Tuesday, June 28, 2022

SANTUN DALAM BEDA PENDAPAT

Sangat disayangkan bila ada ikhwan yang sudah kenal agama, sudah banyak ngaji, menisbatkan diri pada salafush sholeh, tampilannya pun  "bergamis", namun akhlaknya kurang baik dan sulit menghargai beda pendapat, maksudnya adalah beda pendapat dalam hal furu' (cabang) di mana hal itu masih diperselisihkan. Bukan beda pendapat  dalam hal yang disepakati oleh para ulama, tentu saja menyelisihi dalam hal ini dinilai tercela.

Akhlak buruk yang kami maksud adalah mencaci, mencela dan merendahkan orang yang beda pendapat dengannya.

Misalnya mengenai biji tasbih, Ibnu Taimiyah di antara ulama yang bolehkan menggunakan biji tasbih dan tidak menganggapnya bid'ah. Kalau memang tidak setuju, silakan amalkan pendapat Anda. Namun tidak perlu rendahkan ulama atau tak perlu usik sampai menanyakan di mana ilmu orang yang berpendapat seperti itu. Apalagi kita belum sealim Ibnu Taimiyah.

Belajarlah untuk menghargai perbedaan dalam hal yang memang masih bisa ditolerir.

Sebagaimana kita pun tolerir dengan orang yang beda dalam hal menggerakkan jari ataukah tidak saat tasyahud, duduk tawarruk ataukah iftirosy dalam shalat yang dua raka'at, maka dalam masalah yang lain yang itu adalah hasil ijtihad ulama, pintar-pintarlah menghargai khilaf atau perbedaan.

Jangan sampai kita pun dikatakan sebagai orang yang sombong karena punya sifat merendahkan orang lain. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas'ud

Ų„ِŁ†َّ Ų§Ł„Ł„َّŁ‡َ Ų¬َŁ…ِŁŠŁ„ٌ ŁŠُŲ­ِŲØُّ Ų§Ł„ْŲ¬َŁ…َŲ§Ł„َ Ų§Ł„ْŁƒِŲØْŲ±ُ ŲØَŲ·َŲ±ُ Ų§Ł„ْŲ­َŁ‚ِّ ŁˆَŲŗَŁ…ْŲ·ُ Ų§Ł„Ł†َّŲ§Ų³ِ

“Sesungguhnya Allah itu jamil (indah) dan menyukai suatu yang indah. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia." (HR. Muslim no. 91. Imam Nawawi memberi judul Bab “Haramnya sifat sombong dan penjelasannya")

Kami pun bisa bertanya di manakah ilmu orang yang selalu merendahkan orang lain seperti itu, mana akhlaknya? Apa ilmu itu hanyalah wawasan supaya dibangga-banggakan, tidak perlu diamalkan?

Ka'ab bin Malik, dari ayahnya, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« Ł…َŁ†ْ Ų·َŁ„َŲØَ Ų§Ł„ْŲ¹ِŁ„ْŁ…َ Ł„ِŁŠُŲ¬َŲ§Ų±ِŁ‰َ ŲØِŁ‡ِ Ų§Ł„ْŲ¹ُŁ„َŁ…َŲ§Ų”َ Ų£َŁˆْ Ł„ِŁŠُŁ…َŲ§Ų±ِŁ‰َ ŲØِŁ‡ِ Ų§Ł„Ų³ُّŁَŁ‡َŲ§Ų”َ Ų£َŁˆْ ŁŠَŲµْŲ±ِŁَ ŲØِŁ‡ِ ŁˆُŲ¬ُŁˆŁ‡َ Ų§Ł„Ł†َّŲ§Ų³ِ Ų„ِŁ„َŁŠْŁ‡ِ Ų£َŲÆْŲ®َŁ„َŁ‡ُ Ų§Ł„Ł„Ł‡ُ Ų§Ł„Ł†َّŲ§Ų±َ »

“Barangsiapa yang menuntut ilmu karena hendak mendebat para 'ulama, atau berbangga-bangga di hadapan orang-orang bodoh, atau ingin perhatian orang tertuju pada dirinya, maka Allah akan masukkannya ke dalam neraka." (HR. Tirmidzi no. 2654)

Ucapan Ibnu Taimiyah yang arif dalam menyikapi perbedaan.

“Adapun jika dalam suatu permasalahan tidak ditunjukkan dalil yang tegas, juga tidak ada ijma’, maka berijtihad ketika itu dibolehkan dan tidak perlu orang yang berijtihad dan yang mengikuti diingkari dengan keras. … Dalam masalah ijtihad ini selama tidak ada dalil yang tegas tidak perlu sampai mencela para mujtahid yang menyelisihinya seperti dalam permasalahan yang masih diselisihi para salaf.”

Rasul itu diutus untuk mengajarkan akhlak yang mulia,

Ų„ِŁ†َّŁ…َŲ§ ŲØُŲ¹ِŲ«ْŲŖُ Ł„Ų£ُŲŖَŁ…ِّŁ…َ ŲµَŲ§Ł„ِŲ­َ Ų§Ł„Ų£َŲ®ْŁ„Ų§َŁ‚ِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq." (HR. Ahmad 2: 381, shahih)

Bahkan Rasul pun meminta agar diberikan akhlak yang mulia. Beliau memanjatkan do'a,

Ų§Ł„Ł„ّŁ‡ُŁ…َّ Ų§Ł‡ْŲÆِŁ†ِŁ‰ Ł„Ų£َŲ­ْŲ³َŁ†ِ Ų§Ł„Ų£َŲ®ْŁ„Ų§َŁ‚ِ Ł„Ų§َ ŁŠَŁ‡ْŲÆِŁ‰ Ł„Ų£َŲ­ْŲ³َŁ†ِŁ‡َŲ§ Ų„ِŁ„Ų§َّ Ų£َŁ†ْŲŖَ

“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)" (HR. Muslim no. 771).


WaLLAAHUa'lam

0 comments :

Post a Comment