Tuesday, October 6, 2020

Estafet Keilmuan para Ulama

Estafet keilmuan para ulama, khususnya yang telah wafat, sangat tergantung bagaimana keturunannya melanjutkan sang pendahulu. Beberapa anak para ulama tersebut tidak rajin berkumpul dan mengaji kepada para ulama senior yang masih hidup. Bahasa kampungnya: malas ngaji. Walhasil, sang anak tidak berkembang keilmuannya dan tidak memiliki jejaring dengan ulama di wilayahnya. Bisa "mati obor" dengan orang tua mereka.

Makanya saya sangat mengapresiasi generasi penerus ulama senior yang sudah wafat yang rajin menimba ilmu ke ulama lainnya sehingga mereka bisa diharapkan menjadi penerus orang tuanya, bahkan mungkin mengunggulinya. Saya senang menyebut, memuji dan mempopulerkan anak-anak saleh ini agar proses "meng-ulama" mereka semakin mudah dan cepat.

Hal ini karena penting mendorong para generusi penerus ini tetap istiqomah dan tawadhu hingga betul-betul mencapai ketinggian derajat orang tuanya. Jangan sampai merasa besar sehingga seakan tidak butuh orang dan senang di sangkar emasnya, padahal umat tidak menoleh sedikitpun kepadanya. Ustadz atau kyai muda itu harus rajin ngider, istilahnya

"jangan jadi ustaz kuburan, maunya didatangi tapi tidak mau mendatangi".

Kyai yang satu ini (Gus Baha) memang fenomenal. Ilmunya sangat dalam, wara'nya gak ketulungan, haliyahnya betul2 bisa menjadi panutan. Khidmahnya kepada sang guru, Mbah Yai Maimoen, patut jadi teladan. Pandangannya tajam dan jernih, ia berhasil menghadirkan khazanah keilmuan dengan penampilan khas kyai pesantren, tidak seperti pendidkan formal di kampus dengan gelar akademis. Bangga pernah menemani dalan suatu majlis dengan beliau. Semoga Allah menjaganya dan melahirkan lebih banyak lagi sepertinya.

0 comments :

Post a Comment