Monday, March 1, 2021

KH. Wahab Hasbullah, Gunakan Fatkhul Qorib Sebagai Rujukan Masalah Internasional

Setelah beberapa kali diadakan perundingan untuk menyelesaikan masalah Irian Barat dan selalu gagal, Bung Karno menghubungi KH Wahab Hasbullah (Rais ‘Aam Nahdlatul Ulama) di Jombang.

Bung Karno menanyakan bagaimana hukumnya orang-orang Belanda yang masih bercokol di Irian Barat.

Kiai Wahab menjawab tegas,

“Hukumnya sama dengan orang yang ghoshob.”

“Apa artinya ghoshob, Kiai?”

Tanya Bung Karno

“Ghoshob itu istihqaqu malil ghair bi ghairi idznihi; menguasai hak milik orang lain tanpa ijin,”

terang Kiai Wahab

“Lalu bagaimana solusi menghadapi orang yang ghoshob?”

Tanya Bung Karno lagi

“Adakan perdamaian,”

tegas Kiai Wahab.

Lalu Bung Karno bertanya lagi,

“Menurut insting Kiai, apakah jika diadakan perundingan damai akan berhasil?”

“Tidak,”

jawab Kiai Wahab

“Lalu, kenapa kita tidak potong kompas saja, Kiai..?”

Tanya Bung Karno sedikit memancing

“Tidak boleh potong kompas dalam syari’ah.”

Kata Kiai Wahab.

Selanjutnya, Bung Karno mengutus Soebandrio mengadakan perundingan yang terakhir kali dengan Belanda untuk menyelesaikan konflik Irian Barat.

Perundingan ini akhirnya gagal.

Kegagalan ini disampaikan Bung Karno kepada Kiai Wahab

“Kiai, apa solusi selanjutnya menyelesaikan masalah Irian Barat?”

“Akhodzahu Qohron! Ambil, kuasai dengan paksa!”

jawab Kiai Wahab tegas

“Sebenarnya, apa rujukan Kiai untuk memutuskan masalah ini?”

“Saya mengambil literatur kitab Fathul Qorib dan syarahnya (Al-Bayjuri).”

Setelah itu, barulah Bung Karno membentuk barisan Trikora (Tiga Komando Rakyat) untuk diberangkatkan merebut Irian Barat.

Kita bisa membayangkan, jika Fathul Qorib dan Al-Bayjuri yang notabene merupakan kitab fikih dasar di pesantren dan madrasah diniyyah, bisa dikontekstualisasikan untuk menyelesaikan masalah internasional seperti kasus Irian Barat, bagaimana dengan kitab-kitab lain yang level pembahasannya lebih tinggi, kompleks dan mendalam?

_

0 comments :

Post a Comment