This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, November 1, 2023

Menunggu Waktu Shalat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَةٍ مَا دَامَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ ، لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ الصَّلاَةُ


"Salah seorang di antara kalian dianggap terus menerus di dalam shalat selama ia menunggu shalat di mana shalat tersebut menahannya untuk pulang. Tidak ada yang menahannya untuk pulang ke keluarganya kecuali shalat." (HR. Bukhari, no. 659 dan Muslim, no. 649)


Kesimpulan Mutiara Hadits

1. Hadits ini menunjukkan keutamaan menunggu shalat.

2. Orang yang menunggu shalat, pahalanya seperti orang yang shalat. Bedanya dengan shalat, menunggu shalat masih dibolehkan untuk berbicara.

3. Bentuk menunggu shalat bisa dengan menunggu antara azan dan iqamah lalu diisi ibadah yang bermanfaat seperti shalat rawatib, doa dan membaca Al-Qur'an.

4. Menunggu shalat dan berdiam di masjid dengan melakukan ibadah apa pun seperti shalat, tilawah Al-Qur'an, dzikir, mendengarkan majelis ilmu dan nasihat, termasuk dalam memakmurkan masjid.

5. Disebut shalat menahannya pulang sebagai isyarat bahwa kita butuh memaksakan diri untuk melakukan ketaatan pada Allah.

6. Setiap waktu yang di dalamnya kita punya kesempatan untuk berbuat baik, maka isilah dengan kebaikan di dalamnya. Karena setiap waktu kita akan ditanya pada hari kiamat. Para ulama sampai menyebut orang yang menyia-nyiakan waktu termasuk berbuat 'uquq (durhaka).


WaLLAAHUa'lam

Batas Keuntungan Dalam Jual Beli

Islam membolehkan seseorang penjual mengambil keuntungan sekalipun mencapai 100% dari modal atau bahkan lebih dengan syarat tidak ada ghisyy (penipuan harga maupun barang).


Berikut adalah dalil-dalil yang menunjukkan bahwa keuntungan itu tidak dibatasi.


Dalil pertama:


Dalam jual beli yang penting saling rida. Allah Ta'ala berfirman,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu." (QS. An-Nisaa': 29)


Pada dasarnya kaidah-kaidah agama tidak mengikat para pedagang dalam kewenangan jual beli harta mereka selagi sesuai dengan ketentuan-ketentuan umum dalam syariat.


Dalil kedua:


عَنْ عُرْوَةَ – يَعْنِى ابْنَ أَبِى الْجَعْدِ الْبَارِقِىِّ – قَالَ أَعْطَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- دِينَارًا يَشْتَرِى بِهِ أُضْحِيَةً أَوْ شَاةً فَاشْتَرَى شَاتَيْنِ فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ فَأَتَاهُ بِشَاةٍ وَدِينَارٍ فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِى بَيْعِهِ فَكَانَ لَوِ اشْتَرَى تُرَابًا لَرَبِحَ فِيهِ


Dari 'Urwah, yaitu Ibnu Abil Ja'di Al-Bariqiy, ia berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberinya satu dinar untuk membeli satu hewan qurban (udhiyah) atau membeli satu kambing. Lantas ia pun membeli dua kambing. Di antara keduanya, ia jual lagi dan mendapatkan satu dinar. Kemudian ia pun mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa satu kambing dan satu dinar. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendoakannya dengan keberkahan dalam jualannya, yaitu seandainya ia membeli debu (yang asalnya tidak berharga sekali pun, -pen), maka ia pun bisa mendapatkan keuntungan di dalamnya. (HR. Abu Daud, no. 3384 dan Tirmidzi, no. 1258).


Dalil ketiga:


Diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa Zubair bin Awwam radhiyallahu 'anhu semasa hidupnya membeli sebidang tanah di pinggiran kota Madinah seharga 170.000 keping uang emas. Setelah ia wafat, tanah itu dijual oleh anaknya, yaitu Abdullah seharga 1.600.000 dinar. Keuntungan yang diambil oleh Abdullah dalam penjualan ini hampir mencapai 1000%.


Kesimpulannya:

1. Tidak ada batasan maksimal persentase laba dari penjualan yang harus ditaati oleh para pedagang. Persentase laba diserahkan kepada kondisi perniagaan, pedagang, dan barang dengan tidak melupakan adab Islami, seperti: qanaah (merasa cukup), belas kasihan, dan tidak tamak.

2. Sangat banyak dalil-dalil yang mewajibkan sebuah transaksi terbebas dari ghisysy (penipuan), rekayasa barang, rekayasa harga, dan rekayasa laba, serta terbebas dari menimbun barang yang menzalimi kepentingan umum maupun khusus.


WaLLAAHU'alam