This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Thursday, June 30, 2022

IDUL ADHA IKUT YANG MANA?

 Oleh: Irsyad Syafar

Idul Adha tahun 2022 ini kembali terjadi perbedaan hari. Pemerintah Arab Saudi sudah mengumumkan jatuhnya pada tanggal 9 Juli. Dan tanggal 8 Julinya adalah wukuf di Arafah. Sedangkan Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal 10 Juli setelah tidak ada rukyah hilal pada 29 Juni kemaren. Sedangkan Muhammadiyah, dengan metode hisab sudah jauh hari menetapkan Idul Adha pada tanggal 9 Juli.

Lalu, kita mau ikut yang mana? Ikut hasil rukyah Indonesia atau hasil rukyah Saudi? Atau ikut hasil hisab saja? Kalau ikut hasil rukyah Indonesia, puasa Arafahnya bagaimana? Ini diantara pertanyaan dan kegalauan yang muncul di tengah masyarakat.

Pertama, berhari raya dengan hasil rukyah negara masing-masing adalah amalan Sahabat dan Tabi'in, dan salah satu pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi'i. Bahkan Syekh Utsaimin, Ulama besar Arab Saudi juga menfatwakan hal yang sama.

Imam Muslim meriwayatkan dari Kuraib–, bahwa Ummu Fadhl bintu Al Harits pernah menyuruhnya untuk menemui Muawiyah di Syam. Kuraib meceritakan: "Ketika itu masuk tanggal 1 Ramadhan dan saya masih di Syam. Saya melihat hilal malam jumat. Kemudian saya pulang ke Madinah." 

Setibanya di Madinah di akhir bulan, Ibnu Abbas ra. bertanya kepadaku, “Kapan kalian melihat hilal?” tanya Ibnu Abbas. Kuraib menjawab, “Kami melihatnya malam Jumat.” “Kamu melihatnya sendiri?”, tanya Ibnu Abbas. “Ya, saya melihatnya dan penduduk yang ada di negeriku pun melihatnya. Mereka puasa dan Muawiyah pun puasa.” Jawab Kuraib. Ibnu Abbas menjelaskan:

لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلاَثِينَ أَوْ نَرَاهُ

Artinya: "Kalau kami melihatnya malam Sabtu. Kami terus berpuasa, hingga kami selesaikan selama 30 hari atau kami melihat hilal Syawal.”

Kuraib bertanya lagi, “Mengapa kalian tidak mengikuti rukyah Muawiyah dan puasanya Muawiyah?” Ibnu Abbas ra menjawab:

لاَ هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

“Tidak, seperti ini yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami.” (HR. Muslim no. 1087).

Maka Ibnu Abbas yang berada di Madinah berpuasa dengan rukyah Madinah, tidak dengan hasil Rukyah negeri Syam (Khalifah Muawiyah). Padahal Beliau sudah diberitahu hasil Rukyah negeri Syam. Dan tidak main-main Ibnu Abbas memberikan jaminan dan menyatakan: "Begitu Rasulullah Saw mengajarkan."

Imam An Nawawi ra. menyatakan tentang hadits Kuraib ini, “Setiap negeri memiliki penglihatan hilal secara tersendiri. Jika mereka melihat hilal, maka tidak berlaku untuk negeri lainnya.” (Syarah Nawawi).

Kedua, kalau kita ikut hasil rukyah Indonesia, lalu Idul Adhanya tentu pada tanggal 10 Juli, dan puasa Arafahnya pada tanggal 9 Juli. Bagaimana ini? Orang kan wukuf di Arafah pada tanggal 8 Juli?

Puasa Arafah adalah puasa pada tanggal 9 Zulhijah. Bukan puasa ketika orang wukuf di Arafah. Sebab, syariat Idul Adha dan puasa 9 Zulhijjah lebih dahulu dari pada syariat kewajiban haji. Idul Adha sudah disyariatkan pada tahun ke 2 Hijriah. Sedangkan Ibadah haji baru disyariatkan pada tahun ke 6 Hijriah. Dan Rasulullah Saw baru berhaji pada tahun ke 10 H. Jadi, Rasulullah sudah beridul Adha dan puasa 9 zulhijah jauh sebelum wajibnya ibadah haji, jauh sebelum adanya wukuf di Arafah.

Dan kalau puasa Arafah itu puasanya harus bersamaan dengan saat orang wukuf di arafah, maka kaum muslimin yang berada di negara yang berbeda 10 jam atau lebih dari Arab Saudi, tidak akan pernah bisa melaksanakan puasa Arafah. Karena, saat mereka berpuasa, wukuf sudah selesai, dan Arafah sudah kosong.

Ketiga, semua kita menginginkan bersatunya umat Islam dalam hari raya dan Ramadhan. Namun itu belum juga kesampaian. Namun paling tidak, mari kita saling menghormati dan menjaga hati, agar kita tetap satu. Yang memilih hasil rukyah Pemerintah, silahkan. Jelas itu ada landasannya. Yang memakai hasil rukyah Arab Saudi, itu juga memungkinkan karena ada pendapat dalam madzhab Syafii yang memakai rukyah internasional. Yang menggunakan hasil hisab Muhammadiyah, juga silakan. Itu juga dengan landasan-landasan ilmiah yang terpercaya.

Taqabbalallahu minnaa wa minkum shaalihal a'mal. Damailah Indonesiaku...


https://www.facebook.com/100002761249335/posts/pfbid0cB8G8urwb8LWyQazYWXqRPYhtRa4nLMYDNb6mmqR7AZD36qWM2ZSBYNfuQbqtBBil/?sfnsn=wiwspmo

KENAPA SAMPAI TERJADI BEDA PENDAPAT?

Beda pendapat dalam halal dan haram itu ada saja karena perbedaan dalam menyikapi dalil. Ada sebabnya beda pendapat itu muncul.

Mengapa sampai para ulama berselisih pendapat dalam suatu masalah? Ada yang menyatakan boleh, ada yang menyatakan tidak. Ada yang menyatakan halal, ada yang sebaliknya menghukumi haram.

Dari hadits An Nu'man bin Basyir, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram juga jelas. Di antara yang halal dan haram tersebut terdapat perkara yang masih samar (syubhat). Banyak manusia yang tidak mengetahuinya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599).

Dari Al 'Irbadh bin Sariyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِى إِلاَّ هَالِكٌ

“Aku telah meninggalkanmu di atas ajaran yang terang benderang (benar-benar jelas). Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang berpaling darinya setelahku melainkan ia sendiri yang akan binasa." (HR. Ibnu Majah no. 43 dan Ahmad 4: 126)

Abu Dzarr berkata,

توفي رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – وما طائِرٌ يُحرِّكُ جناحَيهِ في السَّماءِ إلاَّ وقد ذَكَرَ لنا منه عِلماً

“Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, tidaklah ada burung yang mengepakkan sayapnya di langit melainkan seperti itu telah dijelaskan ilmunya pada kami.” (HR. Thabrani. Perawi Thabrani adalah perawi yang shahih selain Muhammad bin 'Abdullah bin Yazid Al Maqrai dan ia adalah perawi yang tsiqoh).

Namun ada saja perkara yang masih diperselisihkan halal haramnya karena beberapa sebab.

Di antara sebab terjadinya perselisihan seperti ini telah dikemukakan oleh Ibnu Rajab. Beliau mengatakan, "Para ulama berselisih pendapat dalam penentuan halal dan haram dan itu ada beberapa sebab yang mendasarinya:

1- Nash (dalil) yang ada sifatnya samar, ada ulama yang tidak sampai dalil padanya.

2- Ada dua nash (dalil) yang membicarakan, yang satu menyatakan halal, yang satu menyatakan haram. Ada salah satu pihak yang memegang satu dalil saja, yang lainnya memegang dalil lain. Ada pula yang sampai kepadanya dua dalil namun ketika menyikapi kedua dalil tersebut, karena samar tarikhnya mana yang lebih dulu dari yang lain. Sehingga ada yang bersikap abstain (tawaqquf).

3- Tidak ada dalil yang tegas sehingga kesimpulan hukum diambil dari dalil umum, mafhum (konsekuensi), atau qiyas (analogi). Para ulama pun berbeda-beda pemahaman ketika berdalil semacam itu.

4- Di dalam suatu dalil ada perintah atau larangan di mana dalam penyikapannya dipersilihkan manakah perintah yang wajib dan sunnah, manakah larangan yang haram dan makruh.


WaLLAAHUa'lam

Wednesday, June 29, 2022

IDUL ADHA HARUS IKUT SIAPA?

Jika salah seorang atau satu organisasi melihat hilal Ramadhan atau Syawal, lalu persaksiannya ditolak oleh penguasa apakah yang melihat tersebut mesti puasa atau mesti berbuka? Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di antara para ulama.

Salah satu pendapat menyatakan bahwa ia mesti puasa jika ia melihat hilal Ramadhan dan ia mesti berbuka jika ia melihat hilal Syawal. Namun keduanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar tidak menyelisi mayoritas masyarakat di negeri tersebut. Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam Asy Syafi'i, salah satu pendapat dari Imam Ahmad dan pendapat Ibnu Hazm. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

”Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut." (QS. Al Baqarah: 185)

Pendapat lainnya menyatakan bahwa hendaklah orang yang melihat hilal secara bersendirian berpuasa berdasarkan hilal yang ia lihat. Namun hendaklah ia berhari raya bersama masyarakat yang ada di negerinya. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad.

Sedangkan pendapat yang terakhir menyatakan bahwa orang tersebut tidak boleh mengamalkan hasil ru'yah, ia harus berpuasa dan berhari raya bersama masyarakat yang ada di negerinya.Dalil dari pendapat terakhir ini adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha." (HR. Tirmidzi no. 697, shahih). 

Ketika menyebutkan hadits tersebut, Abu Isa At Tirmidzi rahimahullah menyatakan, ”Sebagian ulama menafsirkan hadits ini dengan mengatakan, “Puasa dan hari raya hendaknya dilakukan bersama jama'ah (yaitu pemerintah kaum muslimin) dan mayoritas manusia (masyarakat)". "Hadits di atas bukan dimaksud kita berhari raya dengan masyarakat setempat, yang dimaksud adalah dengan jama'ah. Jama'ah adalah dengan rakyat banyak di bawah keputusan penguasa. Sehingga keliru pemahaman sebagian orang tentang hadits tersebut.

Pendapat terakhir ini menjadi pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Ahmad

Perlu diketahui bahwa hilal bukanlah sekedar fenomena alam yang terlihat di langit. Namun hilal adalah sesuatu yang telah masyhur di tengah-tengah manusia, artinya semua orang mengetahuinya.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, "Hilal asalnya bermakna kata zuhur (artinya: nampak) dan rof'ush shout (meninggikan suara). [Artinya yang namanya hilal adalah sesuatu yang tersebar dan diketahui oleh orang banyak]. Jika hilal hanyalah nampak di  langit saja dan tidak nampak di muka bumi (artinya, diketahui orang banyak), maka semacam itu sama sekali tidak dikenai hukum baik secara lahir maupun batin. Akar kata dari hilal sendiri adalah dari perbuatan manusia. Tidak disebut hilal kecuali jika ditampakkan. Sehingga jika hanya satu atau dua orang saja yang mengetahuinya lantas mereka tidak mengabarkan pada yang lainnya, maka tidak disebut hilal. Karenanya, tidak ada hukum ketika itu sampai orang yang melihat hilal tersebut mengabarkan pada orang banyak. Berita keduanya yang menyebar luas yang nantinya disebut hilal karena hilal berarti mengeraskan suara dengan menyebarkan berita kepada orang banyak.” 

Beliau rahimahullah mengatakan pula, “Allah menjadikan hilal sebagai waktu bagi manusia dan sebagai tanda waktu berhaji. Ini tentu saja jika hilal tersebut benar-benar nampak bagi kebanyakan manusia dan masuknya bulan begitu jelas. Jika tidak demikian, maka bukanlah disebut hilal dan syahr (masuknya awal bulan). Dasar dari permasalahan ini, bahwa Allah subhanahu wa ta'ala mengaitkan hukum syar'i -semacam puasa, Idul Fithri dan Idul Adha- dengan istilah hilal dan syahr (masuknya awal bulan). Allah Ta'ala berfirman,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: "Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji" (QS. Al Baqarah: 189)

Ibnu Taimiyah kembali menjelaskan, “Syarat dikatakan hilal dan syahr (masuknya awal bulan) apabila benar-benar diketahui oleh kebanyakan orang dan nampak bagi mereka. Misalnya saja ada 10 orang yang melihat hilal namun persaksiannya tertolak. Lalu hilal ini tidak nampak bagi kebanyakan orang di negeri tersebut karena mereka tidak memperhatikannya, maka 10 orang tadi sama dengan kaum muslimin lainnya. Sebagaimana 10 orang tadi tidak melakukan wukuf, tidak melakukan penyembelihan (Idul Adha), dan tidak shalat 'ied kecuali bersama kaum muslimin lainnya, maka begitu pula dengan puasa, mereka pun seharusnya bersama kaum muslimin lainnya. Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha”

Imam Ahmad –dalam salah satu pendapatnya- berkata,

يَصُومُ مَعَ الْإِمَامِ وَجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ فِي الصَّحْوِ وَالْغَيْمِ

“Berpuasalah bersama pemimpin kalian dan bersama kaum muslimin lainnya (di negeri kalian) baik ketika melihat hilal dalam keadaan cuaca cerah atau mendung.”


WaLLAAHUa'lam

YANG KAU UCAPKAN BISA KEMBALI PADAMU!

Ibnul Jauzy rahimahullah berkata:

"Termasuk yang harus diwaspadai oleh orang bijak adalah terkena hukuman (sesuai jenis perbuatan yang diucapkanya). Ibnu Sirin pernah berkata: 'Saya pernah merendahkan seseorang dengan berkata 'Hai bangkrut,' maka saya pun mengalami kebangkrutan setelah empat puluh tahun dari sejak peristiwa tersebut."" (Shaid al-Khathir 1/39)


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

"Demikianlah, terkadang efek dosa tidak menimpa secara langsung."

(al-Da' wa ad-Dawa' 1/53)


WASPADALAH DENGAN UCAPANMU

Hasan al Bashri Rahimahullah berkata:

"Waspadailah kehinaan yang datang di akhir kehidupanmu. Janganlah engkau merasa aman untuk tidak dibantah oleh ucapanmu sendiri. Semoga nasihat ini berguna buatmu dan buat kami sendiri. Semoga Allah memberikan rizki kepada kita dengan akhir kehidupan yang baik." 

Hilyatul-Auliyaa' 2/39

Tuesday, June 28, 2022

SANTUN DALAM BEDA PENDAPAT

Sangat disayangkan bila ada ikhwan yang sudah kenal agama, sudah banyak ngaji, menisbatkan diri pada salafush sholeh, tampilannya pun  "bergamis", namun akhlaknya kurang baik dan sulit menghargai beda pendapat, maksudnya adalah beda pendapat dalam hal furu' (cabang) di mana hal itu masih diperselisihkan. Bukan beda pendapat  dalam hal yang disepakati oleh para ulama, tentu saja menyelisihi dalam hal ini dinilai tercela.

Akhlak buruk yang kami maksud adalah mencaci, mencela dan merendahkan orang yang beda pendapat dengannya.

Misalnya mengenai biji tasbih, Ibnu Taimiyah di antara ulama yang bolehkan menggunakan biji tasbih dan tidak menganggapnya bid'ah. Kalau memang tidak setuju, silakan amalkan pendapat Anda. Namun tidak perlu rendahkan ulama atau tak perlu usik sampai menanyakan di mana ilmu orang yang berpendapat seperti itu. Apalagi kita belum sealim Ibnu Taimiyah.

Belajarlah untuk menghargai perbedaan dalam hal yang memang masih bisa ditolerir.

Sebagaimana kita pun tolerir dengan orang yang beda dalam hal menggerakkan jari ataukah tidak saat tasyahud, duduk tawarruk ataukah iftirosy dalam shalat yang dua raka'at, maka dalam masalah yang lain yang itu adalah hasil ijtihad ulama, pintar-pintarlah menghargai khilaf atau perbedaan.

Jangan sampai kita pun dikatakan sebagai orang yang sombong karena punya sifat merendahkan orang lain. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas'ud

إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Sesungguhnya Allah itu jamil (indah) dan menyukai suatu yang indah. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia." (HR. Muslim no. 91. Imam Nawawi memberi judul Bab “Haramnya sifat sombong dan penjelasannya")

Kami pun bisa bertanya di manakah ilmu orang yang selalu merendahkan orang lain seperti itu, mana akhlaknya? Apa ilmu itu hanyalah wawasan supaya dibangga-banggakan, tidak perlu diamalkan?

Ka'ab bin Malik, dari ayahnya, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ »

“Barangsiapa yang menuntut ilmu karena hendak mendebat para 'ulama, atau berbangga-bangga di hadapan orang-orang bodoh, atau ingin perhatian orang tertuju pada dirinya, maka Allah akan masukkannya ke dalam neraka." (HR. Tirmidzi no. 2654)

Ucapan Ibnu Taimiyah yang arif dalam menyikapi perbedaan.

“Adapun jika dalam suatu permasalahan tidak ditunjukkan dalil yang tegas, juga tidak ada ijma’, maka berijtihad ketika itu dibolehkan dan tidak perlu orang yang berijtihad dan yang mengikuti diingkari dengan keras. … Dalam masalah ijtihad ini selama tidak ada dalil yang tegas tidak perlu sampai mencela para mujtahid yang menyelisihinya seperti dalam permasalahan yang masih diselisihi para salaf.”

Rasul itu diutus untuk mengajarkan akhlak yang mulia,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq." (HR. Ahmad 2: 381, shahih)

Bahkan Rasul pun meminta agar diberikan akhlak yang mulia. Beliau memanjatkan do'a,

اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ

“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)" (HR. Muslim no. 771).


WaLLAAHUa'lam

DIANTARA KIAT SEHAT ADALAH SEDIKIT MAKAN

Utsman bin Abi Zaaidah berkata :

Sufyan Ats-Tsauri menulis surat kepadaku dan berkata :


إن أردت أن يصح جسمك، ويقلّ نومك، فأقلّ من الأكل.


"Jika engkau ingin badanmu sehat dan sedikit tidurmu maka hendaknya engkau mempersedikit makan."


Monday, June 27, 2022

CORE NYA IBADAH HAJI

Yang belum berhaji, dengan membaca ini in shaa Allah makin menguatkan impiannya. Dan menjadi bekal.

Yang akan berhaji, in shaa Allah ibadahnya lebih bermakna, lebih membekas, lebih meaningfull lah kata anak milenial.

Tetapi sayangnya BAGIAN EPIC nya ini jarang banget diketahui.

Alhamdulillahnya...

Saya cukup beruntung bisa tahu sebelum sayo berangkat haji.

Saya tulis ulang secara bebaas ya... dari kajiar Ust Adi hidayat dan Ust Budi Ashari.

Saya mulai dari Resume rute HAJI. Saya jelasin dulu biar ada gambaran.

1 Arafah.

Tgl 9 Dzulhijah Pagi hingga Maghrib.

2 Muzdalifah.

Tgl 9 Dzulhijah Maghrib hingga shubuh. Ambil batu dan bermalam sejenak.

3 Mina.

Tgl 10 berangkat ke Mina. Disini sampai tgl 13 Dzulhijah.

Melontar Jumrah.

Jadi Corenya ibadah haji adalah Arafah Muzdalifah-Mina.

Kalau core of the corenya adalah Arafah.

Lanjut bagian ESENSINYA... cuuusss...

1 ARAFAH.

Arafah dari sisi bahasa artinya adaah pengenalan.

Why?

Adam dan Hawa.

Setelah didowngrade dari Heaventizen menjadi Citizen...

Dari penduduk Surga jadi penduduk bumi, karena melanggar larangan mendekati Buah Khuldi.

Setelah terpisah selama ratusan tahun.

Hawa turun dibagian mana, Adam turun dibagian mana.

Akhirnya ketemulah sebuah lokasi, yang lokasi

itu disebut Jabal Rahmah. Jabal Rahmah lokasinya di Arofah.

Adam lihat hawa, "kok saya kayaknya kenal ya..."

Hawa lihat Adam, "iya...kok kayaknya saya kenal ya...."

Ya iyalah kenal, didunia manusia cuma ada 2 doang...

Maklum terpisah ratusan tahun,

Udah kena sinar matahari,

Rambut pasti tumbuh Karena sudah menjadi Citizen alias penduduk bumi.

Saling mengenal itulah asal muasal disebut dengan Arofah.

Setelah bertemu mereka berdua MENGENAL DIRI SENDIRI, muhasabah / koreksi diri, kemudian beristighfar atas kesalahan diri yang diperbuatnya di masa lalu.

Kisah ini jadilah syariat Wukuf dan panduan melaksanakan Wukuf.

Wukuf artinya diam tetapi aktif. Artinya aktif merenung. Bukan diam pasif.

Apa yang direnungkan?

Seperti Nabi Adam & Siti Hawa. Kesalahan kesalahan masa lalu.

Pointnya adalah :

Arafah (pengenalan)

Wukuf (merenung)

Outputnya:

Daftar kesalahan (jika bisa ditulis lebih baik) ✓ beristighfar atas daftar ini.

Maka di Arafah kemarin saya 80% doanya adalah tentang istighfar.

Toh sunnahnya juga banyak-banyak istighfar

Bagaimana dengan doa atau meminta kemudahan mewujudkan impian besar anda?

2 ke Muzdalifah.

Ambil batu untuk persiapan melontar Jumrah di Mina.

Esensinya adalah persiapan melempar DOSA yang ada di DAFTAR KESALAHAN.

3 Mina.

Selama 3 hari. Untuk melontar jumrah. Udah punya DAFTAR KESALAHAN. Udah punya BATU.

Sambil membaca takbir, Allahu Akbar melempar tugu / monumen dimana Nabi Ibrahim digoda oleh Syetan.

Lempar monumen tersebut sambil m embayangkan pada saat melakukan kesalahan yang lalu (sesuai daftar kesalahan) karena godaan syetan.

Setelah melontar Jumrah ngapain? Balik ke Tenda.

Amalan apa yang dilakukan? Mina diambil dari kata MUNA yang art adaah harapan.

Setelah menemukan kesalahan Melmp mengusir atau membuang kesalahan kesalahan.

Di Mina membangun harapan.

Berdoa untuk visi kedepan.

Bahkan saya mendengar dari Ust Budi Ashari, bahwa Rasulullah membuat rencana saat hijrah madinah di Mina.

Pada saat Jibril ingin meninggalkan Adam d

Mina berkata " Tamanna" (bercita

citalah, mengharaplah).

Point intinya adalah Mina adalah tempat untuk berdoa. Tempat untuk membangun harapan.

Maka Disini 80% isinya doa permintaan permintan kedepannya.

Setelah kemarin di Arafah menuliskan DAFTAR KESALAHAN.

BEDA PENDAPAT

Berselisih pendapat dalam masalah ijtihadiyah adalah suatu hal yang wajar. Karena barangkali ada pemahaman dalil yang berbeda atau beda dalam hal ijtihad. Namun seyogyanya perbedaan tersebut tidak mengantarkan pada sikap saling bermusuhan dan saling menghujat. Setiap muslim tetaplah bersikap bijak, mengedepankan akhlak mulia dan berkata yang santun.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkata,

وَأَمَّا الِاخْتِلَافُ فِي ” الْأَحْكَامِ ” فَأَكْثَرُ مِنْ أَنْ يَنْضَبِطَ وَلَوْ كَانَ كُلَّمَا اخْتَلَفَ مُسْلِمَانِ فِي شَيْءٍ تَهَاجَرَا لَمْ يَبْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ عِصْمَةٌ وَلَا أُخُوَّةٌ وَلَقَدْ كَانَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا سَيِّدَا الْمُسْلِمِينَ يَتَنَازَعَانِ فِي أَشْيَاءَ لَا يَقْصِدَانِ إلَّا الْخَيْرَ

“Adapun perselisihan dalam masalah hukum maka jumlahnya tak berbilang. Seandainya setiap dua orang muslim yang berselisih pendapat dalam suatu masalah harus saling bermusuhan, maka tidak akan ada persaudaraan pada setiap muslim. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu saja -dua orang yang paling mulia setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berdua berbeda pendapat dalam beberapa masalah, tetapi yang diharap hanyalah kebaikan.”

Kembali Ibnu Taimiyah melanjutkan,

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada para sahabatnya,

لَا يُصَلِّيَن أَحَدٌ الْعَصْرَ إلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ

“Janganlah seorang pun shalat melainkan jika sudah sampai di Bani Quraizhah.”

Di antara mereka ada yang sudah mendapati waktu Ashar di jalan, namun mereka berkata, "Janganlah shalat kecuali sudah mencapai Bani Quraizhah." Hingga akhirnya mereka pun luput (telat) melakukan shalat 'Ashar. Sedangkan lainnya berkata, "Kita tidak boleh mengakhirkan shalat 'Ashar." Akhirnya mereka pun melaksanakan shalat 'Ashar di jalan (pada waktunya). Namun tidak ada seorang pun di antara dua kelompok yang berbeda tersebut saling mencela. Hadits ini disebutkan dalam shahihain dari hadits Ibnu 'Umar.

Hal di atas berkaitan dengan masalah hukum (fikih). Oleh karenanya, jika ada masalah selama bukan suatu yang krusial dalam hal ushul (pokok agama), maka diserupakan seperti itu pula.

Sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafi'i kepada Yunus Ash Shadafiy -nama kunyahnya Abu Musa-. Imam Syafi'i berkata padanya,

يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ

“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?”

Setelah membawakan perkataan Imam Asy Syafi'i di atas, Imam Adz Dzahabi berkata, “Hal ini menunjukkan kecerdasan dan kepahaman Imam Syafi'i walau mereka -para ulama- terus ada beda pendapat.”

Semoga bermanfaat dan semakin menyatukan hati kita yang berselisih dalam hal ijtihadiyah.


WaLLAAHUa'lam

Tidak ada yang Sempurna di dunia ini termasuk laki-lakimu.

 jika kau menikah dengan perjaka, kau harus siap bahwa dia belum mapan

jika kau menikah dengan duda kau harus siap bersaing dengan anak dan masa lalunya

jika kau menikah dengan laki-laki kaya, kau harus siap di "rendahkan" oleh keluarganya

jika kau menikah dengan laki-laki pintar, kau harus siap dengan pikirannya yang tak sejalan denganmu

jika kau menikah dengan laki-laki tampan, kau harus siap banyak wanita yang akan menggodanya

jika kau menikah dengan laki-laki berseragam, kau harus siap dengan tugas negaranya

jika kau menikah dengan laki-laki pengusaha, kau harus siap dengan jatuh bangun bisnisnya

jika kau menikah dengan laki-laki karyawan, kau harus siap gajinya habis untuk kebutuhan

ambil resikomu ladies, dan taklukan ujianmu karena tidak ada yang sempurna didunia ini termasuk laki-lakimu.

MALAIKAT HAMALAT AL ARSY PEMIKUL ARSY NYA ALLAH

 Rasulullah pernah melihat akan rupa sebenarnya Malaikat Jibril, yaitu ketika peristiwa Isra’ Mikraj.

Ketika Rasulullah melihat Malaikat Jibril dalam keadaan rupanya yang sebenarnya, Baginda lantas memuji Malaikat Jibril akan kehebatannya. (Malaikat Jibril mempunyai 600 sayap, apabila dibuka satu sayap maka akan gelaplah seluruh bumi ini.)

Namun Malaikat Jibril mengatakan kepada Rasulullah supaya jangan memuji-mujinya, kerana Rasulullah masih belum melihat Malaikat-malaikat lain yang lebih hebat daripada dirinya.

Lalu Rasulullah bertanya kepada Malaikat Jibril, “Ya Jibril, apakah masih ada Malaikat yang lebih hebat daripada kamu?”

Malaikat Jibril menjawab, “Ya, ada! Malaikat Israfil mempunyai 1200 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 600 sayapku”

Sesudah itu, Rasulullah bertanya lagi,” Adakah Malaikat Israfil paling hebat?”

Jawab Malaikat Jibril, “Tidak, Malaikat paling hebat itu ialah malaikat pemikul ‘Arsy (singahsana) Allah. Dia adalah Malaikat Hamalat Al-‘Arsy, Dia mempunyai 2400 sayap dimana satu sayapnya menyamai 1200 sayap Malaikat Israfil”

“Malaikat pemikul Singgahsana Allah sangatlah besar, dan jarak antara pundak (bahu) malaikat tersebut dengan telinganya sejauh perjalanan burung terbang selama 700 tahun.” (Riwayat oleh Abu Dawud)

Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan akan para malaikat ini:

“Sedang malaikat-malaikat (ditempatkan) mengawal segala penjurunya, dan Arasy Tuhanmu pada saat itu dipikul oleh delapan malaikat di atas malaikat-malaikat yang mengawal itu.” (Al Haqqah, 69:17)

Pemikul ‘Arsy Allah itu terdiri dari empat (4) Malaikat yang dikenali sebagai Hamalat al-‘Arsy, dan setelah kiamat akan bertambah menjadi delapan (8) malaikat, baki empat (4) akan disusuli oleh Israfil, Mikail, Izrail dan Jibril.


Allahua'lam

Sunday, June 26, 2022

PESAN RASULULLAH JANGAN TINGGALKAN SHOLAT

"Ucapan terakhir Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah, "(Kerjakanlah) salat, (kerjakanlah) salat. Dan takutlah kalian kepada Allah atas hak-hak hamba sahaya kalian." (HR. Ahmad no. 585, Abu Daud no. 5156, dan Ibnu Majah no. 2698. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami'по. 4616)

Dalam riwayat yang lain, terdapat penegasan yang lebih lagi, sebagaimana teks hadis dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau berkata,

"Wasiat umum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelang wafat, ketika beliau sakaratul maut yaitu, 'Jagalah salat serta perhatikanlah hamba sahaya kalian!" (HR.

Ibnu Majah no. 2697, dinilai sahih oleh Al- Albani dalam Al Irwa' no. 2178)

"Demikian pula dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, salah seorang istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau mengatakan :

"Sesungguhnya wasiat terakhir Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelang wafat adalah, 'Jagalah salat serta perhatikanlah hamba sahaya kalian!" Beliau terus-menerus mengulang perkataan tersebut dan lisan beliau tidak berhenti." (HR. Ahmad no.

26483, 26684 dan An-Nasa'i dalam Sunan Al-Kubra no. 7060. Sanadnya dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa' 7: 238).

Wallaua'lam

ABAI AIB ORANG

Siapapun yang abai dengan aib orang lain dan menahan lisannya dari menggali informasi yang tidak mereka sukai bila diketahui, niscaya agama dan kehormatannya akan selamat.

Allah pun akan menumbuhkan kecintaan di hati manusia untuknya. Aibnya juga akan Dia tutupi.

Karena, balasan itu seseuai dengan perbuatan. “Dan Rabbmu sama sekali tidak akan menzalimi hamba-hamba(-Nya)”.


Al-Fawakih Asy-Syahiyyah karya Ibnu Sa’dy (2/111)

SEMBUNYIKAN LAMARAN, UMUMKAN PERNIKAHAN

Pertama, temen-temen harus tahu, di Islam tidak ada perintah untuk kita harus mengumumkan lamaran. Yang ada hanyalah perintah untuk mengumumkan pernikahan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَعْلِنُوا النِّكَاحَ

"Umumkanlah nikah." (HR. Ahmad).

Kedua, pada dasarnya para ulama menganjurkan kita untuk merahasiakan lamaran loh 🤫. Bukan karena ini ada sunahnya, melainkan dalam rangka menghindari hal-hal buruk yang bisa saja terjadi.

Seperti halnya untuk menghindari segala faktor yang bisa saja memicu (hasad) keinginan orang lain untuk menggagalkan rencana pernikahan temen-temen

Di satu sisi, setelah lamaran kalian kan belum sah😁. Jadi masih ada kemungkinan akad bisa saja tidak terjadi. Nah, bila melihat dari 2 hal tersebut. Bukankah ada baiknya kita merahasiakannya saja? 

Seperti kata Nabi,

"Gunakan cara rahasia ketika ingin mewujudkan rencana. Karena setiap pemilik nikmat, ada peluang hasadnya." (HR. Thabrani)

Nah hadis ini bersifat umum, berlaku untuk semua kasus. Dan menjadi adab ketika seseorang hendak mewujudkan rencananya, termasuk di antara rencana untuk menikah.

"Tapi, kalau diceritakan ke orang-orang terpecaya semisal sahabat gimana mas?"

Alangkah baiknya, hal itu dikembalikan kepada dirimu. Karena kamu yang paling tahu bagaimana sikap/tabiat sahabat-sahabatmu.

Saran mimin nih fren, silakan kamu bercerita dan meminta doa kepada mereka. Namun, kalau mereka bertanya, berikan informasi yang seperlunya aja. Jangan sampai ke informasi rinci seperti ngasih foto (calon pasangan), aktivitas kesehariannya dia, latar belakang dia dan keluarganya, dan sejenisnya.


Sudah siap jadi bagian dari 7 golongan ini

 Ada hadits yang kudu kita renungkan tentang mereka yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat.


Maksud naungan Allah adalah naungan ‘Arsy Allah sebagaimana dikuatkan riwayatnya oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (2: 144).


"Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:


(1) imam yang adil,


Dalam hal amanah ia benar-benar mengembannya dengan baik, tidak melampaui batas dan tidak meremehkan. Keadilannya tidak terpengaruh pada harta dan kesenangan dunia.


(2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah,


Kenapa pemuda? Karena pemuda asalnya nafsunya begitu tinggi pada dunia dan kebanyakan itu lalai dari akhirat. Kalau ada pemuda yang rajin berjamaah di masjid, rajin menghadiri shalat fajar, akhlaknya pun bagus ke orang tuanya.


(3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid,


(4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya,


Mereka yang berteman karena Allah. Sehingga teman yang dipilih adalah karena tertarik pada keshalihan, bukan tertarik pada dunia dan harta. Pertemanan tersebut dibangun di atas iman sampai maut menjemput.


(5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada Allah.’


(6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta


(7) seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Sudah siap jadi bagian dari 7 golongan ini?


MEMBUJANG

Larangan Tabattul

Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu pernah berkata,


رَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لاَخْتَصَيْنَا


“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengizinkan 'Utsman bin Mazh'un untuk tabattul (hidup membujang), kalau seandainya beliau mengizinkan tentu kami (akan bertabattul) meskipun (untuk mencapainya kami harus) melakukan pengebirian.” (HR. Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402).


Disebutkan dalam Ensiklopedia Fikih terbitan Kementrian Agama Kuwait pada juz 8 halaman 13, tabattul secara bahasa berarti memutus. Sedangkan orang yang mengasingkan diri dengan tujuan beribadah disebut dengan al mutabattil.


Dalam Subulus Salam disebutkan bahwa tabattul adalah enggan menikah karena memutuskan untuk sibuk beribadah pada Allah.


Disebutkan pula oleh Ibnu Hajar Al Asqolani menyatakan pula hal yang sama. Beliau berkata,


الْمُرَاد بِالتَّبَتُّلِ هُنَا الِانْقِطَاع عَنْ النِّكَاح وَمَا يَتَّبِعهُ مِنْ الْمَلَاذ إِلَى الْعِبَادَة


“Yang dimakusd tabattul adalah meninggalkan menikah karena sibuk untuk ibadah.”


Setelah itu, Ibnu Hajar menyebutkan perkataan Ath Thobariy bahwa tabattul yang dimaksudkan oleh 'Utsman bin Mazh'un adalah mengharamkan pada diri untuk menikahi wanita dan enggan mengenakan wewangian serta segala sesuatu yang menyenangkan. Karenanya turunlah ayat,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu.” (QS. Al Maidah: 87).


Haram Hidup Membujang

Ketika menjelaskan salah satu hadits dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al Asqolani pada bahasan Nikah, Syaikh 'Abdullah Al Fauzan hafizhahullah menyebutkan, "Terlarang melakukan tabattul yaitu meninggalkan untuk menikah dikarenakan ingin menyibukkan diri untuk beribadah dan menuntut ilmu padahal mampu ketika itu. Larangan di sini bermakna tahrim (haram).”


Pernah ada di antara sahabat ada yang punya tekad untuk enggan menikah karena ingin sibuk dalam ibadah. Anas bin Malik berkata,


جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ . قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّى أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا . فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى »


“Ada tiga orang yang pernah datang ke rumah istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang ibadah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka diberitahu, tanggapan mereka seakan-akan menganggap apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa-biasa saja.


Mereka berkata, "Di mana kita dibandingkan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam? Padahal dosa beliau yang lalu dan akan datang telah diampuni.”


Salah satu dari mereka lantas berkata, "Adapun saya, saya akan shalat malam selamanya.”


Yang lain berkata, "Saya akan berpuasa terus menerus, tanpa ada hari untuk tidak puasa.”


Yang lain berkata pula, "Saya akan meninggalkan wanita dan tidak akan menikah selamanya.”


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas berkata, “Kaliankah yang berkata demikian dan demikian. Demi Allah, aku sendiri yang paling takut pada Allah dan paling bertakwa pada-Nya. Aku sendiri tetap puasa namun ada waktu untuk istirahat tidak berpuasa. Aku sendiri mengerjakan shalat malam dan ada waktu untuk tidur. Aku sendiri menikahi wanita. Siapa yang membenci ajaranku, maka ia tidak termasuk golonganku." (HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)


Yang dimaksud hadits 'siapa yang membenci ajaranku …’ sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar,


مَنْ تَرَكَ طَرِيقَتِي وَأَخَذَ بِطَرِيقَةِ غَيْرِي فَلَيْسَ مِنِّي


“Siapa yang meninggalkan jalanku, lalu menempuh jalan selainku, maka tidak termasuk golonganku.”


Berarti menikah termasuk ajaran Islam dan tak boleh dibenci. Ajaran Islam yang disebutkan dalam hadits mengandung maslahat yang besar. Disebutkan kembali oleh Ibnu Hajar,


وَطَرِيقَة النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَنِيفِيَّة السَّمْحَة فَيُفْطِر لِيَتَقَوَّى عَلَى الصَّوْم وَيَنَام لِيَتَقَوَّى عَلَى الْقِيَام وَيَتَزَوَّج لِكَسْرِ الشَّهْوَة وَإِعْفَاف النَّفْس وَتَكْثِير النَّسْل


“Jalan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah lurus dan memberikan banyak kelonggaran. Dalam ajaran beliau masih dibolehkan tidak puasa, supaya benar-benar kuat jalani puasa. Dalam Islam masih boleh tidur supaya kuat menjalani shalat malam. Dalam Islam diperbolehkan pula untuk menikah untuk mengekang syahwat, menjaga kesucian diri dan memperbanyak keturunan.”


WaLLAAHUa'lam

NO SCREEN TIME FOR KIDS

 Disclaimer : tidak anti teknologi. Teknologi dapat menunggu, tapi tidak dengan otak bayi.

Bahkan ada sebuah eksperimen yang dilakukan seorang Professor di bidang Teknologi di India, Sugata Mitra..

Hasilnya, bahwa anak2 tidak butuh waktu lama bahkan tanpa “pengajar” untuk bisa menggunakan komputer dalam pembelajaran. Eksperimen dilakukan di beberapa pemukiman kumuh. “Hole in The Wall Project”

Jadi, ya..teknologi sangat bisa menunggu..

Jangan biarkan budaya yg bergeser dengan mewajarkan bayi2 lekat dengan layar menjadi persepsi “itu kebutuhan bayi jaman sekarang”

Karena perkembangan otak belum berubah dari jaman dulu sampai sekarang..

Anjuran IDAI : 0-2 tahun no screen time kecuali video call

Memang ada apa dengan usia 0-2 tahun?

Otak bayi di usia 0-2 tahun pertama adalah masa paling kritis bagi fondasi sepanjang hidupnya. Di masa tersebut koneksi2 antar neuron (sinaps) bersambungan. 700 sinaps terbentuk tiap DETIK! Sehingga pada usia 2 tahun, otak bayi memiliki 2x lebih banyak sinaps daripada otak orang dewasa. Tapi, di usia tersebut pula terjadi proses pruning atau rontoknya sinaps yang tidak digunakan. Use it or lose it.

Bagaimana sinaps terhubung? Dari pengalaman melalui sensori yg dipaparkan dan motorik yg dilakukan oleh bayi. Mereka sedang belajar mengenal dunianya.

Bagi kita orang dewasa yang sudah tuntas sensorinya, tentu mudah memilah suara yang ingin kita dengar diantara ramainya suara di TV.

Mudah memahami ramainya gambar, karena sinaps kita sudah terhubung. Sudah tau, oh itu sapinya lagi makan, gajahnya lagi jalan, ikannya lagi berenang.

Dan bisa membedakan dunia nyata atau layar.

Tapi bagi bayi, itu semua belum bisa dilakukan.

Semuanya terjadi begitu cepat, ramai dan berlebihan bagi bayi.

Overstimulasi..

Bahkan backsound dari TV yang tidak ditonton pun dapat menyebabkan overstimulasi.

Overstimulasi adalah paparan stimulus yg berlebihan dari apa yang dapat diproses anak dan justru berefek negatif.

Penyebab Kefakiran dalam Kitab Ta’limul Muta’alim

 Kitab Ta’limul Muta’alim (hlm: 43-44), Syekh Az-Zarnuji menerangkan tentang penyebab kefakiran dan hal-hal yang bisa menyebabkan kaya.

ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﻻ ﻳﺮﺩ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﺪﻋﺎﺀ، ﻭﻻ ﻳﺰﻳﺪ ﻓﻰ ﺍﻟﻌﻤﺮ ﺇﻻ ﺍﻟﺒﺮ، ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻟﻴﺤﺮﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﺑﺬﻧﺐ ﻳﺼﻴﺒﻪ ﺛﺒﺖ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺃﻥ ﺇﺭﺗﻜﺎﺏ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﺳﺒﺐ ﺣﺮﻣﺎﻥ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﺧﺼﻮﺻﺎ ﺍﻟﻜﺬﺏ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻮﺭﺙ ﺍﻟﻔﻘﺮ , ﻭﻗﺪ ﻭﺭﺩ ﻓﻴﻪ ﺣﺪﻳﺚ ﺧﺎﺹ

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Tidak bisa menolak takdir kecuali dengan doa dan tidak bisa menambah umur kecuali dengan amalan kebaikan, sesungguhnya seseorang terhalangi dari rizkinya sebab dosa yang dilakukannya”.

Telah ada dalam hadist ini bahwa melakukan dosa menjadi sebab terhalanginya rezeki, khususnya dosa berbohong, karena berbohong bisa menyebabkan kefakiran dan telah ada hadis khusus tentangnya.

ﻭﻛﺬﺍ ﻧﻮﻡ ﺍﻟﺼﺒﺤﺔ ﻳﻤﻨﻊ ﺍﻟﺮﺯﻕ , ﻭﻛﺜﺮﺓ ﺍﻟﻨﻮﻡ ﺗﻮﺭﺙ ﺍﻟﻔﻘﺮ , ﻭﻓﻘﺮ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻳﻀﺎﻭﺍﻟﻨﻮﻡ ﻋﺮﻳﺎﻧﺎ , ﻭﺍﻟﺒﻮﻝ ﻋﺮﻳﻨﺎ، ﻭﺍﻷﻛﻞ ﺟﻨﺒﺎ , ﻭﺍﻷﻛﻞ ﻣﺘﻜﺌﺎ ﻋﻠﻰ ﺟﻨﺐ , ﻭﺍﻟﺘﻬﺎﻭﻥ ﺑﺴﻘﻮﻁ ﺍﻟﻤﺎﺋﺪﺓ , ﻭﺣﺮﻕ ﻗﺸﺮ ﺍﻟﺒﺼﻞ ﻭﺍﻟﺜﻮﻡ , ﻭﻛﻨﺲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻓﻰ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﺑﺎﻟﻤﻨﺪﻳﻞ , ﻭﺗﺮﻙ ﺍﻟﻘﻤﺎﻣﺔ ﻓﻰ ﺍﻟﺒﻴﺖ ,

Begitu juga tidur di waktu subuh bisa mencegah rezeki, memperbayak tidur menyebabkan kefakiran juga fakir ilmu,tidur dlm keadaan telanjang bulat, kencing dengan telanjang bulat, makan sambil tiduran miring, menganggap remeh jatuhnya makanan, membakar kulit bawang putih dan bawang merah, menyapu di malam hari dengan kain dan meninggalkan sampah berserakan di dalam rumah

ﻭﺍﻟﻤﺸﻲ ﻗﺪﺍﻡ ﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ , ﻭﻧﺪﺍﺀ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﺎﺳﻤﻬﻤﺎ , ﻭﺍﻟﺨﻼﻝ ﺑﻜﻞ ﺧﺸﺒﺔ ﻭﻏﺴﻞ ﺍﻟﻴﺪﻳﻦ ﺑﺎﻟﻄﻴﻦ ﻭﺍﻟﺘﺮﺍﺏ , ﻭﺍﻟﺠﻠﻮﺱ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺘﺒﺔ , ﻭﺍﻻﺗﻜﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺃﺣﺪ ﺯﻭﺟﻲ ﺍﻟﺒﺎﺏ , ﻭﺍﻟﺘﻮﺿﺆ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺒﺮﺯ , ﻭﺧﻴﺎﻃﺔ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﻋﻠﻰ ﺑﺪﻧﻪ , ﻭﺗﺠﻔﻴﻒ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺑﺎﻟﺜﻮﺏ , ﻭﺗﺮﻙ ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ ﻓﻰ ﺍﻟﺒﻴﺖ

Berjalan di depan para guru/orangtua, memanggil ortu dengan namanya saja, membersihkan makanan disela sela gigi dengan benda yang kasar, mencuci kedua tangan dengan tanah dan debu, duduk di ambang pintu, bersandar pada salah satu pintu, berwudhu di tempat istirahat seseorang, menjahit baju di badan, mengeringkan wajah dengan baju dan tidak membersihkan rumah laba-laba di rumah.

, ﻭﺍﻟﺘﻬﺎﻭﻥ ﻓﻰ ﺍﻟﺼﻼﺓ , ﻭﺇﺳﺮﺍﻉ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺑﻌﺪ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ , ﻭﺍﻹﺑﺘﻜﺎﺭ ﺑﺎﻟﺬﻫﺎﺏ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻮﻕ , ﻭﺍﻻﺑﻄﺎﺀ ﻓﻰ ﺍﻟﺮﺟﻮﻉ ﻣﻨﻪ , ﻭﺷﺮﺍﺀ ﻛﺴﺮﺍﺕ ﺍﻟﺨﺒﺰ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ , ﻭﺍﻟﺴﺆﺍﻝ , ﻭﺩﻋﺎﺀ ﺍﻟﺸﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪ , ﻭﺗﺮﻙ ﺗﺨﻤﻴﺮ ﺍﻷﻭﺍﻧﻰ ﻭﺇﻃﻔﺎﺀ ﺍﻟﺴﺮﺍﺝ ﺑﺎﻟﻨﻔﺲ : ﻛﻞ ﺫﻟﻚ ﻳﻮﺭﺙ ﺍﻟﻔﻘﺮ , ﻋﺮﻑ ﺫﻟﻚ ﺑﺎﻵﺛﺎﺭ

Meremehkan shalat, bersegera keluar dari masjid setelah shalat fajar, berpagi2 berangkat ke pasar, berlambat-lambat kembali dari pasar, membeli sisa-sisa roti dari orang fakir, meminta minta, mendoakan keburukan terhadap ortu, tidak menutup cawan, dan mematikan lampu minyak dengan nafas, semua hal itu bisa menyebabkan kefakiran, itu bisa diketahui dari atsar.

ﻭﻛﺬﺍ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﺑﺎﻟﻘﻠﻢ ﺍﻟﻤﻌﻘﻮﺩ، ﻭﺍﻻﻣﺘﺸﺎﻁ ﺑﺎﻟﻤﺸﻂ ﺍﻟﻤﻨﻜﺴﺮ، ﻭﺗﺮﻙ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻟﻠﻮﺍﻟﺪﻳﻦ، ﻭﺍﻟﺘﻌﻤﻢ ﻗﺎﻋﺪﺍ، ﻭﺍﻟﺘﺴﺮﻭﻝ ﻗﺎﺋﻤﺎ، ﻭﺍﻟﺒﺨﻞ ﻭﺍﻟﺘﻘﺘﻴﺮ، ﻭﺍﻹﺳﺮﺍﻑ، ﻭﺍﻟﻜﺴﻞ ﻭﺍﻟﺘﻮﺍﻧﻰ ﻭﺍﻟﺘﻬﺎﺅﻥ ﻓﻰ ﺍﻷﻣﻮﺭ

Begitu juga, hal lain yang menyebabkan kefakiran adalah menulis dengan pena yang melengkung, bersisir dengan sisir yang rusak, tidak mendoakan kedua ortunya, memakai serban sambil duduk, memakai celana sambil berdiri, pelit, terlalu irit, terlalu berlebihan, malas, menunda nunda dan menganggap remeh/menyepelekan urusan-urusan, semuanya itu menyebabkan fakir seseorang.

Berikut 34 hal yang menyebabkan terjadinya kemiskinan hidup kita:

1. Tidur dalam keadaan telajang,

2. Kencing dalam keadaan telanjang,

3. Makan dalam keadaan berjunub,

4. Makan sambil tiduran,

5. Membiarkan berserakannya sisa makanan,

6. Membakar kulit bawang merah dan bawang putih,

7. Menyapu lantai dengan sapu tangan,

8. Menyapu rumah di malam hari,

9. Membiarkan sampah mengotori rumah,

10. Memanggil orangtua dengan nama keduanya,

11. Mencongkel gigi dengan benda kasar,

12. Mencuci tangan dengan lumpur dan debu,

13. Duduk di beranda pintu,

14. Besandar pada kaki gawang pintu,

15. Berwudhu’ di tempat Qada hajat (buang air besar dan kecil),

16. Menjahit pakaian yang sedang dipakai,

17. Mengelap wajah dengan kain (bekasan wudhu),

18. Membiarkan sarang laba-laba dirumah,

19. Meremehkan shalat,

20. Bersegera keluar dari mesjid sesudah shalat subuh,

21. Pergi ke pasar di pagi buta,

22. Berlama-lama di pasar,

23. Membeli potongan makanan dari fakir yang meminta (mengemis),

24. Berdoa keburukan kepada anak,

25. Mematikan lampu (lilin) dengan cara meniup,

26. Menulis dengan pena rusak,

27. Menyisir rambut dengan sisir rusak,

28. Tidak mau berdoa dengan kebagusan bagi orang tua,

29. Memakai sorban sambil duduk,

30. Memakai celana sambil berdiri,

31. Bersikap kikir,

32. Terlalu hemat,

33. Berlebihan dalam kehidupan,

34. Suka menunda dan meremehkan pekerjaan.


Demikian hal-hal yang menyebabkan kefakiran hidup. Semoga saja kita semua dihindarkan dari tabiat yang menjadi penyebab datangnya kefakiran.

Batas akhir shalat tahajud

Waktu Tahajud itu mulai dari isya sampai shubuh,sebagaimana yg terdapat didalam hadits tentang keterangan waktu.

Dari Abu Bashrah Al-Ghifari, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya Allah telah menambah untuk kalian satu shalat, yaitu witir. Oleh karena itu, kerjakanlah ia di antara shalat Isya sampai shalat Shubuh” Diriwayatkan oleh Ahmad Al-Musnad (VI/7 dan 397). Hadits shahih.

Ibnu Nashr mengatakan :”Yang menjadi kesepakatan para ulama adalah bahwa antara shalat Isya sampai terbit fajar merupakan waktu shalat witir. Dan mereka berbeda pendapat mengenai waktu setelah itu sampai shalat Shubuh dikerjakan. Dan telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memerintahkan untuk mengerjakan shalat witir sebelum terbit fajar” Mukhtashar Qiyaamil Lail (hal. 119)

Maka kesimpulannya : Shalat Malam Bisa dilakukan sampai waktu shubuh ketika azan berkumandan. Kalau masih terdengar suara ngaji dimasjid dan belum azan maka diperbolehkan shalat karena belum masuk waktu shlalat shubuh.

Namun alangkah baiknya bilamana khawatir tak dapat witir,kerjakanlah ketika mau tidur kalu terbangun tahajudlah tanpa mengerjakan witir lagi


Muhammad Nur Zaki

Teruslah Mempelajari Ulang Ilmu Tauhid

- Sampai titik dimana... Kamu tidak lagi merasa khawatir akan apa-apa kedepannya.

- Sampai titik dimana... Kamu sangat takut menampakkan dan menyembunyikan maksiatmu.

- Sampai titik dimana... Kepercayaanmu penuh akan yang terlihat, dirasakan olehmu semuanya datang dari Allah.

- Sampai titik dimana... Kamu tidak lagi menaruh harapan kepada makhluk dan - hanya akan mengandalkan semua urusanmu kepada Allah, sebaik-baik dan satu-satunya tempat bergantung.

Saturday, June 25, 2022

BURUKNYA HARTA HARAM

Kita diperintahkan untuk memakan yang halal dan yang haram sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,


اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ


“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu." (HR. Tirmidzi, no. 3563; Ahmad, 1:153; dan Al-Hakim, 1:538. Hadits ini dinilai hasan menurut At-Tirmidzi).

Dan ingat rezeki yang halal walau sedikit itu pasti lebih berkah. Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin Taimiyyah Al-Harrani (661-728 H) rahimahullah pernah berkata,


وَالْقَلِيلُ مِنْ الْحَلَالِ يُبَارَكُ فِيهِ وَالْحَرَامُ الْكَثِيرُ يَذْهَبُ وَيَمْحَقُهُ اللَّهُ تَعَالَى


“Sedikit dari yang halal itu lebih bawa berkah di dalamnya. Sedangkan yang haram yang jumlahnya banyak hanya cepat hilang dan Allah akan menghancurkannya."

Dalam mencari rezeki, kebanyakan kita mencarinya asalkan dapat, namun tidak peduli halal dan haramnya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jauh-jauh hari sudah mengatakan,


لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ


“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram." (HR. Bukhari no. 2083, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu).

Akhirnya ada yang jadi budak dunia. Pokoknya dunia diperoleh tanpa pernah peduli aturan. Inilah mereka yang disebut dalam hadits,


تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ


“Celakalah wahai budak dinar, dirham, qothifah (pakaian yang memiliki beludru), khomishoh (pakaian berwarna hitam dan ada bintik-bintik merah). Jika ia diberi, maka ia rida. Jika ia tidak diberi, maka ia tidak rida.” (HR. Bukhari, no. 2886, dari Abu Hurairah radhiyallahu :anhu).

Lantas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,


وَهَذَا هُوَ عَبْدُ هَذِهِ الْأُمُورِ فَلَوْ طَلَبَهَا مِنْ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ إذَا أَعْطَاهُ إيَّاهَا رَضِيَ ؛ وَإِذَا مَنَعَهُ إيَّاهَا سَخِطَ وَإِنَّمَا عَبْدُ اللَّهِ مَنْ يُرْضِيهِ مَا يُرْضِي اللَّهَ ؛ وَيُسْخِطُهُ مَا يُسْخِطُ اللَّهَ ؛ وَيُحِبُّ مَا أَحَبَّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَيُبْغِضُ مَا أَبْغَضَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ


“Inilah yang namanya budak harta-harta tadi. Jika ia memintanya dari Allah dan Allah memberinya, ia pun rida. Namun ketika Allah tidak memberinya, ia pun murka. 'Abdullah (hamba Allah) adalah orang yang rida terhadap apa yang Allah ridai, dan ia murka terhadap apa yang Allah murkai, cinta terhadap apa yang Allah dan Rasul-nya cintai serta benci terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya benci.”

Ada pula yang masih peka hatinya namun kurang mendalami halal dan haram. Yang kedua ini disuruh untuk belajar muamalah terkait hal halal dan haram.

'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu pernah mengatakan,


مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ


“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.”

:Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu juga mengatakan,


لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا


“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” 


Kalau halal-haram tidak diperhatikan, dampak jeleknya begitu luar biasa. Kali ini kita akan lihat apa saja dampak dari harta haram.

Pertama: Memakan harta haram berarti mendurhakai Allah dan mengikuti langkah setan.

Dalam surah Al-Baqarah disebutkan,


يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ


“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 168)

Kedua: Akan membuat kurang semangat dalam beramal saleh

Dalam ayat disebutkan,


يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ


“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mu'minun: 51). Yang dimaksud dengan makan yang thayyib di sini adalah makan yang halal sebagaimana disebutkan oleh Sa'id bin Jubair dan Adh-Dhahak. Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim karya Ibnu Katsir, 5:462.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Allah Ta'ala pada ayat ini memerintahkan para rasul 'alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah yang menyemangati melakukan amal saleh." (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 5:462).

Ketiga: Memakan harta haram adalah kebiasaan buruk orang Yahudi.

Sebagaimana disebutkan dalam ayat,


وَتَرَىٰ كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ


“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu." (QS. Al-Maidah: 62-63)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa rabbaniyyun adalah para ulama yang menjadi pelayan melayani rakyatnya. Sedangkan ahbar hanyalah sebagai ulama. Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 3:429.

Ayat berikut membicarakan kebiasaan Yahudi yang memakan riba,


فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرً, وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا


“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih." (QS. An-Nisaa': 160-161)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah telah melarang riba pada kaum Yahudi, namun mereka menerjangnya dan mereka memakan riba tersebut. Mereka pun melakukan pengelabuan untuk bisa menerjang riba. Itulah yang dilakukan mereka memakan harta manusia dengan cara yang batil.

Siapa yang mengambil riba bahkan melakukan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal, berarti ia telah mengikuti jejak kaum Yahudi. Dan inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ


“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta." Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?" Beliau menjawab, "Selain mereka, lantas siapa lagi?" (HR. Bukhari, no. 7319)

Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ


“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya." Kami (para sahabat) berkata, "Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?" Beliau menjawab, "Lantas siapa lagi?" (HR. Muslim, no. 2669).

Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara.

Keempat: Badan yang tumbuh dari harta yang haram akan berhak disentuh api neraka.

Yang pernah dinasihati oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada Ka'ab,


يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ


"Wahai Ka'ab bin 'Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka." (HR. Tirmidzi, no. 614).

Kelima: Doa sulit dikabulkan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ فَقَالَ {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا} وَقَالَ تَعَالَى {يَا أَيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌوَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَه


'Sesungguhnya Allah Ta'ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta'ala berfirman, 'Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.' (QS. Al-Mu'minun: 51). Dan Allah Ta'ala berfirman, 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.' (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, 'Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul." (HR. Muslim, no. 1015)

Keenam: Harta haram membuat kaum muslimin jadi mundur dan hina

Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ


“Jika kalian berjual beli dengan cara 'inah (salah satu transaksi riba), mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu 'ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian." (HR. Abu Daud, no. 3462).

Ketujuh: Karena harta haram banyak musibah dan bencana terjadi

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ


“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah." (HR. Al-Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)


WaLLAAHUa'lam

Friday, June 24, 2022

JANGAN MELAKUKAN MUDHORAT


عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺقَالَ: «لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ»حَدِيْثٌ حَسَنٌ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُمَا مُسْنَدًا، وَرَوَاهُ مَالِكٌ فِي المُوَطَّأِ مُرْسَلاً عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ ﷺفَأَسْقَطَ أَبَا سَعِيْدٍ، وَلَهُ طُرُقٌ يُقَوِّي بَعْضُهَا بَعْضًا.


Dari Abu Sa'id Sa'ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak boleh memberikan mudarat tanpa disengaja atau pun disengaja." (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah, no. 2340; Ad-Daraquthni no. 4540, dan selain keduanya dengan sanadnya, serta diriwayatkan pula oleh Malik dalam Al-Muwaththa' no. 31 secara mursal dari Amr bin Yahya dari ayahnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa menyebutkan Abu Sa'id, tetapi ia memiliki banyak jalan periwayatan yang saling menguatkan satu sama lain).


Faedah hadits

Pertama:

Islam mendorong untuk mengangkat mudarat dan dilarang memberikan mudarat pada orang lain. Mudarat bisa diberikan pada badan, harta, anak, hewan ternak, dan lainnya.


Kedua:

Hadits ini berisi kaedah syariat yaitu mengangkat dharar dan dhirar. Kalimat dalam hadits adalah dalam bentuk khabar nanti bermakna an-nahyu (larangan).


Ketiga:

Dharar dan dhirar ada yang berpendapat maknanya sama. Ada pendapat lain yang menyatakan maknanya berbeda.


Dharar: memberi bahaya tanpa niatan, tanpa disengaja.


Dhirar: memberi bahaya dengan niatan, disengaja.


Kalau dharar saja dilarang, lebih-lebih lagi dhirar.


Keempat:

Hadits ini jadi rujukan dalam banyak bab, lebih-lebih dalam bahasan muamalah, seperti jual beli, gadai. Begitu juga hadits ini jadi dipakai dalam bab nikah di mana seorang suami tidak boleh memberikan mudarat pada istrinya. Juga dalam bab wasiat, seseorang tidak boleh memberikan yang nantinya memudaratkan ahli waris.


Kelima:

Dari hadits ini Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah memberikan kaedah:


مَتَى ثَبَتَ الضَّرَرُ وَجَبَ رَفْعُهُ وَمَتَى ثَبَتَ الإِضْرَارُ وَجَبَ رَفْعُهُ مَعَ عُقُوْبَةِ قَاصِدِ الإِضْرَارِ


“Jika ada dharar kapan pun itu, wajib dihilangkan. Kapan juga adanya dhirar (bahaya yang disengaja), wajib pula dihilangkan disertai adanya hukuman karena mudarat yang diberikan dengan sengaja.”


Contoh mudarat disengaja atau pun tidak

Pertama: Seseorang memiliki tetangga dan memiliki pohon yang tiap hari ia siram. Namun airnya masuk ke rumah tetangganya, mengganggu tetangganya, yang menyiram tidak tahu akan hal itu. Ini disebut dharar melakukan dengan tidak sengaja.


Kedua: Ada seseorang punya masalah dengan tetangganya karena salah paham. Tetangga A mengatakan, “Pokoknya, saya akan mengganggumu." Lantas ia membunyikan mesin traktor, tujuannya untuk menggangu tetangganya. Ini namanya dhirar.


Kasus kedua sudah diketahui kalau ia sedang memberikan mudarat, karena ia sengaja melakukannya. Kasus pertama, jika ia diberitahu kalau telah mengganggu tetangga, maka ia pasti tidak akan mengganggu seperti itu. Intinya dharar maupun dhirar sama-sama dilarang.


Ketiga: Di masa jahiliyyah, ketika suami menceraikan istrinya, maka ketika masa 'iddahnya mau selesai, suami rujuk kembali. Kemudian ia mentalaknya lagi kali kedua, lalu jika masa 'iddahnya mau selesai, suami rujuk kembali. Kemudian ia mentalak seterusnya hingga talak ketiga, keempat, tujuannya adalah untuk dhirar, yaitu mencelakakan dengan sengaja. Karena itu Allah batasi talak itu hanya sampai tiga kali. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala,


الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ  …


“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik." (QS. Al-Baqarah: 229)


فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ


“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain." (QS. Al-Baqarah: 230).


Keempat: Seseorang memberikan wasiat bahwa setelah meninggal dunia separuh hartanya untuk si fulan, tujuannya untuk mengurangi jatah waris. Ini tidaklah dibolehkan karena wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga harta.


Dari 'Amr bin Kharijah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ اللَّهَ قَسَمَ لِكُلِّ وَارِثٍ نَصِيبَهُ مِنَ الْمِيرَاثِ فَلاَ يَجُوزُ لِوَارِثٍ وَصِيَّةٌ


“Sesungguhnya Allah membagi untuk setiap ahli warisnya sudah mendapatkan bagian-bagiannya. Karenanya tidak boleh ada wasiat untuk ahli waris." (HR. Ibnu Majah, no. 2712; Tirmidzi, no. 2121)


Namun kalau yang diberi wasiat adalah selain ahli waris, itu boleh. Namun wasiat itu tidak boleh lebih dari sepertiga dari harta yang ditinggal sebagaimana penjelasan dari hadits Sa'ad bin Abi Waqqash berikut.


Dari 'Amir bin Sa'ad, dari ayahnya, Sa'ad, ia adalah salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga- berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjengukku ketika haji Wada', karena sakit keras. Aku pun berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakitku sangat keras sebagaimana yang engkau lihat. Sedangkan aku mempunyai harta yang cukup banyak dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan. Bolehkah saya sedekahkan 2/3 dari harta itu?" Beliau menjawab, "Tidak." Saya bertanya lagi, "Bagaimana kalau separuhnya?" Beliau menjawab, "Tidak." Saya bertanya lagi, "Bagaimana kalau sepertiganya?" Beliau menjawab,


وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ ، إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ


“Sepertiga itu banyak (atau cukup besar). Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada sesama manusia. Sesungguhnya apa yang kamu nafkahkan dengan maksud untuk mencari ridha Alah pasti kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh istrimu." (HR. Bukhari, no. 4409; Muslim, no. 1628).


WaLLAAHUa'lam

APA ITU KEUNTUNGAN?

Dalam mudhorobah (bagi-hasil) misalnya, jika pelaku usaha rugi karena gagal usaha, maka si pemodal pun harus menanggung kerugian. Karena jika si pemodal mendapat keuntungan ketika usaha mendapatkan profit, maka ketika mendapatkan rugi pun demikian, harus berani memikul resiko.


Dalam kaedah fikih disebutkan,


الخراج بالضمان


“Keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian".


Maksud kaedah ini ialah orang yang berhak mendapatkan keuntungan ialah orang yang punya kewajiban menanggung kerugian -jika hal itu terjadi-. Keuntungan ini menjadi milik orang yang berani menanggung kerugian karena jika barang tersebut suatu waktu rusak, maka dialah yang merugi. Jika kerugian berani  ditanggung, maka keuntungan menjadi miliknya.


Dalil Kaedah

Asal kaedah ini adalah dari hadits berikut ini,


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلًا ابْتَاعَ غُلَامًا، فَأَقَامَ عِنْدَهُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يُقِيمَ، ثُمَّ وَجَدَ بِهِ عَيْبًا، فَخَاصَمَهُ إِلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم، فَرَدَّهُ عَلَيْهِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ اسْتَغَلَّ غُلَامِي؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم: (الْخَرَاجُ بِالضَّمَانِ).


“Dari sahabat 'Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwasanya seorang lelaki membeli seorang budak laki-laki. Kemudian, budak tersebut tinggal bersamanya selama beberapa waktu. Suatu hari sang pembeli mendapatkan adanya cacat pada budak tersebut. Kemudian, pembeli mengadukan penjual budak kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi-pun memutuskan agar budak tersebut dikembalikan. Maka penjual berkata, 'Ya Rasulullah! Sungguh ia telah mempekerjakan budakku?' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Keuntungan adalah imbalan atas kerugian.'" (HR. Abu Daud no. 3510, An Nasai no. 4490, Tirmidzi no. 1285, Ibnu Majah no. 2243 dan Ahmad 6: 237).


Kaedah di atas berlaku jika si pemilik benar-benar memiliki dan memegang barang tersebut. Jika barang tersebut tidak berada di tangan orang yang menanggung rugi, maka keuntungan tidak pantas ia dapat.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,


الضَّمَانَ بِالْخَرَاجِ فَإِنَّمَا هُوَ فِيمَا اُتُّفِقَ مِلْكًا وَيَدًا . وَأَمَّا إذَا كَانَ الْمِلْكُ لِشَخْصٍ وَالْيَدُ لِآخَرَ ؛ فَقَدْ يَكُونُ الْخَرَاجُ لِلْمَالِكِ وَالضَّمَانُ عَلَى الْقَابِضِ


“Yang berani menanggung kerugian itulah yang berhak mendapatkan keuntungan, namun ini jika dia memiliki sekaligus memegang barang. Jika pemiliknya adalah orang lain dan yang memegang adalah orang lain, maka keuntungan bisa jadi menjadi hak si pemilik dan kerugian jadi tanggungan yang memegang.”


Dalam akad mudhorobah, jika sama-sama mendapat untung, maka pihak pemodal dan pelaku usaha harus sama-sama menikmati keuntungan. Jika pelaku usaha, sudah mendapatkan rugi karena usahanya gagal, maka pemodal pun harus menanggung rugi, bila kerugian itu bukan karena kecerobohan pelaku usaha. Termasuk kekeliruan jika si pemodal minta modalnya itu kembali, bila usaha tersebut merugi bukan karena kecerobohan pelaku usaha.


WaLLAAHUa'lam

SENYUM

Di antara bentuk akhlak mulia yang diajarkan dalam Islam adalah bermuka manis di hadapan orang lain. Hal ini menunjukkan sifat tawadhu' seseorang. Namun sedikit di antara kita yang mau memperhatikan akhlak mulia ini. Padahal di antara cara untuk menarik hati orang lain pada dakwah adalah dengan akhlak mulia.

Lihatlah bagaimana akhlak mulia ini diwasiatkan oleh Lukman pada anaknya,

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri" (QS. Lukman: 18).

Ibnu Katsir menjelaskan mengenai ayat tersebut, "Janganlah palingkan wajahmu dari orang lain ketika engkau berbicara dengannya atau diajak bicara. Muliakanlah lawan bicaramu dan jangan bersifat sombong. Bersikap lemah lembutlah dan  berwajah cerialah di hadapan orang lain" (Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 11: 56).

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun juga walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri" (HR. Muslim no. 2626).

Begitu pula dengan wajah ceria dan berseri akan mudah menarik hati orang lain ketika diajak pada Islam dan kepada kebaikan. Senyum manis adalah di antara modal ketika berdakwah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إنَّكُمْ لَا تَسَعُونَ النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ لِيَسَعْهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ الْوَجْهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ

“Sesungguhnya kalian tidak bisa menarik hati manusia dengan harta kalian. Akan tetapi kalian bisa menarik hati mereka dengan wajah berseri dan akhlak yang mulia" (HR. Al Hakim dalam mustadroknya. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari Jarir, ia berkata,

مَا حَجَبَنِى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مُنْذُ أَسْلَمْتُ ، وَلاَ رَآنِى إِلاَّ تَبَسَّمَ فِى وَجْهِى

“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghalangiku sejak aku memberi salam dan beliau selalu menampakkan senyum padaku" (HR. Bukhari no. 6089 dan Muslim no. 2475).

Wajah berseri dan tersenyum termasuk bagian dari akhlak mulia. Ibnul Mubarok berkata bahwa makna 'husnul khulq' (akhlak mulia),

طَلاَقَةُ الوَجه ، وَبَذْلُ المَعروف ، وَكَفُّ الأذَى

“Wajah berseri, berbuat kebaikan (secara umum) dan menghilangkan gangguan". Dinukil dari Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi rahimahullah.

Sedangkan orang yang berakhlak mulia disebutkan dalam hadits dari Jabir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَىَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّى مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا

"Orang yang paling dicintai di antara kalian dan yang paling dekat duduk denganku di hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya" (HR. Tirmidzi no. 2018).

Namun wajah berseri ini tidaklah setiap saat dan tidak ditujukan pada setiap orang. Ketika menghadapi orang yang lebih pantas dimarahi (bukan diberi senyuman), juga di hadapan orang kafir maka kita tidak menyikapi seperti itu.


WaLLAAHUa'lam

3 Jenis Keseriusan Laki-laki Saat Dekati Kamu

1. Serius ingin menikah. Tetapi belum tentu serius menikahimu. Dia mencari yang cocok dan tepat untuknya.

2. Serius ingin menikahimu. Biasanya dia sudah mengenali Kamu, sudah tertarik padamu dan sudah memutuskan akan menikahimu.

3. Serius untuk main-main. Biasanya dia akan dekati beberapa wanita dalam satu waktu. Tujuannya hanya untuk main-main, teman ngobrol dan juga mengisi waktu luangnya.

Jaga hati ya, jangan mudah baper saat didekati, sebab belum tentu ia akan menikahimu.

Tuesday, June 21, 2022

TIANG PENYANGGA

 Seperti pagar penyangga tanaman yg masih lemah, menjaga dari gangguan binatang atau ganasnya rumput liar. Jika tanaman sudah besar dan kuat maka pagar penyangga sudah tidak diperlukan lagi.

Demikian juga dengan tiang penyangga beton yg masih basah, menjaga dari kehancuran. Jika bangunan telah berdiri megah maka tiang penyangga sudah tidak diperlukan lagi. Begitulah hidup, ada klausa penghantar yg sering terlupakan.

Seperti para guru yg menyangga anak didiknya ketika masih kecil dan lemah, membina menemukan dirinya dan menjaga dari berbagai gangguan. Jika sang murid telah menjadi orang maka kebanyakan mereka melupakanya. Begitulah ketentuan hidup, selalu saja ada kedzaliman.

Seperti org-org yg membesarkan sebuah badan/lembaga, membimbing dan mengarahkan serta menyangga dari keterpurukan. Jika lembaga itu telah menjadi besar maka jasa mereka sudah pasti terlupakan.

TIDUR TANPA BUSANA, BOLEHKAH?

Coba renungkan ayat berikut,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ


“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nur: 58)


Tiga keadaan yang disebutkan dalam ayat di atas adalah waktu untuk meminta izin bagi keluarga dekat ketika masuk ke dalam kamar kerabat lainnya. Kalau yang disebutkan dalam awal surat adalah permintaan izin bagi yang bukan mahram satu dan lainnya. Sedangkan ayat ini, Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman supaya budak mereka dan anak-anak mereka yang belum baligh (dewasa) meminta izin dalam tiga keadaan:


Sebelum shalat Shubuh karena ketika itu masih berada di ranjang.

Di waktu qoilulah saat pakaian ditanggalkan karena sedang berduaan dengan pasangannya.

Setelah shalat Isya yang merupakan waktu untuk tidur.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa hendaknya dalam tiga waktu tersebut seorang hamba sahaya atau pun anak kecil tidaklah masuk ke kamar tanpa izin. Demikian keterangan dari Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 5: 565.


Lihat pada keterangan Ibnu Katsir di atas, beliau berkata,


فِي وَقْتِ اْلقَيْلُوْلَةِ؛ لِأَنَّ الْإِنْسَانَ قَدْ يَضَعُ ثِيَابَهُ فِي تِلْكَ الحَالِ مَعَ أَهْلِهِ


“Di waktu qoilulah (tidur di siang hari) biasa pakaian itu dilepas karena tidur dengan istrinya.”


Dari sini, bisa disimpulkan bahwa seorang muslim boleh melepas pakaiannya dan tidur dalam keadaan telanjang jika ia berada dalam kamar tidurnya secara khusus. Selama tidak khawatir kalau auratnya terlihat oleh orang lain yang tidak dihalalkan melihat auratnya, maka dibolehkan dalam keadaan seperti itu.


Yang jelas, tidak boleh melihat aurat kecuali pasangan suami istri. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Bahz bin Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ


“Jagalah auratmu kecuali pada istri atau pada hamba sahaya wanitamu." (HR. Abu Daud no. 4017 dan Tirmidzi no. 2794).


Bahkan dalam dalil lain disebutkan bahwa 'Aisyah radhiyallahu 'anha melepas bajunya ketika tidur saat tidur di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam Shahih Muslim, 'Aisyah berkata,


لَمَّا كَانَتْ لَيْلَتِىَ الَّتِى كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِيهَا عِنْدِى انْقَلَبَ فَوَضَعَ رِدَاءَهُ وَخَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عِنْدَ رِجْلَيْهِ وَبَسَطَ طَرَفَ إِزَارِهِ عَلَى فِرَاشِهِ فَاضْطَجَعَ فَلَمْ يَلْبَثْ إِلاَّ رَيْثَمَا ظَنَّ أَنْ قَدْ رَقَدْتُ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ رُوَيْدًا وَانْتَعَلَ رُوَيْدًا وَفَتَحَ الْبَابَ فَخَرَجَ ثُمَّ أَجَافَهُ رُوَيْدًا فَجَعَلْتُ دِرْعِى فِى رَأْسِى وَاخْتَمَرْتُ وَتَقَنَّعْتُ إِزَارِى ثُمَّ انْطَلَقْتُ عَلَى إِثْرِهِ حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ


“Suatu malam yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam itu di rumahku, beliau berbalik lalu beliau meletakkan rida'nya (pakaian bagian atasnya). Beliau juga melepaskan dua sandalnya lalu meletakkan keduanya di samping kedua kakinya. Kemudian beliau menggelar ujung sarungnya di atas kasurnya, lalu beliau berbaring. Beliau seperti itu karena mengira aku telah tertidur. Lalu beliau mengambil rida'nya (pakaian bagian atasnya) dengan pelan-pelan. Beliau juga memakai sandalnya dengan pelan-pelan, lalu membuka pintu dan keluar, lalu menutupnya juga dengan pelan-pelan. Maka aku pun meletakkan pakaianku di atas kepalaku dan aku berkerudung. Lalu aku memakai pakaianku kemudian aku membuntuti di belakang beliau, sehingga beliau sampai di pekuburan Baqi'.” (HR. Muslim no. 974)


Yang dimaksud dengan,


وَتَقَنَّعْتُ إِزَارِى


adalah: "aku memakai pakaianku." (Syarh Shahih Muslim, 7: 41). 


Kata para ulama, ini berarti 'Aisyah ketika itu tidur dalam keadaan tidak berbusana atau berpakaian.


WaLLAAHUa'lam

Monday, June 20, 2022

Sayyid Abdulloh bin Al-Husain bin Thohir Al-‘Alawi Al-Hadhromi

 Pengarang Biografi singkat Penulis kitab Sulam Taufiq dan pengarang qosidah ya arhamarrohimin farrij alal muslimin… Sayyid Abdulloh bin Al-Husain bin Thohir Al-‘Alawi Al-Hadhromi adalah seorang ulama’ yang dikenal sebagai ahli ilmu fiqih yang bermadzhab Syafi’i dan sekaligus ahli ilmu nahwu. Beliau dilahirkan di Tarim, Hadhromaut, Yaman pada tahun 1191 H. Beliau pernah mukim beberapa tahun di Mekah dan Madinah dan belajar kepada beberapa ulama’ yang masyhur disana.

Setelah beberapa tahun di Mekah dan Madinah beliau kembali ke negaranya dan bermukim di Masilah, satu daerah yang terletak disebelah selatan kota Tarim. Setelah kembali ke nagaranya, beliau mengabdikan dirinya untuk memberikan ceramah dan mengajarkan ilmu-ilmu agama dan mengisi waktu-waktunya untuk beribadah.

Semasa hidupnya beliau telah menulis beberapa kitab, diantaranya adalah “Sullamut Taufiq Ila Mahabbatillah Alat Tahqiq” dan “Miftahul I’rob”.

Murid beliau, Al-Habib Al-Idrus bin Umar bercerita bahwa setiap hari gurunya membaca “Laa Ilaa ha Illalloh’ sebanyak 25.000 kali, membaca “Ya Alloh” sebanyak 25.000 kali dan membaca sholawat juga sebanyak 25.000 kali. Selain itu setiap akan mengerjakan sholat fardhu beliau mandi dan memakai minyak wangi.

Diantara petuah – petuah beliau : “Bagi orang yang berdakwah, mengajak orang lain mengerjakan kebaikan dan mencegah meninggalkan kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar) hendaknya bersikap lembut dan belas kasihan pada semua orang. Mengajak mereka sedikit demi sedikit, dan apabila melihat mereka meninggalkan kewajiban maka suruh mereka untuk mengerjakan yang paling penting dari kewajiban-kewajiban tersebut, jika mereka mengerjakannya barulah suruh untuk mengerjakan yang lainnya.

Ajak mereka mengerjakan kebaikan dan takut-takuti agar tidak meninggalkan kewajiban atau melakukan kemungkaran. Namun lakukan semua itu dengan lembut dan belas kasihan, dan tanpa memandang apakah mereka memuji atau mencela, mereka memberikan sesuatu atau tak memberikan apa-apa, sebab jika sampai orang yang berdakwah memandang semua itu maka ia akan melakukan segala sesuatu dengan tujuan mudahanah

SIAPA WALI NIKAH WANITA MUALLAF?

Jika ada wanita mullaf yang ingin menikah, sementara semua keluarganya kafir, apa yang harus dilakukan? Siapa walinya?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,

Terkait perwalian wanita muallaf sementara keluarganya masih kafir, ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini,

Pertama, Ulama sepakat bahwa yang boleh menjadi wali harus memiliki kesamaan agama.

Wali seorang muslimah, harus seorang muslim. Sementara non muslim tidak bisa menjadi wali bagi muslim, meskipun itu ayahnya sendiri.

Allah berfirman,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ

Mukmin lelaki dan mukmin wanita, satu sama lain menjadi wali. (QS. at-Taubah: 71)

Allah juga berfirman,

وَلَن يَجْعَلَ اللّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً

Allah tidak akan memberikan celah bagi orang kafir untuk menguasai orang yang beriman. (QS. an-Nisa: 141).

Kedua, Orang yang berhak jadi wali bagi wanita urutannya adalah ayahnya, kakek dari ayah, anaknya, cucu lelaki dari anak lelaki, saudara lelaki kandung, saudara lelaki sebapak, keponakan lelaki dari saudara lelaki sekandung atau sebapak, lalu paman..

Sehingga dia mengikuti urutan kedekatan sesuai urutan yang mendapat asabah dalam pembagian warisan.

Karena itu, jika ada wali yang muslim bagi wanita mullaf di antara urutan di atas, maka dia yang paling berhak jadi wali.

Misalnya, seorang wanita muallaf, semua keluarga ayahnya  kafir, tapi dia punya saudara lelaki kandung yang muslim, maka saudara lelakinya yang menjadi wali baginya.

Ketiga, jika tidak ada satupun anggota keluarga yang berhak jadi wali karena beda agama, maka hak perwalian dialihkan ke pemerintah muslim.

Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ، وَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

Tidak ada nikah kecuali dengan wali. Dan sultan (pemerintah) merupakan wali bagi orang yang tidak memiliki wali. (HR. Ahmad 26235, Ibn Majah 1880).

Bagaimana jika wanita mullaf ini tinggal di negeri kafir?

Wanita muallaf yang tinggal di negeri kafir, semua keluarganya tidak ada yang muslim, siapa yang bisa menjadi wali pernikahannya?

Siapapun muslim tidak dihalangi untuk melakukan pernikahan, hanya karena latar belakang posisi dan lingkungannya. Islam memberikan kemudahan baginya. Wanita ini tetap bisa menikah, dan yang menjadi walinya adalah tokoh muslim yang terpercaya di daerahnya, seperti imam masjid di negerinya.

Ibnu Qudamah mengatakan,

فإنْ لم يوجَدْ لِلمرأة وليٌّ ولا ذو سُلطان، فَعَنْ أحْمَد ما يدلُّ على أنَّه يزوِّجها رجلٌ عدْلٌ بِإِذْنِها

Untuk wanita yang tidak memiliki wali (di keluarganya) dan tidak pula pemerintah yang muslim, ada salah satu riwayat dari Imam Ahmad, yang menunjukkan bahwa dia dinikahkan dengan lelaki adil (terpercaya), atas izin si wanita itu.


WaLLAAHUa'lam

Sunday, June 19, 2022

SHOLAT SUNNAH YANG PAHALANYA LUAR BIASA

 1. Sholat Tahajjud

Mau diperbaiki duniamu? Dawamkan sholat ini. Dapat menghapuskan kesalahan dan dosa, dapat pertolongan Allah dan solusi masalah-masalah kita, di kabulkan hajatnya, dibimbing Allah dalam segala aktivitasnya, diangkat derajatnya, dijamin masuk surga dan selamat dari adzab neraka.


2. Sholat Witir

Pentutup sholat wajib yang sangat dicintai oleh Allah dan Rasulullah. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya, baik ketika sedang berada di rumah ataupun dalam bepergian.


3. Shalat Sunnah Fajar

Jangan tinggalin ini juga karena keutamaannya gak main-main. Dua rakaat sunnah fajar (qobliyah subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.


4. Sholat Dhuha

Pengen dimudahkan urusan? Rutinkan sholat ini, juga kamu akan diberi kecukupan rezeki, dan dimudahkan urusan.


5. Shalat Sunnah Rawatib

Barangsiapa yang mengerjakan sholat 12 raka’at (sunnah rawatib) sehari semalam, akan dibangunkan baginya rumah di surga, ditinggikan derajat kita di surga.


Semoga kita bisa merutinkan sholat-sholat sunnah di atas yang pahalanya luar biasa. Insya Allah akan mudah dan menjadi habit kalau kita mau memulai. Sedikit tapi konsisten.


Merutinkan sholat-sholat sunnah di atas sama saja kita pengen hidup kita di dunia dan akhirat nanti dijamin oleh-Nya. Maasya Allah

NIKAH SIRI

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum

Saya Adi, saya ingin menanyakan perihal nikah siri. Saya memiliki kekasih, selang beberapa lama menjalani hubungan dengan kekasih saya, saya mulai berpikir untuk menghalalkan hubungan kami dengan menikah secara siri agar ketika saya mengajak kekasih saya ke mana saja tanpa ada rasa berdosa karena belum mahramnya. Saya masih kuliah dan orang tua saya pun belum menyetujui apabila kita menikah karena saya belum menyelesaikan kuliah saya.

Kemudian terbesit dalam pikiran saya untuk menikah siri secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua. Saya ingin mendatangkan wali dari pihak wanita namun ayah dari kekasih saya telah meninggal. Pertanyaanya :

1. Apakah boleh penghulu yang menikahkan kami menjadi wali dari pihak wanita? (karena ayah dari pihak wanita telah meninggal)

2. Apakah hukumnya menikah tanpa sepengetahuan dari orang tua dari pihak laki-laki dan ibu dari pihak wanita?


Dari: Adi Yanuar


Jawaban:

Wa'alaikumussalam

Nikah siri Menurut presepsi masyarakat dipahami dengan dua bentuk pernikahan :

– Nikah tanpa wali yang sah dari pihak wanita.

– Nikah di bawah tangan, artinya tanpa adanya pencatatan dari lembaga resmi negara (KUA).

Nikah siri dengan pemahaman yang pertama, statusnya tidak sah, sebagaimana yang ditegaskan mayoritas ulama. Karena di antara syarat sah nikah adalah adanya wali dari pihak wanita. Di antara dalil yang menegaskan haramnya nikah tanpa wali adalah:

Pertama, hadis dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ

"Tidak ada nikah (batal), kecuali dengan wali." (HR. Abu Daud, turmudzi, Ibn Majah, Ad-Darimi, Ibn Abi Syaibah, thabrani, dsb.)

Kedua, hadis dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwa nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

"Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal." (HR. Ahmad, Abu daud, dan baihaqi)

Dan masih banyak riwayat lainnya yang senada dengan keterangan di atas, sampai Al-Hafidz Ibn Hajar menyebutkan sekitar 30 sahabat yang meriwayatkan hadis semacam ini.  (At-Talkhis Al-Habir, 3:156)

Kemudian, termasuk kategori nikah tanpa wali adalah pernikahan dengan menggunakan wali yang sejatinya tidak berhak menjadi wali. Beberapa fenomena yang terjadi, banyak di antara wanita yang menggunakan wali kiyai gadungan atau pegawai KUA, bukan atas nama lembaga, tapi murni atas nama pribadi. Sang Kyai dalam waktu hitungan menit, didaulat untuk menjadi wali si wanita, dan dilangsungkanlah pernikahan, sementara pihak wanita masih memiliki wali yang sebenarnya.

Jika nikah siri dipahami sebagaimana di atas, maka pernikahan ini statusnya batal dan wajib dipisahkan. Kemudian, jika keduanya menghendaki untuk kembali berumah tangga, maka harus melalui proses pernikahan normal, dengan memenuhi semua syarat dan rukun yang ditetapkan syariah.

Selanjutnya, jika yang dimaksud nikah siri adalah nikah di bawah tangan, dalam arti tidak dilaporkan dan dicatat di lembaga resmi yang mengatur pernikahan, yaitu KUA maka status hukumnya sah, selama memenuhi syarat dan rukun nikah. Sehingga nikah siri dengan pemahaman ini tetap mempersyaratkan adanya wali yang sah, saksi, ijab-qabul akad nikah, dst.

Hanya saja, pernikahan semacam ini sangat tidak dianjurkan, karena beberapa alasan:

Pertama, pemerintah telah menetapkan aturan agar semua bentuk pernikahan dicatat oleh lembaga resmi, KUA. Sementara kita sebagai kaum muslimin, diperintahkan oleh Allah untuk menaati pemerintah selama aturan itu tidak bertentangan dengan syariat. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul, dan pemimpin kalian." (QS. An-Nisa: 59)

Sementara kita semua paham, pencatatan nikah sama sekali tidak bertentangan dengan aturan Islam atau hukum Allah.

Kedua, adanya pencatatan di KUA akan semakin mengikat kuat kedua belah pihak. Dalam Alquran, Allah menyebut akad nikah dengan perjanjian yang kuat (مِيثَاقًا غَلِيظًا), sebagaimana yang Allah tegaskan di surat An-Nisa: 21.

Nah, surat nikah ditujukan untuk semakin mewujudkan hal ini. Dimana pasangan suami-istri setelah akad nikah akan lebih terikat dengan perjanjian yang bentuknya tertulis. Terlebih kita hidup di zaman yang penuh dengan penipuan dan maraknya kezhaliman. Dengan ikatan semacam ini, masing-masing pasangan akan semakin menunjukkan tanggung jawabnya sebagai suami atau sebagai istri.

Ketiga, pencatatan surat nikah memberi jaminan perlindungan kepada pihak wanita.

Dalam aturan nikah, wewenang cerai ada pada pihak suami. Sementara pihak istri hanya bisa melakukan gugat cerai ke suami atau ke pengadilan. Yang menjadi masalah, terkadang beberapa suami menzhalimi istrinya berlebihan, namun di pihak lain dia sama sekali tidak mau menceraikan istrinya. Dia hanya ingin merusak istrinya. Sementara sang istri tidak mungkin mengajukan gugat cerai ke pengadilan agama, karena secara administrasi tidak memenuhi persyaratan.

Dus, jadilah sang istri terkatung-katung, menunggu belas kasihan dari suami yang tidak bertanggung jawab itu. Beberapa pertanyaan tentang kasus semacam ini telah disampaikan kepada kami. Artinya, itu benar-benar terjadi dan mungkin banyak terjadi.

Anda sebagai wanita atau pihak wali wanita, selayaknya perlu mawas diri. Bisa jadi saat di awal pernikahan Anda sangat menaruh harapan kepada sang suami. Tapi ingat, cinta kasih juga ada batasnya. Sekarang bilang sayang, besok tidak bisa kita pastikan. Karena itu, waspadalah..

Keempat, memudahkan pengurusan administrasi negara yang lain.

Sebagai warga negera yang baik, kita perlu memenuhi tertib administrasi. Baik KTP, KK, SIM dst. Bagi Anda mungkin semua itu terpenuhi, selama status Anda masih mengikuti orang tua dan bukan KK sendiri. Lalu bagaimana dengan keturunan Anda. Bisa jadi anak Anda akan menjumpai banyak kesulitan, ketika harus mengurus ijazah sekolah, gara-gara tidak memiliki  akta kelahiran. Di saat itulah, seolah-olah anak Anda tidak diakui sebagai warga negara yang sempurna. Dan kami sangat yakin, Anda tidak menginginkan hal ini terjadi pada keluarga Anda.


WaLLAAHUa'lam


Sumber: Konsultasi Syariah

AGAR DIRI BAHAGIA

 1. Jangan sibuk nyari kesalahan dan kekurangan orang. Sedangkan diri sendiri banyak salah.

2. Jangan suka rendahin orang. Allah saja gak pernah rendahin kita.

3. Jangan suka sebar aib orang. Allah saja simpan aib kita sampai hari akhirat.

4. Jangan suka remehin orang Kita pun tidak suka diremehin orang lain.

5. Jangan suka nyinyir dan julid-in orang lain.

6. Jangan sakiti hati orang. Doa orang yang teraniaya itu makbul.

7. Jangan suka bangga dengan amal ibadah kita. Amal kita saja diterima atau gak.

8. Jangan sombong dengan apa yang kita punya. Mudah bagi Allah ambil kembali.

9. Jangan bandingkan orang lain dengan kita. Karena rezeki kita berbeda dengan orang lain.

10. Jangan sedih dengan kekurangan kita. Allah tahu apa yang terbaik uuntuk hambaNya

11. Jangan biasakan hutang Riba. Sekali kamu mencoba kamu akan terjerat dan sulit untuk keluar.

Saturday, June 18, 2022

Pola pertolongan Allah

"Setiap amalan baik menjadi mulia bila dilakukan karena Allah dan setiap amalan baik yang terputus hubungan dengan Allah, tiada makna pada amalan itu walaupun banyak, walaupun besar, walaupun bernilai. Oleh sebab itu, muamalah seseorang terhadap Allah tergantung apa yang tersimpan dalam hatinya. Allah tak pandang rupa paras, tapi Allah pandang isi hati dan amal kamu. Ini merupakan satu jalinan antara hamba dengan Allah."


(Sayyidil Habib Ali Zainal Abidin Al-Hamid)

WALI ANAK HASIL ZINA

Tanya:

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh


Saya seorang akhwat ingin menanyakan tentang masalah hak waris dan perwalian saat nikah.

Seorang anak perempuan yang lahir dari hasil perzinaan. Namun orang tua dari anak ini akhirnya menikah ketika usia kandungan anak 3 bulan. Yang saya tanyakan, kelak ketika sang anak beranjak dewasa apakah dia berhak atas waris dari ayahnya dan apakah sang ayah berhak menjadi wali nikah apabila sang anak perempuan ini menikah? Dalil-dalil apa saja yang menjelaskan tentang kedua hal tersebut? Jazakumullah khairan katsiran


Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh (lewat email).


Jawab:


Wa'alaukumus salam warahmatullah wa barakatuh


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ


"Anak itu dinasabkan kepada suami yang sah sedangkan laki-laki yang berzina itu tidak dapat apa-apa." (HR Bukhari no 6760 dan Muslim no 1457 dari Aisyah).


Berdasarkan hadits tersebut maka anak dinasabkan kepada suami yang sah. Jika tidak ada suami yang sah maka anak tersebut dinasabkan kepada ibunya. Oleh karena itu, anak yang lahir dari hasil perzinaan tidak di nasabkan kepada bapak biologisnya namun kepada ibunya.


Hal ini disebabkan nabi mengatakan bahwa laki-laki yang berzina tidak memiliki hak apa-apa pun terhadap hak nasab, perwalian dalam nikah, mewarisi, kemahraman ataupun kewajiban memberikan nafkah kepada anak, semuanya tidaklah dimiliki oleh laki-laki yang berzina (baca: bapak biologis). Akan tetapi bapak biologis ini tidak diperbolehkan menikahi anak hasil zinanya menurut pendapat mayoritas ulama dan inilah pendapat yang benar.


Berdasarkan penjelasan di atas maka bapak biologis tersebut tidak berhak menikahi anak perempuan hasil zinanya. Bahkan anak perempuan tersebut tidaklah memiliki wali untuk pernikahannya sehingga berlakulah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:


فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ


"Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah.” (HR Abu Daud no 2083).


Untuk negeri kita yang dimaksud dengan penguasa dalam hal ini adalah petugas kantor urusan agama (KUA).


Demikian pula bapak biologis tidak memiliki hak waris jika anak hasil zinanya meninggal dunia terlebih dahulu dan meninggalkan warisan. Demikian pula sebaliknya, anak zina tidak berhak mendapatkan harta warisan peninggalan bapak biologisnya.


WaLLAAHUa'lam 


Sumber: Konsultasi Syariah

Friday, June 17, 2022

KISAH JURAIJ DAN DO'A JELEK ORANGTUA

Ada kisah menarik yang bisa diambil pelajaran akan ampuhnya do'a jelek seorang ibu pada anaknya, yaitu pada kisah Juraij. Jika tahu demikian, sudah barang tentu seorang anak kudu memuliakan orang tuanya. Jangan sampai ia membuat orang tuanya marah, sehingga keluar kata atau do'a jelek yang bisa mencelakakan dirinya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَا تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِي مَهْدٍ إِلاَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ [وَسَلَّمَ] وَصَاحِبُ جُرِيْجٍ” قِيْلَ: يَا نَبِيَّ اللهِ! وَمَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: “فَإِنَّ جُرَيْجًا كَانَ رَجُلاً رَاهِباً فِي صَوْمَعَةٍ لَهُ، وَكَانَ رَاعِيُ بَقَرٍ يَأْوِي إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ، وَكَانَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِي، فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ فَأُتِيَ الْمَلِكُ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ. فَقَالَ: مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ: أَصَاحِبُ الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اِهْدَمُوا صَوْمَعَتَهُ وَأْتُوْنِي بِهِ، فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفُئُوْسِ، حَتىَّ وَقَعَتْ. فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ؛ ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ، فَمَرَّ بِهِ عَلَى الْمُوْمِسَاتِ، فَرَآهُنَّ فَتَبَسَّمَ، وَهُنَّ يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ هَذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ: تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ. قَالَ: أَنْتِ تَزْعَمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: أَيْنَ هَذَا الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هَذَا فِي حُجْرِهَا، فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ: أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَمَا نَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رَدُّوْهَا كَمَا كَانَتْ. قَالَ: فَمَا الَّذِي تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْراً عَرَفْتُهُ، أَدْرَكَتْنِى دَعْوَةُ أُمِّي، ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ

"Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan (bayi di masa) Juraij" Lalu ada yang bertanya,"Wahai Rasulullah siapakah Juraij?" Beliau lalu bersabda, "Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak di dataran tinggi/gunung). Terdapat seorang penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat mesum dengannya).

(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, "Wahai Juraij." Juraij lalu bertanya dalam hatinya, "Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?" Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya.  Juraij kembali bertanya di dalam hati, "Ibuku atau shalatku?" Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, "lbuku atau shalatku?" Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, "Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur." Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.

Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, "Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?" "Dari Juraij", jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, "Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?" "Benar", jawab wanita itu. Raja berkata, "Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari." Orang-orang lalu menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja. Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara manusia.

Raja lalu bertanya padanya, "Siapa ini menurutmu?" Juraij balik bertanya, "Siapa yang engkau maksud?" Raja berkata, "Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu." Juraij bertanya, "Apakah engkau telah berkata begitu?" "Benar", jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, "Di mana bayi itu?" Orang-orang lalu menjawab, "(Itu) di pangkuan (ibu)nya." Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi itu, "Siapa ayahmu?" Bayi itu menjawab, "Ayahku si penggembala sapi."

Kontan sang raja berkata, "Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas?" Juraij menjawab, "Tidak perlu". "Ataukah dari perak?" lanjut sang raja. "Jangan", jawab Juraij. "Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?", tanya sang raja. Juraij menjawab, "Bangunlah seperti sedia kala." Raja lalu bertanya, "Mengapa engkau tersenyum?" Juraij menjawab, "(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya do'a ibuku terhadap diriku." Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.”

(Disebutkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod) [Dikeluarkan pula oleh Bukhari: 60-Kitab Al Anbiyaa, 48-Bab "Wadzkur fil kitabi Maryam". Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab, hal. 7-8]

Pelajaran dari Kisah Juraij

1- Hadits ini menunjukkan keutamaan orang berilmu dibanding ahli ibadah. Seandainya Juraij seorang alim (yang berilmu), maka tentu ia akan lebih memilih untuk menjawab panggilan ibunya dibanding melanjutkan shalat. 

2- Seorang anak harus berhati-hati dengan kemarahan orang tuanya. Karena jika ia sampai membuat orang tua marah dan orang tua mendoakan jelek, maka itu adalah do'a yang mudah diijabahi. Lihat kisah Juraij di atas, ia tahu akan hal itu, sehingga membuatnya tersenyum.

3- Bukti do'a jelek dari ibu terkabul karena Juraij akhirnya dipertontonkan di hadapan wanita pelacur sebagaimana do'a ibunya.

4- Berbakti pada orang tua adalah akhlak mulia, lebih-lebih lagi berbakti pada ibu.

5- Juraij menunjukkan sikap yang benar ketika menghadapi masalah yaitu harus yakin akan pertolongan Allah.

6- Zuhudnya Juraij karena hanya meminta tempat ibadahnya dibangun seperti sedia kala. Ia tidak minta diganti dengan emas atau perak.

7- Ketika musibah menimpa, barulah orang ingat akan dosa, ada juga yang mengingat akan do'a jelek yang menimpa dirinya seperti dalam kisah Juraij ini.

8- Bakti pada orang tua adalah wajib, termasuk di antaranya adalah memenuhi panggilannya. Sedangkan shalat sunnah hukumnya sunnah, artinya berada di bawah bakti pada ortu.

9- Do'a ibu Juraij tidak berlebihan yaitu tidak sampai mendoakan Juraij terjerumus dalam perbuatan keji (zina). Ia hanya do'akan agar Juraij dipertontonkan di hadapan para pelacur, tidak lebih dari itu.

10- Tawakkal dan keyakinan yang tinggi pada Allah akan membuat seseorang keluar dari musibah.

11- Jika ada dua perkara yang sama-sama penting bertabrakan, maka dahulukan perkara yang paling penting. Seperti ketika bertabrakan antara memenuhi panggilan ibu ataukah shalat sunnah, maka jawabnya, memenuhi panggilan ibu.


12- Allah selalu memberikan jalan keluar (jalan kemudahan) bagi para wali-Nya dalam kesulitan mereka.


13- Hadits ini menunjukkan adanya karomah wali, berbeda halnya dengan Mu'tazilah yang menolak adanya karomah tersebut.


WaLLAAHUa'lam