Friday, February 18, 2022

Hukum Memakai Skincare Tanpa Label Halal

Bagi seorang muslimah, kejelasan sebuah produk kecantikan adalah kewajiban pasti. Tidak diragukan dan tidak bisa ditawar. Mutlak harus. Kenapa ? Karena seorang muslimah sangat paham bahwa konsekuensi percaya kepada Allaah adalah terikat dengan hukum Syariah dan halal haram sebagai standar penentu perbuatan dilakukan atau ditinggalkan. Terlebih lagi setiap perbuatannya tadi akan dimintai pertanggungjawaban dan Allaah memberikan ganjaran atasnya walau sebesar dzarroh pun.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَا لَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗ 


"Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya."


وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَا لَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ


"Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya."

(QS. Az-Zalzalah 99: Ayat 7-8)

Inilah yang menjadikan muslimah akan berhati-hati dalam setiap melakukan perbuatan. Tidak bebas apalagi abai dengan halal haram.

Menggunakan benda (produk) harus dipahami terlebih dahulu tentang hukum benda itu sendiri. Halal ataukah haram. Menghalalkan atau mengharamkan suatu benda merupakan urusan Allaah. Tidak boleh seorangpun turut campur dengan Allaah dalam menentukan halal dan haram. Diantara nash-nash yang secara global (mujmal) membolehkan segala sesuatu sebagaimana firman Nya :


هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَـكُمْ مَّا فِى الْاَ رْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰۤى اِلَى السَّمَآءِ فَسَوّٰٮهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ


"Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu, kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."

(QS. Al-Baqarah : 29)

Dari dalil di atas, hukum asal benda (al asyaa') adalah ibahah (mubah) kecuali ketika ada dalil yang mengharamkannya.

"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Al-Baqarah : 173)
Apabila ditemukan nash yanh mengharamkan sebagian benda seperti di atas, maka pengecualian ini hanya sebatas benda itu. Oleh karena itu, hukum asal segala sesuatu adalah mubah atau halal selama tidak ada dalil yang mengharamkan.
Bagaimana dengan menggunakan kosmetik ? Maka perlu dilihat dulu apakah kosmetik ini halal atau haram. Jadi penentunya adalah pengetahuan akan produk ini (tahqiqul manath). Jika tidak ada unsur yang harom dan membahayakan, maka boleh memakainya. Sebaliknya jika ada, maka harom memakainya.
Bagaimana jika tidak memahami unsur kosmetik tersebut ? Maka biasanya, kita menyandarkannya dengan memastikan adanya label halal. Dan ini sudah cukup karena label halal dikeluarkan sesuai dengan kompetensi produk baik komposisi maupun prosesnya dipastikan telah halal oleh MUI. Sehingga boleh memakainya.
Masalahnya jika produk tersebut tidak berlabel halal, bagaimana menyikapinya ? Maka dalam posisi ragu jika memang dipastikan tidak mengetahui komposisi produk tsb, sebaiknya tinggalkan sesuatu yang meragukan.
Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.’” (HR. Tirmidzi)
Hal ini sebagai bentuk kehati-hatian (waro') dalam hal yang mubah (boleh) dan meninggalkan yang syubhat. Sebagai bentuk ketaatan orang-orang beriman dan yakin akan adanya hari penghisaban kelak.
Jadi, memakai produk skincare tanpa label halal maka perlu dipastikan komposisi dan prosesnya, jika halal dan tidak membahayakan maka boleh memakainya. Namun ketika ragu karena ketidaktahuan komposisi dan prosesnya, maka tinggalkan.

Wallaahu alam bish showwab.

0 comments :

Post a Comment