Taqwa adalah himpunan yang baik2 (Jami' Kull Khair). Ada yg menyebut Taqwa sama dengan "al-Akhlaq al-Karimah" (Budi pekerti yang mulia, etika sosial-kemanusiaan). Tetapi yang sering kita dengar dari para khatib dalam khutbahnya dan banyak ulama adalah : "menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangannya". Semuanya masih perlu diurai.
Selanjutnya Al-Qur’an menyatakan bahwa orang yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah orang yang paling bertaqwa :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal/memahami. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha waspada".
Nabi juga mengatakan :
وَعَنْ أبي هُريْرة عَبْدِ الرَّحْمن بْنِ صخْرٍ رضي الله عَنْهُ قَالَ: قالَ رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: “إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
"Sungguh, Allah tidak menilai kalian kepada tubuhmu dan tidak pula rupamu, tetapi pada isi hatimu".
Hadits lain :
إنَّ الله لا ينظر إلى صوركم، ولا إلى أموالكم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم،
“Allah tidak melihat wajah/rupamu dan hartamu melainkan kepada hati dan perbuatanmu”. Kata-kata nabi ini menunjukkan bahwa kebaikan seseorang tidak dilihat dari aspek legal-formalnya, melainkan pada substansinya.
Imam Nawawi, pensyarah kitab hadits sahih kumpulan Imam Muslim mengatakan :
أن الأعمال الظاهرة لا يحصل بها  التقوى، وإنما تحصل بما يقع في القلب من عظمة الله تعالى وخشيته ومراقبته" [شرح النووي على مسلم: 16/ 94].
Perbuatan lahir (legal formal) tidak (secara otomatis) menghasilkan ketaqwaan. Ia dihasilkan oleh hati yang senantiasa mengagungkan Allah, merasa takut kepada-Nya dan senantiasa berada dalam pengawasan-Nya". (Syarah Muslim, XVI/94).

Pakaian Taqwa
Al-Qur’an di tempat lain menegaskan lagi :
ولباس التقوى ذلك خير
“Dan pakaian Taqwa itulah yang terbaik”. Apakah pakaian taqwa itu?. Ia tentu bukan sejenis pakaian seperti kebaya atau baju koko atau jubah, jalabiya, atau baju adat tertentu. Itu bahasa metafora.
Pakaian taqwa adalah sesuatu yang melindungi/menjaga hati dan jiwa seseorang dari perbuatan buruk seraya memperlihatkan perilaku yang indah dan terpuji.
Sebuah puisi Arab mengatakan :
اذا المرء لم يلبس ثيابا من التقى
تلقب عريانا ولو كان كاسيا
وخير لباس المرء طاعة ربه
ولا خير فيمن كان الله عاصيا
Bila seseorang tidak mengenakan pakaian taqwa, dia disebut telanjang, meskipun dia mengenakan kain
Pakain terbaik seseorang adalah ketaatan kepada Tuhannya
Tak ada kebaikan seseorang
Manakala dia mendurhakai Tuhan
Sementara itu para ulama ahli tafsir menafsirkan “pakaian taqwa” secara beragam. Menurut Ibn Juraij, ia adalah “Iman”. Ibnu Abbas mengatakan : “ia adalah amal saleh (kerja/perbuatan yang baik) dan wajah yang ramah. Urwah bin Zubair : ia adalah "Khasyyatullah” (takut kepada Allah), menjaga kehormatan diri dan menutup aurat. (Lihat :Tafsir "Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Ayi al-Qur'an", karya al-Thabari). 

Pertanyaannya adalah di manakah pusat taqwa yang menggerakkan kesalehan (perilaku baik) itu?. Dalam sebuah hadits Shahih dikemukakan bahwa letak taqwa adalah di hati. Nabi mengatakan :
المسلم أخو المسلم، لا يظلمه ولا يخذله، ولا يحقره، التقوى هاهنا» ويشير إلى صدره ثلاث مرات. [مسلم "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Masing-masing tak boleh menyakiti, tidak boleh merendahkan dan tak boleh menghina. Taqwa itu di sini 3 x.
Ketika Nabi mengucapkan kata “Al-Taqwa Ha Huna”, taqwa itu di sini”, tangannya menunjuk ke dadanya. Maksudnya adalah di dalam hati.
Di suatu saat Nabi mengatakan kepada para sahabatnya ;
الا ان فى الجسد مضغة . اذا صلحت صلح الجسد كله.  اذا فسدت فسد الجسد كله. الا وهى القلب. "Renungkan dalam-dalam, sesungguhnya di dalam tubuhmu ada segumpal daging (arti kiasan). Apabila ia sehat (baik), maka tubuh itu sehat (baik). Jika ia rusak Jika rusak, maka tubuh itu rusak (sakit). Ingatlah, itu adalah hati".
Hati  bagaikan komandan atau raja di tangannya prajurit atau rakyat dikendalikan. Pada manusia hati adalah bagai raja dari seluruh anggota badan, dan badan itu taat terhadap perintah hati, siap menerima petunjuk hati.
Karena itu Nabi mengajarkan suatu doa kepada umatnya agar dianugerahi hati yang bisa mengendalikan tindakan ke arah yang baik :
اللهم مصرِّف القلوب، صرِّف قلوبنا على طاعتك؛
"Ya Allah Yang mengarahkan hati. Arahkan hati kami untuk mematuhi-Mu"
اللهم إني أسألك...قلبًا سليمًا، وأسألك لسانًا صادقًا؛ "Ya Allah, anugerahi aku hati yang bersih. Anugerahi aku lidah yang jujur".
Makna taqwa lebih luas dikemukakan dalam al-Qur'an.  Allah menyatakan :
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ}.. [البقرة : 177].
“Kebaikan bukanlah karena kamu menghadapkan wajahmu ke timur atau ke barat. Melainkan kebajikan itu ialah jika seseorang percaya kepada Allah, Hari Kemudian para Malaikat, Kitab Suci dan para Nabi serta mendermakan hartanya betapapun kamu mencintainya, untuk keluarga dekat, anak-anak yatim orang-orang miskin orang-orang dalam perjalanan, peminta-minta dan orang-orang yang terbelenggu perbudakan. Selanjutnya ia melaksanakan shalat, menunaikan zakat serta selalu teguh menepati janji bila telah mengikat janji, tabah dalam menghadapi ketidakberuntungan, kesusahan, dan dalam masa-masa sulit. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”.(Q.S. al-Baqarah, [2:177).
Dalam ayat di atas ini Allah menyatakan tentang bentuk-bentuk "al-Birr" yang biasanya diterjemahkan sebagai kebajikan (kebaikan, kesalehan). Di situ disebutkan yang secara garis besar menjadi tiga. Pertama keimanan/keyakinan sebagaimana yang ada dalam rukun iman. Kedua, menjalankan/ menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dua hal yang mewakili rukun Islam. Ketiga tindakan kemanusiaan. Atau dalam bahasa yang populer masuk dalam rukun Ihsan. Gus Dur menyebutnya sebagai "Rukun Tetangga". Isinya antara lain menyantuni fakir miskin, yatim piatu,  menyayangi orang-orang yang menderita dan yang kena musibah, dan lain-lain.
Nah, demikianlah makna kesalehan, pakaian taqwa, Akhlaq luhur dan sejenisnya. Dan itulah substansi sekaligus komitmen utama Islam. Nabi mengatakan :
انما بعثت لاتمم مكا رم الاخلاق
"Aku diutus Tuhan hanya dalam rangka menegakkan "akhlak karimah" (budi pekerti yang luhur). Saya ingin mengakhiri rangkaian tulisan tentang Jilbab, Hijab dan Aurat Perempuan ini dengan kata-kata indah seorang sufi-sastrawan besar dari Konya yang sangat masyhur segajat, Maulana Jalaluddin al-Rumi al-Balkhi.
انت ليلا ونهارا تحارب طالبا تهذيب اخلاق المراة وتطهر نجاستها. ان تطهر نفسك بها خير من ان تطهرها بنفسك. هذب نفسك بواسطتها. امض اليها وسلم كل ما تقوله حتى ولو كان الكلام فى نظرك محال. ودع الغيرة. ( فيه مافيه. ١٣٨). Siang dan malam kau berusaha mati-matian memperbaiki moral perempuan dan bersemangat untuk membersihkan jiwanya dari kotoran yang melekat padanya.  Seyogyanya  kau  lebih dulu membersihkan  dirimu sendiri melalui dia ketimbang membersihkan dia melalui kamu. Ayo bersihkan dirimu melalui dia. Segeralah temui dia dan pasrahkan dirimu kepadanya, dengarlah apa yang dikatakannya meski menurutmu aneh dan tinggalkan cemburu". (Fihi Ma Fihi, 138). كن فارغ البال وجانب التشويش والاضطراب "Kosongkan pikiranmu, jauhilah yang mengganggu dan mengacaukan pikiran dan hatimu". Tamat. Wallahu A'lam bi al-Shawab. In Uridu illa al- Ishlah. Wa Ma Taufiqi illa billah.

K.H HUSEIN MUHAMMAF
@husein553