Wednesday, November 18, 2020

Kenapa namanya Persemaian Guru-guru Islam?

By Oky Rachmatullah

Menyemai artinya adalah memprersiapkan bibit. Bisa jadi dari benih, dari biji, atau dari semaian lain dalam bentuk bibit yang penting. Menanamnya harus extra hati-hati, karena jika tidak, maka hasilnya tidak akan tumbuh bibit yang bagus. Harus dirawat, seandainya tidak dirawat, maka tentu akan ada yang mati sehingga tidak optimal tumbuh sebagai bibit. Harus dijaga biar biji yang disemai tadi tidak dimakan ayam sehingga malah tidak menjadi bibit. Itupun harus disadari, bahwa ada sebagian benih yang kita semai tidak berbuah menjadi bibit yang siap tanam. Bibit yang siap tanam sekalipun ternyata tidak bisa tumbuh menjadi pohon yang baik. Ada yang dimakan hama, ada yang rusak karena cuaca, ada yang rusak karena banjir, ada juga yang rusak karena kekurangan nutrisi. Diantara semua benih yang disemai, ternyata tidak terlalu banyak yang menjadi pohon yang rindang, berbuah lebat dan memberikan kerimbunan. Tapi dari pohon yang berbuah lebat inilah kelak bisa di semai lagi benih-benih yang baru yang siap menjadi pohon penerus pohon sesudahnya.

Kalau persemaian, maka disitulah tempat membentuk benih itu menjadi bibit. Baru bibit ya, belum jadi pohon. Kuliiyatu Muallimin Al-Islamiyah (KMI) adalah sebuah system pendidikan yang bermakna persemaian Guru-guru Islam. Benihnya adalah para santri ini. Mereka adalah benih-benih yang dipersiapkan untuk menjadi bibit Guru-Guru Islam di daerahnya masing-masing. Di persemaian inilah para santri dipelihara, dididik, dibina, diarahkan, di asingkan, dijaga dari semua penyakit. Itupun tidak sempurna semuanya, karena ada yang tidak tmbuh menjadi bibit. Ada yang tidak betah di pondok, lalu pulang. Ada yang melakukan pelanggaran, dipulangkan, ada yang sudah merasa jadi bibit, bisa pidato, bisa organisasi, merasa bisa, lalu merasa puas, lalu pulang. Ada yang kena pengaruh teman-temannya di luar, lalu pulang. Dan banyak hal yang lain yang membuat benih-benih ini tidak tumbuh menjadi bibit yang sempurna.

Kelak ketika para santri ini menjadi bibit, maka dia belumlah menjadi pohon. Orang tua, lingkungan, dan pengalamanlah yang akan membuatnya menjadi orang yang bermanfaat, menjadi pohon yang siap guna. Tanah yang digunakan untuk menanam bibit ini, haruslah subur dan sesuai. Tidak akan tumbuh pohon apel di tepi pantai, sebagaimana pohon bakau tidak akan tumbuh diatas Gunung. 

Demikian juga lingkungan, seorang yang dididik di lingkungan pesantren, tapi hidup di lingkungan yang kurang kondusif juga tidak akan berubah kondisinya setelah hidup di pesantren. Lingkunganlah yang mengajarinya. Orang tua yang menanam bibit ini juga harus extra hati-hati menjaganya agar dia tumbuh menjadi pohon . Kalau terlalu banyak air, orang tua harus menguranginya. Kalau terlalu terkena panas, orang tua harus memayunginya. Kalau cuaca sedang tidak baik, orang tua harus menyelamatkannya. Jadi peran orang tua disini masih sangat penting setelah santri keluar dari persemaian. Jangan dilepas begitu saja, jangan dibiarkan demikian juga, tapi jaga pelihara, rawat bibit ini baik-baik,biar tumbuh menjadi pohon yang bisa diambil buahnya.

Jadi lulusan Gontor disini, tidaklah bisa langsung kita lihat hasilnya ketika dia keluar dari Gontor. Barangkali memang sudah bisa bahasa Arab, bisa berpidato, bisa berorganisasi, bisa menjadi pengajar di mushola kecil, tapi percayalah mereka itu belum siap menjadi pohon.  Maka orang tualah yang saat itu menjadi petani bagi bibit-bibit itu.  Sayang, kalau benih yang sudah menjadi bibit yang siap tanam itu, lalu terkulai tanpa daya karena sesuatu karena kita tidak perduli dan percaya bahwa bibit dari Gontor pasti bermutu. 

Sayang memang, para santri yang belum siap menjadi pohon ini harus salah jalan, karena orang tuanya terlalu percaya bahwa santri Gontor ini bisa berbuat apa saja. Padahal yang mereka jadikan patokan adalah alumni yang memang sudah menjadi pohon, yang berbuah dan menjadi peneduh bagi orang dibawahnya. Maka itu jangan berhenti berdoa jangan istirahat berusaha, jangan hentikan ikhtiar kita, agar anak-anak kita betul-betul tumbuh menjadi generasi yang berguna, bermanfaat bagi orang lain, dan mampu melindungi orang yang meminta bantuan kepadanya. Bismillah...

Jangan Terlalu Percaya kepada Gontor Jangan pula setengah-setengah kepada Gontor.

Itu adalah gambaran alumni Gontor. Nah jika alumni gontor saja baru jadi benih belum jadi pohon, apalah lagi seorang NIKITA MIRZANI yang jadi benih saja belum. Maka jika ada alumni yg jadi penipu, kurir narkoba, artis nakal, atau apapun jika buruk di luaran. Ya anggaplah dia benih yg di patok ayam*. Ga jadi pohon, ilmunya tidak meresap, bukan mempengaruhi baik orang lain, bahkan merusak. Ya begitulah... Apalagi yg bukan alumni, yg cuma setahun lalu keluar, ya bukan apa-apa, seperti tamu yg mampir di Gontor. Lha Gontor gimana?? Ya ndak gimana-gimana..... Gontor sudah kenyang di fitnah, di caci maki, di komentari buruk, tapi Gontor tetap berjalan sebagaimana biasa, tetap menjalankan fungsinya sebagai Tempat di semainya benih guru-guru Islam.

0 comments :

Post a Comment