Friday, November 26, 2021

JALAN MENUJU SURGA

PERTAMA: Menuntut Ilmu


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ


“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)


Makna Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga, ada empat makna sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali:


Pertama: Dengan menempuh jalan mencari ilmu, Allah akan memudahkannya masuk surga.


Kedua: Menuntut ilmu adalah sebab seseorang mendapatkan hidayah. Hidayah inilah yang mengantarkan seseorang pada surga.


Ketiga: Menuntut suatu ilmu akan mengantarkan pada ilmu lainnya yang dengan ilmu tersebut akan mengantarkan pada surga.


Sebagaimana kata sebagian ulama kala suatu ilmu diamalkan,


مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ أَوْرَثَهُ اللهُ عِلْمَ مَا لَمْ يَعْلَمْ


“Siapa yang mengamalkan suatu ilmu yang telah ia ilmui, maka Allah akan mewarisinya ilmu yang tidak ia ketahui.”


Sebagaimana kata ulama lainnya,


ثَوَابُ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا


“Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.”


Begitu juga dalam ayat disebutkan,


وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى


“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76)


Juga pada firman Allah,


وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ


“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.” (QS. Muhammad: 17)


Keempat: Dengan ilmu, Allah akan memudahkan jalan yang nyata menuju surga yaitu saat melewati shirath (sesuatu yang terbentang di atas neraka menuju surga.


Sampai-sampai Ibnu Rajab simpulkan, menuntut ilmu adalah jalan paling ringkas menuju surga.


KEDUA: Bertakwa Pada ALLAH Ta'ala


Dari Abu Hurairah, ia berkata,


سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ »


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246).


Maksud Takwa

Takwa asalanya adalah menjadikan antara seorang hamba dan seseutu yang ditakuti suatu penghalang. Sehingga takwa kepada Allah berarti menjadikan antara hamba dan Allah suatu benteng yang dapat menghalangi dari kemarahan, murka dan siksa Allah. Takwa ini dilakukan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi maksiat.


Namun takwa yang sempurna kata Ibnu Rajab Al Hambali adalah dengan mengerjakan kewajiban, meninggalkan keharaman dan perkara syubhat, juga mengerjakan perkara sunnah, dan meninggalkan yang makruh. Inilah derajat takwa yang paling tinggi.


Al Hasan Al Bashri berkata,


المتقون اتَّقَوا ما حُرِّم عليهم ، وأدَّوا ما افْتُرِض عليهم


“Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang diharamkan dan menunaikan berbagai kewajiban.”


‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,


ليس تقوى الله بصيام النهار ، ولا بقيام الليل ، والتخليطِ فيما بَيْنَ ذلك ، ولكن تقوى اللهِ تركُ ما حرَّم الله ، وأداءُ ما افترضَ الله ،فمن رُزِقَ بعد ذلك خيراً ، فهو خيرٌ إلى خير


“Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan shalat malam, atau melakukan kedua-duanya. Namun takwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan.”


Tholq bin Habib mengatakan,


التقوى أنْ تعملَ بطاعةِ الله ، على نورٍ من الله ، ترجو ثوابَ الله ، وأنْ تتركَ معصيةَ الله على نورٍ من الله تخافُ عقابَ الله


“Takwa berarti engkau menjalankan ketaatan pada Allah atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau mengharap pahala dari-Nya. Termasuk dalam takwa pula adalah menjauhi maksiat atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau takut akan siksa-Nya.”


Ibnu Mas'ud ketika menafsirkan ayat bertakwalah pada Allah dengan sebenar-benarnya takwa yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 102, beliau berkata,


أنْ يُطاع فلا يُعصى ، ويُذكر فلا ينسى ، وأن يُشكر فلا يُكفر


“Maksud ayat tersebut adalah Allah itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah itu terus diingat, tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak diingkari.” (HR. Al Hakim secara marfu’, namun mauquf lebih shahih).


Yang dimaksud bersyukur pada Allah adalah dengan melakukan ketaatan pada-Nya.


Adapun maksud mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya adalah selalu mengingat Allah dengan hati pada setiap gerakan dan diamnya, begitu saat berucap. Semuanya dilakukan hanya untuk meraih pahala dari Allah. Begitu pula larangan-Nya pun dijauhi.

KETIGA: Berakhlak Baik


Dari Abu Hurairah, ia berkata,


سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ »


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246).


Maksud Akhlak yang Baik

Dalam hadits Abu Dzar disebutkan,


اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ


“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153)


Ibnu Rajab mengatakan bahwa berakhlak yang baik termasuk bagian dari takwa. Akhlak disebutkan secara bersendirian karena ingin ditunjukkan pentingnya akhlak. Sebab banyak yang menyangka bahwa takwa hanyalah menunaikan hak Allah tanpa memperhatikan hak sesama.


Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan akhlak yang baik sebagai tanda kesempurnaan iman. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا


“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Daud no. 4682 dan Ibnu Majah no. 1162)


Akhlak yang baik (husnul khuluq) ditafsirkan oleh para salaf dengan menyebutkan beberapa contoh. Al Hasan Al Bashri mengatakan,


حُسنُ الخلق : الكرمُ والبذلة والاحتمالُ


“Akhlak yang baik adalah ramah, dermawan, dan bisa menahan amarah.”


Asy Sya'bi berkata bahwa akhlak yang baik adalah,


البذلة والعطية والبِشرُ الحسن ، وكان الشعبي كذلك


“Bersikap dermawan, suka memberi, dan memberi kegembiraan pada orang lain.” Demikianlah Asy Sya'bi, ia gemar melakukan hal itu.


Ibnul Mubarok mengatakan bahwa akhlak yang baik adalah,


هو بسطُ الوجه ، وبذلُ المعروف ، وكفُّ الأذى


“Bermuka manis, gemar melakukan kebaikan dan menahan diri dari menyakiti orang lain.”


Imam Ahmad berkata,


حُسنُ الخلق أنْ لا تَغضَبَ ولا تحْتدَّ ، وعنه أنَّه قال : حُسنُ الخلق أنْ تحتملَ ما يكونُ من الناس


“Akhlak yang baik adalah jangan engkau marah dan cepat naik darah.” Beliau juga berkata, “Berakhlak yang baik adalah bisa menahan amarah di hadapan manusia.”


Ishaq bin Rohuwyah berkata tentang akhlak yang baik,


هو بسطُ الوجهِ ، وأنْ لا تغضب


“Bermuka manis dan jangan marah.”


WaLLAAHUa'lam

0 comments :

Post a Comment