Tuesday, October 6, 2020

Pengajian Gus Baha'

Salah satu keasyikan mengikuti pengajian Gus Baha’ adalah kita diajak berpikir menjelajah beragam kitab dan pemikiran banyak sekali orang alim. Caranya bercanda pun menunjukkan kealimannya. “Guyon-e wong ngalim iku ya nganggo senam otak barang.” begitu kata beliau.

Dan yang menarik adalah beberapa filosofi pemikirannya. Misal: manusia itu wajar tidak tahu. Tidak perlu memaksa diri untuk merasa tahu, karena itu lebih berat risikonya.

Kita juga diajak mengikuti lapis demi lapis peristiwa lalu menganggap dan menanggapi peristiwa dengan biasa saja, tak perlu menghakimi berlebihan. Contoh: ghibah itu dosa. Tapi tanpa ghibah, orang yang berbuat jahat, tidak akan kena hukum sosial. Padahal hukum sosial itu penting untuk menjaga setiap anggota masyarakat agar tidak melakukan perbuatan buruk.

Minum di warung kopi, rokokan, ngobrol bersama banyak kawan, itu juga dekat dengan perbuatan tak baik. Menyia-nyiakan waktu. Minimal tak berfaedah. Tapi kalau disikapi sebagai cara hidup supaya tidak melakukan perbuatan buruk, maka kongkow macam itu jadi model yang baik. Dan karena orang-orang seperti inilah, banyak kecelakaan di pinggir jalan yang korbannya bisa cepat diselamatkan. “Lha nek kabeh wong neng njero omah, terus tiba-tiba ana wong tabrakan. Ngenteni wong-wong mau metu, selak mati sing tabrakan.”

Demikian pula soal riba. Ini pertanyaan khas Gus Baha’: Kalau ada orang berhutang seekor sapi kepada kerabatnya, kemudian dia minggat, dan baru balik 10 tahun kemudian karena sudah sukses. Lantas ingin membayar hutangnya. Berapa ekor sapi yang dia bayar? Seekor? Alasannya apa? Kalau lebih, alasannya apa? Bagaimana hukumnya?

Orang alim seperti Gus Baha’ ini semoga senantiasa sehat. Supaya ada makin banyak orang alim yg bisa jadi pertimbangan dan tempat belajar orang awam seperti saya. Sebab, seperti yang selalu Gus Baha’ sitir dari guru yg dihormatinya, Mbah Maimun Zubair: “Zaman akhir iku, persoalan agama tansaya ruwet. Cekelen iki: ngedohi maksiyat luwih utama tinimbang nglakoni kabecikan. (Zaman akhir itu, persoalan agama semakin rumit. Pegangi ini: menjauhi maksiat lebih utama drpd melakukan kebaikan)

0 comments :

Post a Comment