Saturday, January 23, 2021

Memutus Sholat Jum'at di Tengah Hujan?

Pada dasarnya, memutus ibadah wajib tanpa ada uzur, termasuk shalat Jumat hukumnya haram. Syekh Muhammad bin Salim bin Sa’id Babashil mengatakan:


ومنها (قطع الفرض) أداء كان أوقضاء ولو موسعا وصلاة كان أو غيرها كحج وصوم واعتكاف بأن يفعل ما ينافيه لأنه يجب إتمامه بالشروع فيه لقوله تعالى ولا تبطلوا أعمالكم ومن المنافي أن ينوي قطع الصلاة التي هو فيها ولو إلى صلاة مثلها 


“Di antara makshiat badan adalah memutus ibadah fardlu, baik ada’ atau qadla’, meski ibadah yang dilapangkan waktunya, baik ibadah shalat atau lainnya seperti haji, puasa dan i’tikaf. Memutus ibadah fardlu maksudnya dengan sekira melakukan perkara yang merusaknya, sebab ibadah fardlu wajib disempurnakan ketika sudah berlangsung pelaksanaannya, berdasarkan firman Allah Swt, dan janganlah kalian membatalkan amal-amal kalian. Termasuk perkara yang merusak shalat adalah niat memutus shalat yang tengah dilakukan, meski berpindah niatnya menuju shalat yang lain. (Syekh Muhammad bin Salim bin Sa’id Babashil, Is’ad al-Rafiq, hal. 121).


Syekh Abdul Hamid al-Syarwani berpendapat:


أقول ويؤخذ من قولهم المذكور أيضا أنه لو جاء نحو المطر في الصلاة على نحو كتابه جازت له صلاة شدة الخوف إذا خاف ضياعه حتى على مرضى الشارح فيمن أخذ ماله الخ لأنه خائف هنا كما مر


“Aku berkata, diambil dari ucapan para ulama yang telah disebutkan, bahwa bila datang semisal hujan di tengah shalat mengenai kitabnya, boleh melakukan shalat syiddah al-khauf bila khawatir tersia-sia, meski mengikuti pola yang diterima sang pensyarah dalam kasus orang yang diambil hartanya, karena dalam kondisi hujan yang mengenai kitab ini, seseorang disebut orang yang khawatir seperti keterangan yang telah lewat”. (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 16).

Dalam pandangan yang lain, sebagian ulama membolehkan untuk memutus shalat ketika kekhusyukan seseorang hilang dikarenakan menahan kencing di tengah shalat. Bila dikontekstualisasikan dalam masalah ini, hujan deras yang menghujam, besar kemungkinan dapat membuyarkan konsentrasi jamaah dalam pelaksanaan shalat Jumat. Persoalan kehujanan di tengah shalat bisa kita analogikan dengan permasalahan shalat menahan kencing dengan titik temu keduanya dapat menyebabkan buyarnya ketenangan. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan: ـ (والصلاة حاقنا) بالنون أي بالبول (أو حاقبا) بالباء أي بالغائط أو حاذقا أي بالريح للخبر الآتي ولأنه يخل بالخشوع بل قال جمع إن ذهب به بطلت الى أن قال وجوز بعضهم قطعه لمجرد فوت الخشوع به وفيه نظر “Dan makruh shalat menahan kencing dan buang air besar atau menahan kentut, karena hadits yang telah lewat dan dapat merusak kekhusyukan, bahkan sekelompok ulama berpendapat, bila hilang kekhusyukan, maka batal shalatnya. Sebagian ulama membolehkan memutus halat karena hilangnya kekhusyukan, dan pendapat ini perlu dikaji ulang. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, Juz 1, hal. 238) Simpulannya, bila mengikuti pendapat yang kuat, membatalkan shalat Jumat saat kehujanan di tengah shalat hukumnya haram. Dan apabila khawatir rusaknya harta yang dipakai atau yang dibawa, kewajibannya adalah shalat dengan cara yang paling memungkinkan, bisa sambil berjalan untuk mencari tempat yang teduh, kemudian melanjutkan shalat secara normal. Hanya, bila cara tersebut tidak memungkinkan, bisa mengikuti pendapat sebagian ulama yang membolehkan untuk membatalkan shalat saat kondisi kehujanan dapat menghilangkan kekhusyukan, untuk kemudian mencari tempat yang memungkinkan untuk menyusul mengikuti Jumatan. Wallahu a’lam. (M. Mubasysyarum Bih)

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/99039/hukum-batalkan-shalat-jumat-karena-kehujanan


omahsantri.id

0 comments :

Post a Comment