Friday, November 19, 2021

MUFTI

 Salah satu kelebihan Nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- adalah menguasai urusan dunia dan akhirat. Beliau pemimpin dunia, beliau juga pemimpin urusan agama. Setelah Rasulullah wafat, urusan dunia dan agama itu dilanjutkan para Khulafa' Rasyidun: Sayyidina Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali -radhiyallahu 'anhum ajma'in-. Sampai akhirnya kesultanan dipimpin oleh orang yang ahli mengurus urusan pemerintahan, tapi merasa tidak ahli agama, maka diangkatlah Mufti yang secara bahasa berarti ahli fatwa. Mufti memiliki otoritas dalam mengeluarkan pendapat atau fatwa dalam masalah agama Islam.

Tradisi itu sampai ke Nusantara. Kerajaan Aceh memiliki seorang mufti yang masyhur bernama Syaikh Nuruddin ar-Raniri (wafat 1658). Beliau menulis kitab as-Shirath al-Mustaqim. Kitab tersebut disyarah (penjelasan) oleh mufti Kesultanan Banjar Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (wafat 1812) dalam kitab berjudul Sabilal-Muhtadin. Ternyata, muslim minoritas di Thailand pun memiliki mufti bergelar Shiekhul Islam atau Grand Mufti. Sedangkan mufti muslim di Moscow saat ini adalah Ildar Hazrat Alyautdinov.

Mengapa Indonesia tidak punya mufti? Banyak alasan. Salah satu diantaranya, mungkin, karena ormas lebih tua dari negara. Muhammadiyah (1912), Nahdhatul-Ulama (1926), Perti (1930), al-Washliyah (1930), dll. Jalan tengah, solusi, maka masing-masing ormas mengutus utusan-utusan tergabung dalam Majlis Ulama Indonesia (MUI). Dalam MUI itu sendiri ada satu komisi bernama Komisi Fatwa yang bertugas mengeluarkan fatwa terkait keummatan.

0 comments :

Post a Comment