Senangnya kita bisa mengenali sosok seorang pendengki;
Ia akan mudah sekali mengumbar kekurangan dan kesalahan orang lain.
Namun kabar buruknya adalah sosok seperti ini kerap kali adalah seorang yang handal dalam berkomunikasi dan berdiplomasi sehingga kita tak bisa berpikir jernih dalam mencerna ucapannya.
----
Pada suatu waktu, sosok A datang mendekat dan berkata,
"B itu kan lulusan X. Dan X itu bukan kampus yang diakui dinas jadi orang-orang lulusan X biasanya bermasalah saat bekerja."
Aku cuma melirik sekilas saat A berkata demikian. Paham banget aku tuh arah pembicaraannya bakal kemana. Selanjutnya aku cuma diam mendengarkan. Bukan sekali dua kali dia begitu, maklum karena dia kayaknya merasa tersaingi dengan hadirnya B yang saat itu lulusan D3 namun sosoknya menyita perhatian.
Jelas saja karena B ini memang sosok yang ramah, rendah hati dan point pentingnya adalah dia bukan sosok yang suka menelanjangi kesalahan orang lain atas ketidak tahuan orang tersebut.
Hal itulah yang membuat banyak orang senang dengan sosoknya, aku pun menaruh hormat padanya.
Bertahun-tahun kemudian yang terjadi adalah B menjadi sosok yang melesat kariernya. Kini ia bahkan mendapat beasiswa S3 melalui program di salah satu kementerian.
Sedangkan A tak terlalu banyak berkembang. Ya begitu-begitu saja. Jejak kebiasaannya yang suka mengorek kesalahan orang lain sudah berserakan dimana-mana sehingga orang-orang pun enggan berlama-lama dengannya #Miris.
Maka begitulah jika menyimpan dengki.
Orang lain sudah berlari, eh dia masiiiihhhh saja ublek sendiri.
Selalu saja insecure dengan setiap capaian diri sehingga yang terjadi adalah senang mengumbar kekurangan dan kesalahan orang lain.
Perasaan insecure ini yang membuat diri tak pernah puas meski telah bergelimang capaian dan pujian. Maka kehadiran orang baru menyulut perasaan insecurenya.
Dia bahkan bisa begitu halus namun lihai menjatuhkan orang lain demi menjaga agar dirinya dipuji. Ngeri sekali.
Maka cara terbaik menghadapi seorang pendengki adalah tutup mata, telinga dan mulut kita terhadapnya.
Tutup mata artinya kita tuh ga perlu kok melihat aktivitasnya. Biar saja dia jempalitan kesana-kemari demi menyita perhatian banyak orang agar tertuju padanya seorang. Udah biar saja. Kita fokus saja pada apa yang kita lakukan di depan mata.
Tutup telinga artinya apapun kata-katanya yang negatif tentang kita hanya merupakan luapan emosi atas perasaan insecurenya. Jadi jelas dia sedang bermasalah dengan dirinya sendiri maka jangan repotkan diri dengan terlibat di dalamnya.
Tutup mulut artinya sudahlah tak usah banyak klarifikasi atas setiap pernyataannya yang pernah provokasi. Ada yang terhasut yo ben, emang kita bisa apa? Biarin aja tak usah panjang kata.
Seorang pendengki itu toh pada akhirnya menderita sendiri. Ia tak pernah merasakan cukup dan bahagia yang sesungguhnya. Jadikan itu pelajaran agar kita tak seperti itu atau bersiaplah untuk lelah hati seumur hidup.
- Lusiana Nurhermawati
0 comments :
Post a Comment