This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday, September 8, 2024

SHOLAT SUNNAH AWWABIN

 Hijriati Usman 


‏عَنْ ‏أَبِي هُرَيْرَةَ ‏قَالَ :‏ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :‏‏ مَنْ صَلَّى بَعْدَ الْمَغْرِبِ سِتَّ رَكَعَاتٍ ، لَمْ يَتَكَلَّمْ فِيمَا بَيْنَهُنَّ بِسُوءٍ ، عُدِلْنَ لَهُ بِعِبَادَةِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً


Artinya: Dari Abu Hurairah RA, Rasûlullâh SAW bersabda, "Barangsiapa mengerjakan sholat sunnah enam rakaat setelah sholat Maghrib dan di antara sholat-sholat itu tidak berkata dengan kata-kata yang buruk, maka sholatnya sebanding ibadah dua belas tahun." (HR Tirmidzi).


Tata Cara Shalat Awwabin 


1. Membaca niat Shalat Awwabin (tiap 2 rakaat salam). 


Ushalli rak’ataini shalaatal awwaabiin sunnatan lillaahi ta’aalaa.


Artinya: Aku niat shalat sunah dua rakaat Shalat Awwabin karena Allah ta’ala


2. Takbiratul Ikhram dan dilanjutkan dengan membaca Al Fatihah


3. Setelah Al Fatihah, bacaan selanjutnya pada rakaat pertama dan kedua bacalah: Al Ikhlas 6 kali, Al Falaq 1 kali, An Naas 1 kali, dan setelah selesai lalu salam.


4. Berdiri dan niat shalat lagi dibarengi Takbiratul Ihram. Pada rakaat ketiga dan rakaat keempat, setelah baca Al Fatihah, bebas baca surat apa saja. Kemudian salam. 


5. Lanjutkan rakaat kelima, setelah baca Al Fatihah terus baca sural Al Kafirun, dan rakaat keenam setalah baca Al Fatihah terus baca surat Al Ikhlas. Dan seterusnya hingga salam.


Doa sesudah salam yang bisa dibaca adalah sebagai berikut:


Allahumma innii astaudi’uka diinii wa iimaanii fahfazh humaa ‘alayya fii hayaatii wa’inda wafaatii waba’da mamaatii innaka ‘alaa kulli syai-in qodiir.


Artinya: Ya Allah, aku mohon perlindungan-Mu untuk agamaku dan keimananku, dan jagalah keduanya tetap pada diriku selama hidupku, disaat wafatku dan setelah matiku. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.


Dilanjutkan berdoa:


Robbighfir warham wa anta khoirurroohimiin.


Artinya: Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pemberi rahmat.

Saturday, September 7, 2024

TAJASSUS

Tajassus di antara tafsirannya adalah mencari-cari kesalahan orang lain, terutama yang terus ingin dicari aibnya adalah orang-orang beriman.


Jangan Selalu Menaruh Curiga (Prasangka Buruk)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ


"Waspadalah dengan buruk sangka karena buruk sangka adalah sejelek-jeleknya perkataan dusta." (HR. Bukhari no. 5143 dan Muslim no. 2563)


Prasangka yang terlarang adalah prasangka yang tidak disandarkan pada bukti. Oleh karena itu, jika prasangka itu dinyatakan pasti (bukan lintasan dalam hati), maka dinamakan kadzib atau dusta. Inilah yang disebutkan dalam Fathul Bari karya Ibnu Hajar.


Menaruh Curiga pada Orang Beriman

Larangan berburuk sangka dan tajassus disebutkan dalam ayat Al Qur'an,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا


"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang." (QS. Al Hujurat: 12).


Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al Jalalain, menaruh curiga atau prasangka buruk yang terlarang adalah prasangka jelek pada orang beriman dan pelaku kebaikan, dan itulah yang dominan dibandingkan prasangka pada ahli maksiat. Kalau menaruh curiga pada orang yang gemar maksiat tentu tidak wajar. Adapun makna, janganlah 'tajassus' adalah jangan mencari-cari dan mengikuti kesalahan dan 'aib kaum muslimin.


Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim karya Ibnu Katsir, tajassus -seperti kata Imam Al Auza'i- adalah mencari-cari sesuatu. Ada juga istilah tahassus yang maksudnya adalah menguping untuk mencari-cari kejelekan suatu kaum di mana mereka tidak suka untuk didengar, atau menguping di depan pintu-pintu mereka. Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.


Akibat Buruk Tajassus


Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ ، صُبَّ فِى أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


"Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan selain mereka), maka pada telinganya akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat." (HR. Bukhari no. 7042). Imam Adz Dzahabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-aanuk adalah tembaga cair.


Yang namanya tembaga cair tentu saja dalam keadaan yang begitu panas. Na'udzu billah.


Ibnu Batthol mengatakan bahwa ada ulama yang berpendapat, hadits yang ada menunjukkan bahwa yang mendapatkan ancaman hanyalah untuk orang yang "nguping" dan yang membicarakan tersebut tidak suka yang lain mendengarnya.


Namun yang tepat jika tidak diketahui mereka suka ataukah tidak, maka baiknya tidak menguping berita tersebut kecuali dengan izin mereka. Karena ada hadits di mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwa terlarang masuk mendengar orang yang sedang berbisik-bisik (berbicara empat mata). Seperti ini dilarang kecuali dengan izin yang berbicara. Demikian diterangkan oleh Ibnu Batthol dalam Syarh Shahih Al Bukhari.


Dari Mu'awiyah, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ


"Jika engkau mengikuti cela (kesalahan) kaum muslimin, engkau pasti merusak mereka atau engkau hampir merusak mereka." (HR. Abu Daud no. 4888). Ini juga akibat buruk dari mencari-cari terus kesalahan orang lain.

WaLLAAHUa'lam

Jangan Menunda Pembagian Warisan

Dalam hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu calaihi wa sallam bersabda:


أَلْحِقُوا الفَرائِضَ بأَهْلِها


"Bagikanlah harta waris kepada ahli waris yang berhak mendapatkannya" (HR. Bukhari no.6746, Muslim no.1615).


Dalam hadits ini Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk membagikan harta waris kepada yang berhak menerimanya. Dan hukum asal perintah adalah bersegera untuk dilakukan, bukan ditunda. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam matan Al Ushul min Ilmil Ushul mengatakan:


صيغة الأمر عند الإطلاق تقتضي: وجوب المأمور به، والمبادرة بفعله فوراً


"Kalimat perintah, jika disebutkan secara mutlak, maka menghasilkan hukum wajib dan mengharuskan bersegera melakukannya”.


Oleh karena itu hendaknya bersegera untuk membagikan warisan setelah mayit meninggalkan, dan tidak menunda-nundanya kecuali karena waktu jeda yang wajar menurut 'urf. Dan juga tidak menundanya hingga sang istri dari mayit wafat.


Menunda pembagian warisan selain bertentangan dengan hadits Nabi di atas, juga merupakan bentuk kezaliman kepada ahli waris. Karena tertahannya harta yang sudah menjadi hak mereka untuk mendapatkannya. Para ulama dalam Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta' menjelaskan:


لا ينبغي تأخير قسمة التركة؛ لما يترتب على ذلك من تأخير دفع الحقوق إلى أصحابها، وبالتالي تأخير دفع الزكاة؛ لأن كل وارث يحتج بأنه لا يعرف نصيبه، أو لم يستلمه


"Tidak semestinya menunda pembagian waris. Karena ini berarti akan menunda penunaian hak dari penerimanya. Demikian juga, akan mengakhirkan pembayaran zakat. Karena penerima waris akan membutuhkannya, sedangkan ia belum mengetahui berapa jatahnya dan belum menerimanya.”


WaLLAAHUa'lam

BALASAN AKHIRAT LUAR BIASA

Allah Ta'ala berfirman,


مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ


"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah: 261)


Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, "Ayat ini sangat memotivasi hati untuk gemar berinfak. Ayat ini merupakan isyarat bahwa setiap amal sholih yang dilakukan akan diiming-imingi pahala yang berlimpah bagi pelakunya. Sebagaimana Allah mengiming-imingi tanaman bagi siapa yang menanamnya di tanah yang baik (subur). Terdapat dalam hadits bahwa setiap kebaikan akan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat". Inilah permisalan yang Allah gambarkan yang menunjukkan berlipat gandanya pahala orang yang berinfak di jalan Allah dengan selalu selalu mengharap ridho-Nya.


Jangan Lupakan Kewajiban Terhadap Harta


Setelah kita mengetahui keutamaan menginfakkan harta di jalan yang benar, lalu di manakah kita mesti salurkan harta tersebut?


Pertama, tentu saja harta tersebut digunakan untuk memberi nafkah yang wajib kepada keluarga dan ini diberikan sesuai kemampuan serta mencukupi istri dan anak-anaknya. Allah Ta'ala berfirman,


لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا


"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (QS. Ath Tholaq: 7)


Perlu juga diketahui bahwa mencari nafkah bisa menuai pahala jika si pencari nafkah (suami) mengharap ridho Allah ketika mencarinya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ


"Tidaklah nafkah yang engkau cari untuk mengharapkan wajah Allah kecuali engkau akan diberi balasan karenanya, sampai apa yang engkau masukkan dalam mulut istrimu." (HR. Bukhari no. 56)


Setelah itu jika ada kelebihan harta jangan lupakan untuk menyalurkan harta tersebut pada sedekah yang wajib yaitu zakat yang diserahkan pada orang yang berhak menerima. Ini dilakukan jika memang telah memenuhi nishob (ukuran minimal zakat) dan telah sampai satu haul (satu tahun). Kewajiban ini jangan sampai dilupakan oleh orang yang punya kelebihan harta. Kewajiban ini tentu saja lebih didahulukan dari infak lainnya yang hukumnya di bawah wajib. Dengan membayar zakat inilah sebab datangnya banyak kebaikan. Sebaliknya, enggan membayar zakat akan datang berbagai musibah dan hilangnya berbagai keberkahan. Salah satu buktinya adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,


لَمْ يَمْنَعْ قَوْمٌ زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ , وَلَوْلا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا.


"Jika suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, maka mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan." (HR. Thobroni dalam Al Mu'jam Al Kabir - 13619)


Setelah kewajiban di atas, perbanyaklah berinfak dan bersedekah di jalan-jalan kebaikan lainnya.  Dengan ini semua akan membuat harta akan selalu lebih berkah di puncak kesuksesan.


WaLLAAHUa'lam

KEUTAMAAN BERKATA BAIK

Pertama: Sebab Mendapatkan Ampunan dan Sebab Masuk Surga


Dari Abu Syuraih, ia berkata pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,


يَا رَسُولَ اللَّهِ، دُلَّنِي عَلَى عَمِلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ


"Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga." Beliau bersabda,


إِنَّ مِنْ مُوجِبَاتِ الْمَغْفِرَةِ بَذْلُ السَّلامِ، وَحُسْنُ الْكَلامِ


"Di antara sebab mendapatkan ampunan Allah adalah menyebarkan salam dan bertutur kata yang baik." (HR. Thobroni dalam Mu'jam Al Kabir no. 469)


Kedua: Mendapatkan Kamar yang Istimewa di Surga Kelak


Dari 'Ali, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Di surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar." Kemudian seorang Arab Badui bertanya, "Kamar-kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa, wahai Rasulullah?" Beliau pun bersabda,


لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ


"Kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa saja yang tutur katanya baik, gemar memberikan makan (pada orang yang butuh), rajin berpuasa dan rajin shalat malam karena Allah ketika manusia sedang terlelap tidur." (HR. Tirmidzi no. 1984 dan Ahmad 1/155)


Ketiga: Bisa menggantikan Sedekah


Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ


"Tutur kata yang baik adalah sedekah.”(HR. Ahmad (2/316) dan disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya secara mu'allaq -tanpa sanad)


Dari 'Adi bin Hatim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ


"Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik." (HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016)


Ibnul Qayyim mengatakan, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan tutur kata yang baik sebagai pengganti dari sedekah bagi yang tidak mampu untuk bersedekah.”


Ibnu Baththol mengatakan, "Tutur kata yang baik adalah sesuatu yang dianjurkan dan termasuk amalan kebaikan yang utama. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (dalam hadits ini) menjadikannya sebagaimana sedekah dengan harta. Antara tutur kata yang baik dan sedekah dengan harta memiliki keserupaan. Sedekah dengan harta dapat menyenangkan orang yang diberi sedekah. Sedangkan tutur kata yang baik juga akan menyenangkan mukmin lainnya dan menyenangkan hatinya. Dari sisi ini, keduanya memiliki kesamaan (yaitu sama-sama menyenangkan orang lain)." (Syarh al Bukhari, Ibnu Baththol, 17/273, Asy Syamilah)


Keempat: Menyelematkan Seseorang dari Siksa Neraka


Dalilnya adalah hadits Adi bin Hatim di atas. Ibnu Baththol mengatakan, "Jika tutur kata yang baik dapat menyelamatkan dari siksa neraka, berarti sebaliknya, tutur kata yang kotor (jelek) dapat diancam dengan siksa neraka." (Syarh al Bukhari, 4/460)


Kelima: Dapat Menghilangkan Permusuhan


Ibnu Baththol mengatakan, "Ketahuilah bahwa tutur kata yang baik dapat menghilangkan permusuhan dan dendam kesumat. Lihatlah firman Allah Ta'ala,


ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ


"Tolaklah (kejelekan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." (QS. Fushilat: 34-35). Menolak kejelekan di sini bisa dengan perkataan dan tingkah laku yang baik." (Syarh al Bukhari, 17/273)


Sahabat yang mulia, ibnu 'Abbas –radhiyallahu 'anhuma– mengatakan, "Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya.


Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini."


Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, "Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa."


WaLLAAHUa'lam

Hilangnya Komitmen dengan Iming-Iming Jabatan

Ketika nabi Adam masih di sorga, dia telah berjanji dan membuat komitmen dengan Allah swt bahwa dia tidak akan mengikuti bujuk rayu syaithan dan tidak akan mendekati pohon yang dilarang Allah swt. Faktanya nabi Adam kemudian melepaskan janji dan komitmen yang telah disampaikannya secara terbuka, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt dalam surat Thaha [20]: 115

وَلَقَدۡ عَهِدۡنَآ إِلَىٰٓ ءَادَمَ مِن قَبۡلُ فَنَسِيَ وَلَمۡ نَجِدۡ لَهُۥ ‌عَزۡماً (115) 

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya komitmen yang kuat.”


Apa yang menjadikan nabi Adam kehilangan komitmennya dan berubah haluan menjadi pengikut syaithan? Jawabannya adalah janji jabatan dan kekuasaan (ملك لا يبلى) yang ditawarkan kepadanya. Demikian seperti disebutkan dalam firman-Nya surat Thaha [20]: 120

فَوَسۡوَسَ إِلَيۡهِ ٱلشَّيۡطَٰنُ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ هَلۡ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ ٱلۡخُلۡدِ وَمُلۡكٍ لَّا يَبۡلَىٰ (120)

Artinya: “Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?”


Pesannya, jangan anda heran jika menemukan sosok, individu, organisasi sampai partai politik yang melupakan janji dan komitmennya hingga dengan enteng meninggalkan konstituennya karena godaan jabatan dan kekuasaan. Demikian karena anda sejatinya sedang melihat sikap dan watak asli anak Adam sejak manusia pertama hingga akhir zaman yang bahkan sorgapun akan mereka buang demi jabatan dan kekuasaan.

TUMA'NINAH ADALAH RUKUN SHALAT

Diantara kesalahan fatal yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin dalam shalat mereka adalah meninggalkan thuma'ninah, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menganggapkan orang yang tidak melakukannya sebagai pencuri terjelek.


Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِى يَسْرِقُ مِنْ صَلاتِهِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: “لاَ يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلاَ سُجُودَهَا


Pencuri terjelek adalah orang yang mencuri (sesuatu) dari shalatnya.' Para Shahabat Radhiyallahu anhum bertanya, 'Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ! Bagaimana seseorang mencuri sesuatu dari shalatnya ?' Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Dia tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya


Dalam hadits ini, Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam menganggap orang yang mencuri sesuatu dari shalatnya lebih buruk daripada orang yang mencuri harta.


Thuma'nînah dalam shalat itu termasuk salah satu rukun shalat. Shalat tidak dianggap sah tanpa ada thuma'nînah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengingatkan kepada salah seorang shahabat yang melakukan shalat dengan buruk :


إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا


Jika engkau berdiri hendak melakukan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah ayat al-Qur'an yang mudah bagimu. Setelah itu, ruku'lah sampai engkau benar-benar ruku' dengan thuma'nînah. Kemudian, bangunlah sampai engkau tegak berdiri, setelah itu, sujudlah sampai engkau benar-benar sujud dengan thuma'nînah. Kemudian, bangunlah sampai engkau benar-benar duduk dengan thuma'nînah. Lakukanlah itu dalam shalatmu seluruhnya! (HR. al-Bukhâri,no. 757 dan Muslim,no. 397 dari hadits Abu Hurairah ra)


Dari hadits ini, para ahli ilmu mengambil kesimpulan bahwa orang yang tidak meluruskan tulang punggungnya dalam ruku' dan sujudnya, maka shalatnya tidak sah dan dia wajib mengulanginya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada salah shahabat yang melakukan shalatnya dengan tidak benar di atas :


ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ


Kembalilah dan shalatlah ! karena sesungguhnya engkau belum melakukan shalat. (Ada dalam postingan kemaren)


WaLLAAHUa'lam

ORANG YANG JELEK SHOLATNYA

Hadits yang dikenal dengan al-musii' fii shalatihi (orang yang jelek shalatnya) adalah hadits yang jadi dasar mengenai rukun shalat, sehingga penting sekali untuk dipelajari secara mendalam.


Hadits pertama tentang hal ini adalah dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu sebagai berikut.


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَرَدَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَيْهِ السَّلاَمَ فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » فَصَلَّى ، ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » . ثَلاَثًا . فَقَالَ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى . قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا


Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat." Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat." Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek shalatnya tersebut berkata, "Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas mengajarinya dan bersabda, "Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Alquran yang mudah bagimu. Lalu rukuklah dan sertai thumakninah ketika rukuk. Lalu bangkitlah dan beriktidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thumakninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thumakninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thumakninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu." (HR. Bukhari, no. 793 dan Muslim, no. 397).


Dalam riwayat An-Nasai disebutkan dari Rifa'ah bin Raafi, ia berkata,


كُنْتُ معَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا ِفي المَسْجِدِ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَِّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ كَانَ النَِّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْمُقُهُ فِي صَلاَتِهِ فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ ثُمَّ قاَلَ لَهُ: اِرْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ. فَرَجَعَ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَِّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ ثُمَّ قَالَ: اِرْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ. حَتَّى كَانَ عِنْدَ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَقَالَ: وَالَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ لَقَدْ جَهَدْتُ وَحَرَصْتُ فَأَرَنِي وَعَلِّمْنِي. قَالَ: إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تُصَلِّيَ فَتَوَضَّأ فَأَحْسَنَ وُضُوْءَكَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ قَاعِدًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ فَإِذَا أَتْمَمْتَ صَلاَتَكَ عَلَى هَذَا فَقَدْ تَمَّتْ وَمَا انْتَقَصْتَ ِمنْ هَذَا فَإنَّمَا تَنْتَقِصُهُ مِنْ صَلاَتِكَ.


"Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk-duduk di masjid, maka ada seseorang yang masuk dan mengerjakan shalat dua rakaat, kemudian ia datang dan mengucapkan salam pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerhatikan terus shalatnya, kemudian beliau menjawab salam. Lantas beliau berkata, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau belum shalat." Lantas ia kembali kemudian mengulangi shalat, kemudian ia datang dan mengucapkan salam kembali kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya, kemudian beliau bersabda, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau belum shalat." Sampai seperti itu terulang hingga ketiga atau keempat kalinya. Orang yang jelek shalatnya pun mengatakan pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Demi yang menurunkan kitab kepadamu, aku sudah sungguh-sungguh dan semangat dalam menjalankan shalat, engkau sudah melihatku, maka sudahlah ajarilah aku." Beliau pun bersabda, "Jika engkau ingin menjalankan shalat, berwudhulah dan perbagus wudhumu, lalu hadaplah kiblat, kemudian bertakbirlah, lalu bacalah surah. Kemudian rukuklah sampai thumakninah ketika rukuk. Kemudian bangkitlah dari rukuk sampai lurus berdiri. Kemudian sujudlah sampai thumakninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dari sujud sampai thumakninah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali sampai thumakninah ketika sujud, lalu bangkitlah. Jika engkau telah menyempurnakan shalatmu seperti ini, maka sudah sempurna shalatmu. Apa saja yang engkau kurang dari ini, maka berarti telah kurang dalam shalatmu." (HR. An-Nasai, no. 1052).


Hadits ini punya kedudukan yang mulia, dikenal dengan hadits al-musii' fii shalatihi, orang yang jelek dalam shalatnya. Tanda hadits ini begitu penting karena berisi berbagai hukum dalam tata cara shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang di mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jelaskan lewat lisan beliau. Dan sesuai kaedah dalam ilmu ushul fiqh "al-qaul muqaddam 'ala mujarrad al-fi'li" (perkataan lebih didahulukan dari sekadar perbuatan). Itulah penjelasan dari umumnya perintah yang disebutkan dalam ayat,


وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ


"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang rukuk." (QS. Al-Baqarah: 43)


Begitu pula sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,


وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى


"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR. Bukhari, no. 6008)


Hadits ini memiliki banyak jalur dan banyak lafazh, diriwayatkan dari dua orang sahabat yaitu Abu Hurairah dan Rifa'ah bin Raafi' radhiyallahu 'anhuma. Hadits Rifa'ah bin Raafi' ini hadits penting karena ia sendiri yang hadir dalam kisah tersebut karena orang yang jelek shalatnya adalah Khalad bin Raafi' yang merupakan saudara dari Rifa:ah. Tentu saja hadits Rifa'ah lebih punya kelebihan dalam dhabth dan itqan (bagusnya hafalan).


Keterangan hadits

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh sampai mengulangi shalat hingga tiga kali untuk mengingatkannya barangkali ia lupa, atau memantapkan ilmunya jika ia tidak tahu. Seperti ini akan mudah diterima, ini bukan karena ingin mentakzir yaitu mengingatkan keras orang yang salah. Namun ini dalam rangka meluruskan.

Dalam riwayat ada tambahan untuk isbaaghul wudhu' yaitu menyempurnakan wudhu.

"Kemudian membaca Alquran yang mudah bagimu" dalam riwayat Abu Hurairah tidak ada perbedaan. Namun dalam hadits dari Rifa'ah ada perbedaan sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram.

Thumakninah yang dimaksud adalah as-sukuun (tenang) walaupun hanya sebentar. Sedangkan yang dimaksud secara istilah adalah diamnya anggota tubuh beberapa saat.

 

Faedah hadits

Hadits ini jadi dalil akan wajibnya takbiratul ihram dengan lafazh "Allahu akbar". Takbiratul ihram ini termasuk rukun shalat, shalat tidaklah sah tanpa takbiratul ihram. Lafazh takbiratul ihram ini tidak bisa digantikan dengan lafazh Allahu Ajall, Allahu A'zhom, seperti itu tidaklah sah.

Doa istiftah tidaklah wajib karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan dalam hadits ini.

Wajib membaca apa yang mudah dibaca dari Alquran, dan yang dimaksud adalah membaca Al-Fatihah bagi yang bisa membacanya. Al-Fatihah dikatakan sebagai bacaan yang mudah dibaca dari Alquran karena kaum muslimin mudah menghafalkannya.

Jika tidak mampu membaca Al-Fatihah berarti membaca ayat lain yang mudah dibaca. Jika tidak bisa pula, maka beralih pada membaca dzikir (yaitu bisa dengan bacaan tahmid, takbir, dan tahlil).

Yang termasuk rukun shalat pula adalah rukuk, berdiri dari rukuk (iktidal), sujud dua kali, dan duduk antara dua sujud. Karena dalam hadits ini Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkannya.

Wajib thumakninah dalam setiap rukun seluruhnya. Rukun shalat tidaklah sah jika tidak ada thumakninah, sebagaimana pendapat jumhur ulama (Syafiiyyah, Hambali, Malikiyyah, Zhahiriyyah). Karena dalam hadits ini Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan thumakninah dalam rukuk, bangkit dari rukuk, sujud, dan duduk antara dua sujud. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh mengulangi shalat karena tidak memenuhi rukun ini. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam katakan bahwa ia tidak shalat, padahal ia dalam keadaan tidak tahu (jahil). Hal ini menunjukkan bahwa siapa saja yang meninggalkan thumakninah, ia tidak dikatakan shalat. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu'ah Al-Fatawa (22:569) menyebutkan bahwa sukun (tenang) dan thumakninah dalam shalat dihukumi wajib berdasarkan ijmak sahabat.

 

Dasar yang menunjukkan bahwa thumakninah termasuk wajib dalam shalat adalah hadits dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.أَوْ قَالَ : لاَ يُقِيْمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوْعِ وَ السُّجُودِ


"Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalatnya?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya." Atau beliau bersabda, "Ia tidak menegakkan punggungnya ketika rukun dan sujud." (HR. Ahmad, 22:569).


Mengenai kadar thumakninah ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa thumakninah adalah sukun (tenang) walaupun sebentar. Ini seperti pengertian secara bahasa dari thumakninah. Sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa thumakninah adalah sekadar dzikir yang dibaca tanpa tergesa-gesa.

Wajib tartib (berurutan) dalam melakukan rukun-rukun yang ada sebagaiman disebutkan dalam hadits karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkannya berurutan dengan kata "tsumma'. Berurutan ini termasuk rukun shalat yang harus ada dalam shalat.

Segala yang disebutkan dalam hadits ini dihukumi wajib. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan orang yang jelek shalatnya dengan cara seperti yang beliau sebutkan. Adapun yang tidak disebutkan dalam hadits musii' fii shalatihi apakah masuk pula dalam wajib ataukah tidak, ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Kalau ulama madzhab Syafii hanya membatasi rukun shalat pada hadits ini saja, selain itu masuk dalam perkara sunnah shalat. 


WaLLAAHUa'lam

TERHINA KARENA DURHAKA PADA ORANGTUA

 السَّلاَمُ Ingatlah: "Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua." (Adabul Mufrod no. 2, shahih)


Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ


"Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, "Siapa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga." (HR. Muslim no. 2551)


Beberapa faedah dari hadits ini:


1. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendoakan jelek bagi orang yang durhaka pada orang tua. Yang dimaksud "roghima anfuh" adalah hidungnya ditempeli debu. Dan maksud perkataan seperti ini adalah doa kejelekan yaitu doa kehinaan dan kefakiran.

2. Berbakti pada orang tua adalah menaati dan mendahulukan perintahnya, berakhlaq yang mulia di hadapannya, menjalin hubungan dengan koleganya dan selalu mendoakannya. Jadi, jangan dipahami bahwa namanya berbakti pada keduanya hanyalah menuruti apa yang mereka cita-citakan. Namun beraklaq yang mulia dan tutur kata yang baik juga merupakan kebaktian pada keduanya.

3. Berbakti pada orang tua merupakan suatu kewajiban baik di kala mereka berada di usia senja atau pun di usia muda.

4. Hadits ini dikhusukan berbakti pada mereka ketika usia senja (tua). Hal ini menunjukkan sangat ditekankannya berbakti ketika itu karena berbakti kepada keduanya ketika mereka berada pada usia senja terasa berat dan sulit.

5. Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar. Sebagaimana yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits lainnya, "Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?" Para sahabat menjawab, "Mau, wahai Rasulullah." Beliau lalu bersabda, "(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada tangannya]. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), "Dan juga ucapan (sumpah) palsu." Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati), "Duhai, seandainya beliau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Durhaka pada orang tua menyebabkan seseorang menjauh dari rahmat Allah dan berhak mendapat siksa neraka.

7. Contoh durhaka pada keduanya adalah enggan menaati perintahnya, berkata kasar pada keduanya, berakhlaq yang jelek pada keduanya dan sering membuat mereka merasa sedih.

8. Tidak boleh menaati kedua orang tua dalam rangka berbuat maksiat pada Allah. Menaati mereka hanyalah dalam kebaikan saja dan bukan dalam kemungkaran.

9. Berbakti pada orang tua adalah jalan menuju surga.


WaLLAAHUa'lam

AZAB KUBUR

Ayat ini adalah pokok aqidah terbesar yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengenai adanya adzab (siksa) kubur yaitu firman Allah Ta'ala,


النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا


“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang."


Ayat Lain yang Membicarakan Siksa Kubur

Allah Ta'ala berfirman,


وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى


"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thahaa: 124)


Ibnul Qoyyim –rahimahullah- mengatakan, “Bukan hanya satu orang salaf namun lebih dari itu, mereka berdalil dengan ayat ini tentang adanya siksa kubur." (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)


Begitu pula Ibnul Qoyyim –rahimahullah- menyebutkan ayat-ayat lain yang menunjukkan adanya siksa kubur.


Kita dapat melihat pula dalam surat Al An'am, Allah Ta'ala berfirman,


وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ


"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya." (QS. Al An'am: 93)


Adapun perkataan malaikat (yang artinya), "Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan”. Siksa yang sangat menghinakan di sini adalah siksa di alam barzakh (alam kubur) karena alam kubur adalah alam pertama setelah kematian. (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)


Begitu juga yang serupa dengan surat Al An'am tadi adalah firman Allah Ta'ala,


وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ


"Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata) : "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri)." (QS. Al Anfal: 50)


Siksa yang dirasakan yang disebutkan dalam ayat ini adalah di alam barzakh karena alam barzakh adalah alam pertama setelah kematian.


Begitu pula Ibnu Abil 'Izz –rahimahullah- ketika menjelaskan perkataan Ath Thohawi mengenai aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang meyakini adanya siksa kubur, selain membawakan surat Al Mu'min sebagai dalil adanya siksa kubur, beliau –rahimahullah- juga membawakan firman Allah Ta'ala,


فَذَرْهُمْ حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ (45) يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (46) وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (47)


"Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. Ath Thur: 45-47)


Setelah membawakan ayat ini, Ibnu Abil 'Izz mengatakan, "Ayat ini bisa bermakna siksa bagi mereka dengan dibunuh atau siksaan lainnya di dunia. Ayat ini juga bisa bermakna siksa bagi mereka di alam barzakh (alam kubur). Inilah pendapat yang lebih tepat. Karena kebanyakan dari mereka mati, namun tidak disiksa di dunia. Atau ayat ini bisa bermakna siksa secara umum.”


Begitu juga dapat kita lihat dalam kitab Shahih (yaitu Shahih Muslim), terdapat hadits dari Al Baroo’ bin 'Aazib –radhiyallahu 'anhu-. Beliau membicarakan mengenai firman Allah Ta'ala,


يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ


"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki." (QS. Ibrahim: 27)


Al Baroo' bin 'Aazib mengatakan,


نَزَلَتْ فِى عَذَابِ الْقَبْرِ.


“Ayat ini turun untuk menjelaskan adanya siksa kubur." (HR. Muslim)


Bahkan Ibnul Qoyyim –rahimahullah-, ulama yang sudah diketahui keilmuannya mengatakan bahwa hadits yang menjelaskan mengenai siksa kubur adalah hadits yang sampai derajat mutawatir.


Lalu bagaimana dengan do'a berlindung dari adzab kubur yang dibaca ketika tasyahud akhir.


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ


"Jika salah seorang di antara kalian selesai tasyahud akhir (sebelum salam), mintalah perlindungan pada Allah dari empat hal: [1] siksa neraka jahannam, [2] siksa kubur, [3] penyimpangan ketika hidup dan mati, [4] kejelekan Al Masih Ad Dajjal." (HR. Muslim). Do'a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah,


اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ


"Allahumma inni a'udzu bika min 'adzabil qobri, wa 'adzabin naar, wa fitnatil mahyaa wal mamaat, wa syarri fitnatil masihid dajjal [Ya Allah, aku meminta perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka, penyimpangan ketika hidup dan mati, dan kejelekan Al Masih Ad Dajjal]." (HR. Muslim)


WaLLAAHUa'lam

MINIMAL DAPAT DUA ISTERI DI SURGA

Dari Abu Sa:id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan mengenai penduduk surga yang paling rendah kedudukannya dan paling terakhir terselamatkan dari neraka,


ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتَهُ فَتَدْخُلُ عَلَيْهِ زَوْجَتَاهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ فَتَقُولاَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَاكَ لَنَا وَأَحْيَانَا لَكَ – قَالَ – فَيَقُولُ مَا أُعْطِىَ أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُعْطِيتُ


"Kemudian ia masuk rumahnya dan masuklah menemuinya dua bidadari surga, lalu keduanya berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanmu untuk kami dan yang menghidupkan kami untukmu. Lalu laki-laki itu berkata: "Tidak ada seorang pun yang dianugerahi seperti yang dianugerahkan kepadaku." (HR. Muslim, no. 188)


Dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri inilah, Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, "Yang nampak dari hadits tersebut, setiap orang itu minimal punya dua istri (di surga)."


Hal ini dikuatkan pula dengan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Rombongan yang pertama kali masuk surga berbentuk rembulan di malam purnama. Mereka tidak akan meludah, tidak akan berdahak, dan tidak akan buang air di dalamnya. Bejana-bejana dan sisir-sisir mereka terbuat dari emas dan perak. Tempat bara api mereka terbuat dari kayu wangi. Keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap mereka memiliki dua istri." (HR. Bukhari, no. 3245 dan Muslim, no. 5065)


Tentunya jika seorang mukmin menghendaki lebih dari dua bidadari maka akan dikabulkan oleh Allah berdasarkan keumuman firman Allah,


وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ


"Di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta." (QS. Fusshilat: 31)


WaLLAAHUa'lam

BIDADARI SURGA PUN MARAH

Jika istri menyakiti suami, maka bidadari di surga akan marah. Kenapa bisa?


Abu 'Isa Tirmidzi membawakan judul bab dalam kitab jami'nya: "Ancaman bagi wanita yang menyakiti suaminya." Imam Nawawi membawakan judul bab dalam Riyadhus Sholihin tentang kewajiban istri pada suami. Keduanya membawakan hadits berikut ini setelahnya.


Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


لاَ تُؤْذِى امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللَّهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا


"Jika seorang istri menyakiti suaminya di dunia, maka calon istrinya di akhirat dari kalangan bidadari akan berkata:


"Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah mencelakakanmu sebab ia hanya sementara berkumpul denganmu. Sebentar lagi ia akan berpisah dan akan kembali kepada kami." (HR. Tirmidzi no. 1174 dan Ibnu Majah no. 2014).


Beberapa faedah dari hadits di atas:


1. Yang dimaksud janganlah menyakiti suami adalah menyakitinya dengan alasan yang tidak benar.

2. Bidadari surga yang dimaksud adalah wanita yang putih matanya begitu putih dan hitam matanya begitu hitam. Matanya pun begitu mempesona.

3. Hadits di atas menunjukkan tidak bolehnya seorang istri menyakiti hati suaminya di antara bentuknya adalah tidak mau taat pada suami dalam hal yang ma'ruf (perkara kebaikan).

4. Namun hendaklah masing-masing pasangan berlaku baik satu dan lainnya, tidak menuntut yang lain untuk menunaikan haknya. Dengan demikian ikatan cinta suami istri akan terus langgeng.

5. Allah menjanjikan balasan bagi orang beriman dengan mendapatkan pasangan yang suci, enak dipandang, yang membuat seseorang begitu cinta dan rindu padanya.

6. Surga dan kenikmatannya ada saat ini.

7. Dunia negeri ujian, sedangkan akhirat negeri balasan.


WaLLAAHUa'lam

CATATAN ALLAH SANGAT TELITI

Imam Al-Muzani rahimahullah mengatakan, "Dengan dihadirkannya timbangan-timbangan dan ditebarkannya lembaran-lembaran (catatan amal). Allah menghitung dengan teliti, sedangkan manusia melupakannya.”


Ada manusia yang mengambil catatan amalnya dari sebelah kanannya dan ada yang dari sebelah kirinya. Dalam ayat disebutkan,


يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَىٰ مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ

إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ

فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ

فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ

قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ

وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ

يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ

مَا أَغْنَىٰ عَنِّي مَالِيَهْۜ

هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ

خُذُوهُ فَغُلُّوهُ

ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ

ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ

إِنَّهُ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ

وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ


فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَاهُنَا حَمِيمٌ


Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah). Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu". Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu.

Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku.

Telah hilang kekuasaanku daripadaku". (Allah berfirman): "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.

Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin.

Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di sini. (QS. Al-Haqqah: 18-35)


Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia ketika itu mengingat neraka, lantas ia menangis. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya saat itu, "Apa yang membuatmu menangis?" 'Aisyah menjawab, "Aku mengingat neraka lantas aku menangis. Apakah kalian akan mengingat keluarga kalian pada hari kiamat?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,


أَمَّا فِي ثَلاَثَةِ مَوَاطِنَ فَلاَ يَذْكُرُ أَحَدٌ أَحَدًا عِنْدَ المِيْزَانِ حَتَّى يَعْلَمَ أَيَخِفُّ مِيْزَانُهُ أَوْ يَثْقُلُ وَعِنْدَ الكِتَابِ حِيْنَ يُقَالُ ( هَآؤُمُ اقْرَؤُوْا كِتَابِيَهْ ) حَتَّى يَعْلَمَ أَيْنَ يَقَعُ كِتَابُهُ أَفِي يَمِيْنِهِ أَمْ فِي شِمَالِهِ أَمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِهِ وَعِنْدَ الصِّرَاطِ إِذَا وُضِعَ بَيْنَ ظَهْرَي جَهَنَّمَ


"Ada tiga keadaan seseorang tidak akan mengingat siapa pun (pada hari kiamat): (1) ketika di sisi mizan (timbangan), sampai seseorang mengetahui timbangannya ringan ataukah berat; (2) ketika berada pada sisi kitab (catatan amal) ketika dikatakan 'Ambillah, bacalah kitabku (ini)' sampai ia mengetahui apakah catatannya diambil dari sisi kanan, ataukah sisi kiri, atau dari belakang punggungnya; (3) ketika berada di shirath (jembatan) yang dibentangkan di atas Jahannam." (HR. Abu Daud, no. 4755; Tirmidzi, no. 2235.)


Semua yang dicatat tak mungkin ada yang luput

Semua amal manusia telah dicatat, tidak ada yang samar sedikit pun, manusia sendiri yang melupakan catatannya. Dalam ayat disebutkan,


يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا ۚ أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ


“Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al-Mujadilah: 6)


Dalam ayat lainnya pula disebutkan,


وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا


"Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun." (QS. Al-Kahfi: 49).


Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan, "Diletakkan kitab setiap orang beriman di sisi kanannya dan orang kafir di sisi kirinya. Orang-orang kafir akhirnya melihat dan merasa ketakutan terhadap apa yang tertulis dalam kitab catatan amal tersebut. Ketika mereka melihat dosa-dosa mereka, mereka berkata, "Celakalah kami." Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan catatan dosa yang kecil maupun yang besar, semuanya benar-benar tercatat? Mereka pun dapati bahwa semuanya tercatat dalam kitab tersebut. Allah tidak memberi hukuman kepada mereka yang penuh dosa secara zalim. Untuk orang-orang beriman pun tak mungkin dikurangi pahala mereka.”


Imam Asy-Syaukani berkata, "Tidak ditinggalkan maksiat kecil maupun besar melainkan tercatat dalam kitab catatan amal tersebut.”


Lamanya sehari pada hari kiamat

Imam Al-Muzani rahimahullah mengatakan, "Hal itu terjadi pada hari yang kadarnya di dunia adalah 50 ribu tahun."


Dalam ayat disebutkan,


سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ

لِلْكَافِرِينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ

مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ

فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ


Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa, orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya,

(yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik.

Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. Al-Ma'arij: 4).


Dalam ayat lainnya disebutkan sehari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia seperti dalam ayat,


اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ ۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ

يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ

ذَٰلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ


"Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia menetap tinggi di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang." (QS. As-Sajdah: 4-6)


Dalam ayat lainnya disebutkan,


وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ ۚ وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ


"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu." (QS. Al-Hajj: 47)


Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa satu hari sama dengan 1000 tahun di dunia seperti dimaksudkan dalam surah As-Sajdah ayat kelima adalah waktu Allah mengatur urusan dari langit ke bumi lalu naik lagi ke langit selama sehari, sehari itu sama dengan 1000 tahun menurut perhitungan kita. Seperti itu masih disebut satu hari. Adapun surah Al-Ma'arij ayat keempat membicarakan tentang hari kiamat. 


Lima puluh ribu tahun untuk lamanya hari kiamat itu diterangkan pula dalam hadits berikut.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ ، فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ ، كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ ، فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ


"Siapa saja yang memiliki harta berupa emas dan perak, namun tidak menunaikan kewajibannya, maka pada hari kiamat nanti akan dibuatkan lempengan (seterika) dari api neraka, lalu dipanaskan di dalam api neraka jahannam. Dengan lempengan tersebut, perut, dahi, dan punggungnya diseterika. Setiap kali diseterika tersebut dingin, akan dipanaskan lagi dan dipakai lagi untuk menyeterika setiap hari, yang setara dengan lima puluh ribu tahun (di dunia), hingga perkaranya diputuskan. Setelah itu dia mengetahui jalannya, apakah masuk ke surga ataukah ke neraka." (HR. Muslim, no. 987)


Kesimpulannya, hari yang dibicarakan dalam ayat di atas adalah hari yang berbeda, bukan hari yang sama. Dalam surah Al-Ma'arij membicarakan hari kiamat, sehari lamanya adalah 50.000 tahun. Sedangkan hari yang dibicarakan dalam surah Al-Hajj dan surah As-Sajdah adalah hari di sisi Allah ketika mengatur berbagai perkara, sehari lamanya seribu tahun menurut perhitungan kita.


WaLLAAHUa'lam

HAL YANG HARUS KITA YAKINI TENTANG SURGA DAN NERAKA

Pertama: Surga dan neraka itu benar adanya, tidak ada keraguan sedikit pun tentangnya.

Di antara dalilnya,


وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ (131) وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (132) وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133)


"Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali Imran: 131-133)


Kedua: Surga dan neraka sudah ada saat ini.

Tentang surga, Allah Ta'ala berfirman,


أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ


"Yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali Imran: 133)


Tentang neraka, Allah Ta'ala berfirman,


أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ


"Yang telah disediakan untuk orang-orang kafir." (QS. Ali Imran: 131). Jika dikatakan "telah disediakan", berarti keduanya telah ada.


Dari Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


اطَّلَعْتُ فِى الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ ، وَاطَّلَعْتُ فِى النَّارِ ، فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ


"Aku pernah melihat surga, lalu aku melihat bahwa kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Aku pun pernah melihat neraka, lalu aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita." (HR. Bukhari, no. 5198 dan Muslim, no. 2737)


Dari Ibnu 'Abbas, Rafi' bin Khadij, 'Aisyah dan Ibnu 'Umar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


الْحُمَّى مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ ، فَأَبْرِدُوهَا بِالْمَاءِ


"Sakit demam berasal dari panasnya jahannam. Oleh karenanya, dinginkanlah demam tersebut dengan air." (HR. Bukhari, no. 3261, 3263, 3264, 5726 dan Muslim, no. 2209, 2210, 2212)


Ketiga: Surga dan neraka itu kekal karena Allah yang menghendaki keduanya untuk kekal. Keduanya tidaklah fana.

Tentang surga, Allah Ta'ala berfirman,


خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ


"Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah: 100)


Tentang neraka, Allah Ta'ala berfirman,


إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَظَلَمُوا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيقًا ,إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا


"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS. An-Nisaa’: 168-169)


Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ ، وَ أَهْلُ النَّارِ النَّارَ ، ثُمَّ يَقُومُ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ يَا أَهْلَ النَّارِ لاَ مَوْتَ ، وَيَا أَهْلَ الْجَنَّةِ لاَ مَوْتَ ، خُلُودٌ


"Jika penduduk surga telah memasuki surga dan penduduk neraka telah memasuki neraka, kemudian seseorang akan meneriaki di antara mereka, "Wahai penduduk neraka, tidak ada lagi kematian untuk kalian. Wahai penduduk surga, tidak ada lagi kematian untuk kalian. Kalian akan kekal di dalamnya." (HR. Bukhari, no. 6544 dan Muslim, no. 2850).


Penduduk Surga dan Neraka dari Keturunan Adam


Imam Al-Muzani rahimahullah berkata, "Dan Allah menciptakan penduduk neraka dari keturunan Adam.”


Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata,


دُعِيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ إلى جِنَازَةِ صَبِيٍّ مِنَ الأنْصَارِ، فَقُلتُ: يا رَسُولَ اللهِ، طُوبَى لِهذا، عُصْفُورٌ مِن عَصَافِيرِ الجَنَّةِ لَمْ يَعْمَلِ السُّوءَ وَلَمْ يُدْرِكْهُ، قالَ: أَوَ غيرَ ذلكَ، يا عَائِشَةُ إنَّ اللَّهَ خَلَقَ لِلْجَنَّةِ أَهْلًا،خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ في أَصْلَابِ آبَائِهِمْ، وَخَلَقَ لِلنَّارِ أَهْلًا، خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ في أَصْلَابِ آبَائِهِمْ.


"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah diminta untuk menyolatkan jenazah seorang anak dari kaum Anshar. Maka aku katakan: "Wahai Rasulullah beruntunglah anak ini. (Ia akan menjadi seekor) burung 'ushfur dari burung-burung 'ushfur di dalam surga. Ia belum berbuat kejelekan sama sekali dan belum menjumpai masa terkenai dosa (karena belum baligh).”


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Atau (bahkan) selain itu, wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menciptakan untuk surga penghuninya. Allah ciptakan mereka untuk surga sejak mereka berada pada tulang sulbi ayah-ayah mereka. Dan Allah menciptakan untuk neraka penghuninya Allah menciptakan mereka sejak mereka dalam tulang sulbi ayah-ayah mereka." (HR. Muslim, no. 2662)


Bagaimana dengan Anak dari Orang Muslim dan Orang Musyrik yang Belum Baligh?


Mengenai hadits di atas, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa para ulama sepakat, anak kecil dari kaum muslimin yang meninggal dunia, maka ia termasuk penghuni surga karena ia belum terbebani syariat. (Syarh Shahih Muslim, 16:207). Namun Imam Nawawi setelah itu menjelaskan bahwa hal ini bukan berarti kita tunjuk person, bahwasanya anak ini dipastikan masuk surga, seperti ini tidak boleh.


Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah berkata, "Yang dimaksud tentang hadits di atas adalah tidak boleh memastikan kalau seseorang itu masuk surga atau masuk neraka, walau itu anak kecil (yang belum dibebankan syariat), tetap tidak boleh dipastikan.”


Sedangkan untuk anak-anak orang musyrik terjawab dengan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika ditanya tentang nasib anak-anak orang musyrik, beliau menjawab,


اللهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوْا عَامِلِيْنَ


"Allah Maha Mengetahui tentang apa yang mereka perbuat." (Muttafaqun 'alaih. HR. Bukhari, no. 1384 dan Muslim, no. 2658).


Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa maksud hadits ini adalah Allah mengetahui amalan mereka nantinya seperti apa jika mereka terus hidup. Allah tahu mana di antara mereka yang mau taat ketika diuji, begitu pula Allah tahu mana di antara mereka yang mau taat ketika berada di dunia. Ketika diuji, Allah tahu mana di antara mereka yang bermaksiat, sebagaimana Allah tahu bagaimana jika mereka berada di dunia. Itulah ilmu Allah, Allah tahu sesuatu yang tidak terjadi seandainya hal itu terjadi.”


WaLLAAHUa'lam

HARI BERBANGKIT

Setelah jasad hancur, manusia kemudian dibangkitkan yaitu mereka dihidupkan dan dikeluarkan dari kubur mereka.


Allah Ta'ala berfirman,


زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا ۚ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ ۚ وَذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ


"Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. At-Taghabun: 7)


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ قَالَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا قَالَ أَبَيْتُ قَالَ أَرْبَعُونَ شَهْرًا قَالَ أَبَيْتُ قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً قَالَ أَبَيْتُ قَالَ ثُمَّ يُنْزِلُ اللَّهُ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ لَيْسَ مِنْ الْإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


"Jarak antara kedua tiupan empat puluh." Abu Hurairah bertanya, "(Apakah) empat puluh hari." Beliau menjawab, "Aku belum bisa memastikan." Abu Hurairah bertanya, "(Apakah) empat puluh bulan." Beliau menjawab, "Aku belum bisa memastikan." Abu Hurairah bertanya, "(Apakah) empat puluh tahun." Beliau menjawab, "Aku belum bisa memastikan." Beliau bersabda, "Kemudian Allah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mereka pun tumbuh sebagaimana tumbuhnya tanaman. Tidak ada sesuatu pun dari jasad manusia kecuali telah hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekornya, dan dari sanalah manusia tersusun kembali pada hari Kiamat." (HR. Bukhari, no. 4935 dan Muslim, no. 2955)


Dalil lainnya yang menunjukkan adanya hari berbangkit adalah firman Allah Ta'ala,


يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ ۖ ذَٰلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِ ۗ


"(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan." (QS. At-Taghabun: 9).


Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa maksudnya adalah At-Taghabun itu di antara nama kiamat. Karena saat itu penduduk surga membuat penduduk neraka bersedih hati, sebagaimana pendapat ini dikatakan oleh Qatadah dan Mujahid. Muqatil bin Hayyan menyatakan bahwa tidak ada hari yang membuat seseorang bersedih selain ketika melihat ada yang masuk surga dan ada yang masuk neraka.


Dalam Tadabbur Al-Mufashshal (hlm. 51) menyebutkan at-taghabun adalah hari di mana ditampakkan orang kafir benar-benar merugi karena enggan beriman dan orang mukmin merasa rugi karena kurangnya dalam berbuat baik.


Dalil-dalil adanya hari berbangkit


Pertama: Dalil yang menunjukkan Allah menciptakan langit dan bumi, seperti dalam ayat,


لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ


"Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ghafir/ Al-Mukmin: 57)


Kedua: Dalil yang menunjukkan dihidupkannya bumi setelah matinya, seperti pada firman Allah,


وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ


"Dan di antara tanda-tanda-Nya (Ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Fushshilat: 39)


Ketiga: Dalil yang menunjukkan adanya penciptaan manusia. Allah yang mampu menciptakan manusia tentu mampu untuk mengembalikan dengan menghidupkannya kembali. Hal ini sebagaimana dalam ayat,


قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ


"Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk." (QS. Yasin: 79)


Keempat: Dalil yang menunjukkan Allah membangunkan orang yang mengalami mati sugro (mati kecil yaitu tidur), lalu bangun dari tidurnya. Hal ini seperti dipahami dari doa ketika bangun tidur,


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ


"ALHAMDULLILLAHILLADZI AHYAANAA BADA MAA AMAATANAA WA ILAIHIN NUSHUR" (artinya: Segala puji bagi Allah, yang telah membangunkan kami setelah menidurkan kami dan kepada-Nya lah kami dibangkitkan). (HR. Bukhari, no. 6325)


Kelima: Manusia diciptakan dari mani yang hina (yang keluar dari tempat najis) hingga ia tumbuh besar. Seperti ini mau mengingkari dan mendustakan Allah yang Mahamampu untuk membangkitkannya. Makanya Allah Ta'ala berfirman,


أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ


"Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!" (QS. Yasin: 77)


Keenam: Allah menciptakan api dari kayu yang hijau seperti disebutkan dalam ayat,


الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ


"Yaitu Rabb yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.," (QS. Yasin: 80). Ini saja bisa Allah wujudkan, termasuk membangkitkan manusia dari matinya.


WaLLAAHUa'lam

SUASANA DI SURGA

Di surga tidak ada kesulitan, gangguan, dan rasa capek

Allah Ta'ala berfirman,


لَا يَمَسُّهُمْ فِيهَا نَصَبٌ وَمَا هُمْ مِنْهَا بِمُخْرَجِينَ


"Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya." (QS. Al-Hijr: 48). Ibnu Katsir rahimahullah ketika menerangkan ayat ini mengatakan, "Mereka tidak ada kesulitan dan gangguan."


Hal ini bisa dilihat dari hadits yang membicarakan tentang keutamaan Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu 'anha dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata,


أَتَى جِبْرِيلُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْكَ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا عَزَّ وَجَلَّ وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيهِ وَلَا نَصَبَ


"Pada suatu ketika Jibril pernah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sambil berkata, 'Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Ia datang kepada engkau dengan membawa wadah berisi lauk pauk, atau makanan atau minuman.' 'Apabila ia datang kepada engkau, maka sampaikanlah salam dari Allah dan dariku kepadanya. Selain itu, beritahukan pula kepadanya bahwa rumahnya di surga terbuat dari emas dan perak, yang di sana tidak ada kebisingan dan kepayahan di dalamnya.'" (HR. Bukhari, no. 3820 dan Muslim, no. 2432)


Kalau sudah masuk surga, maka tidak akan keluar selamanya

Dalam ayat surah Al-Hijr ayat 48 yang dinukil oleh Imam Al-Muzani rahimahullah, "Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya." Artinya, mereka kekal di dalam surga dan tidak akan keluar dari surga selamanya.


Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu :anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إذَا دَخَلَ أهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَأهْلُ النَّارِ النَّارَ يُؤْتَى بِالْمَوْتِ كَهَيْئَةِ كَبْشٍ أمْلَحَ فَيُنَادَي مُنَادٍ يَا أهْلَ الْجَنَّةِ فَيَشْرَئِبّوْنَ وَيَنْظُرُوْنَ فَيَقوْلُ هَلْ تَعْرِفُوْنَ هَذَا فَيَقُوْلوْنَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ وَكُلهمْ قَدْ رَآهُ ثمَّ يُنَادِي يَا أهْلَ النَّارِ فَيَشْرَئبّوْنَ وَيَنْظُرُوْنَ فَيَقُوْلُ هَلْ تَعْرِفُوْنَ هَذَا فَيَقولوْنَ نَعَمْ هَذَا المْوَتُ وَكلهُمْ قَدْ رَآهُ فَيُذبَحُ ثمَّ يَقوْلُ يَا أهْلَ الْجَنَّةِ خُلُوْد فَلَا مَوْتَ وَيَا أهْلَ النَّارِ خلُوْدٌ فَلَا مَوْتَ


“Apabila penduduk surga telah masuk ke dalam surga dan penduduk neraka telah masuk ke dalam neraka, maka didatangkanlah kematian dalam bentuk kambing berwarna putih kehitam-hitaman, kemudian ada yang memanggil, 'Wahai penghuni surga.' Mereka pun mengangkat leher dan memandang. Sang penyeru bertanya: apakah kalian mengetahui sosok ini?' Mereka menjawab, 'Ya.' Ini adalah al-maut (kematian), karena mereka semua pernah melihatnya. Yang memanggil pun kembali memanggil, 'Wahai penghuni neraka.' Mereka pun mengangkat leher dan memandang. Yang memanggil tersebut berkata, 'Apakah kalian mengetahui sosok ini?' Mereka pun menjawab, :Ya.' Ini adalah al-maut (kematian), karena mereka semua pernah melihatnya. Maka al-maut itu disembelih lalu yang memanggil berkata, 'Wahai penduduk surga, kalian akan kekal tidak ada lagi kematian. Wahai penduduk neraka kalian pun akan kekal tidak ada lagi kematian.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat ini,


وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ


"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam: 39) (HR. Bukhari, no. 4730)


WaLLAAHUa'lam

MASUK SURGA TANPA SIKSA

Hushain bin 'Abdurrahman –rahimahullah– berkata,


كُنْتُ عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ أَيُّكُمْ رَأَى الْكَوْكَبَ الَّذِي انْقَضَّ الْبَارِحَةَ قُلْتُ أَنَا ثُمَّ قُلْتُ أَمَا إِنِّي لَمْ أَكُنْ فِي صَلَاةٍ وَلَكِنِّي لُدِغْتُ قَالَ فَمَاذَا صَنَعْتَ قُلْتُ اسْتَرْقَيْتُ قَالَ فَمَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ قُلْتُ حَدِيثٌ حَدَّثَنَاهُ الشَّعْبِيُّ فَقَالَ وَمَا حَدَّثَكُمْ الشَّعْبِيُّ قُلْتُ حَدَّثَنَا عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ حُصَيْبٍ الْأَسْلَمِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ فَقَالَ قَدْ أَحْسَنَ مَنْ انْتَهَى إِلَى مَا سَمِعَ وَلَكِنْ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي فَقِيلَ لِي هَذَا مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُهُ وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَرِ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ ثُمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ فَخَاضَ النَّاسُ فِي أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمْ الَّذِينَ صَحِبُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمْ الَّذِينَ وُلِدُوا فِي الْإِسْلَامِ وَلَمْ يُشْرِكُوا بِاللَّهِ وَذَكَرُوا أَشْيَاءَ فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا الَّذِي تَخُوضُونَ فِيهِ فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ هُمْ الَّذِينَ لَا يَرْقُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ أَنْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ


"Saya pernah bersama Sa'id bin Jubair lalu dia berkata, 'Siapa di antara kalian yang melihat bintang jatuh semalam?' Aku menjawab, 'Aku'. Kemudian aku berkata, 'Tapi aku tidak sedang mengerjakan shalat. Aku terbangun karena aku disengat (binatang).' Sa'id lalu berkata, "Lantas apa yang kamu perbuat?' Aku menjawab, 'Aku meminta untuk diruqyah.' Sa'id bertanya, 'Apa yang alasanmu sampai meminta diruqyah? ' Aku menjawab, 'Sebuah hadits yang Asy Sya'bi ceritakan kepadaku.' Sa'id bertanya lagi, 'Apa yang diceritakan Asy Sya'bi kepada kalian.' Aku menjawab, 'Dia telah menceritakan kepada kami dari Buraidah bin Hushaib Al Aslami, bahwa dia berkata, "Tidak ada ruqyah kecuali disebabkan oleh penyakit 'ain dan racun (sengatan binatang berbisa).” Maka Sa'id pun menjawab, "Sungguh sangat baik orang melaksanakan dalil yang telah ia dengar." Hanya saja Ibnu Abbas telah menceritakan kepada kami dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,


"Telah ditampakkan padaku semua umat. Aku melihat seorang nabi yang hanya memiliki beberapa pengikut (3 sampai 9 orang). Ada juga nabi hanya memiliki satu atau dua orang pengikut saja. Bahkan ada nabi yang tidak memiliki pengikut sama sekali. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekumpulan orang, maka aku menyangka bahwa mereka adalah umatku. Ada yang berkata padaku, 'Mereka adalah Nabi Musa 'alaihis salam dan pengikutnya. Tetapi lihatlah ke ufuk.’ Lalu aku pun memandang, ternyata ada kumpulan kaum yang besar yang berwarna hitam (yakni saking banyaknya orang kelihatan dari jauh). Lalu dikatakan lagi kepadaku, 'Lihatlah ke ufuk yang lain.’ Ternyata di sana juga terdapat kumpulan kaum yang besar yang berwarna hitam. Dikatakan kepadaku, 'Ini adalah umatmu dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang akan memasuki surga tanpa dihisab dan disiksa:."


Setelah menceritakan itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bangkit lalu masuk ke dalam rumahnya. Orang-orang lalu memperbincangkan mengenai mereka yang akan dimasukkan ke dalam surga tanpa dihisab dan tanpa disiksa. Sebagian dari mereka berkata, "Mungkin mereka adalah orang-orang yang selalu bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Ada pula yang mengatakan, "Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak pernah melakukan perbuatan syirik terhadap Allah." Mereka mengemukakan pendapat masing-masing. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui mereka, lalu beliau bertanya, "Apa yang telah kalian perbincangkan?" Mereka pun menerangkannya kepada beliau. Lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang tidak meruqyah, tidak meminta untuk diruqyah, tidak melakukan thiyaroh (beranggapan sial) dan hanya kepada Allah mereka bertawakal.”


'Ukkasyah bin Mihshan berdiri lalu berkata, "Berdoalah kepada Allah agar aku termasuk bagian dari mereka." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Engkau termasuk bagian dari mereka." Kemudian ada lagi yang berdiri dan berkata, "Berdoalah kepada Allah agar aku termasuk bagian dari mereka." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ukkasyah telah mendahuluimu." (HR. Bukhari no. 5752 dan Muslim no. 220)


Dalam riwayat Bukhari disebutkan,


هُمْ الَّذِينَ لَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ


"Mereka itu tidak melakukan thiyaroh (beranggapan sial), tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan hanya kepada Rabb merekalah, mereka bertawakkal." (HR. Bukhari no. 5752)


Faedah dari hadits di atas:


1- Hushain bin 'Abdurrahman khawatir jika orang-orang menyangka ia melakukan shalat malam ketika melihat bintang. Ia tidak mau dinilai melakukan ibadah saat itu padahal ia tidak melakukannya. Inilah yang menunjukkan keutamaan salafush sholeh dan menunjukkan bagaimana keikhlasan pada diri mereka. Mereka berusaha menjauhkan diri dari riya'. Mereka tidak mau mengatakan bahwa ia telah melakukan seperti ini dan seperti itu supaya orang-orang sangka ia adalah wali Allah. Ada yang memakai biji tasbih di leher atau sengaja membawa tasbih di tangannya ketika berjalan, supaya orang-orang sangka ia sedang berdzikir. Dan memang memamerkan biji tasbih di leher ketika jalan lebih cenderung pada riya' (ingin memamerkan amalan).


2- Hushain ketika tersengat kalajengking mengambil pilihan untuk meminta diruqyah karena ia punya pegangan dalil dari Asy Sya'bi ('Amir bin Syarohil Al Hamdani Asy Syabi) dari Buraidah bin Al Hushaib. Dalilnya mengatakan bahwa tidak ada ruqyah yang lebih manjur kecuali pada penyakit 'ain (mata dengki) atau pada humah (sengatan kalajengking). Ini menunjukkan bahwa boleh meminta diruqyah dalam hal seperti ini, namun ada jalan yang lebih baik sebagaimana disebutkan oleh Sa'id bin Jubair.


3- Ketika Sa'id bin Jubair meminta dalil pada Hushain kenapa ia meminta diruqyah, ini menunjukkan bahwa para ulama salaf dahulu sudah biasa saling menanyakan dalil atas pendapat yang mereka anut. Saling bertanya ilmiah ini adalah kebiasaan yang baik yang patut dicontoh, "Apa dalil Anda dalam masalah ini?”


4- Al Khottobi mengatakan bahwa maksud hadits "Tidak ada ruqyah kecuali disebabkan oleh penyakit 'ain dan racun (sengatan binatang berbisa)” yaitu tidak ada ruqyah yang lebih mujarab kecuali pada 'ain dan humah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah meruqyah dan diruqyah.


Yang dimaksud 'ain adalah pandangan tidak suka dari orang yang hasad. Sedangkan humah adalah sengatan kalajengking dan semacamnya.


5- Sa'id bin Jubair mengatakan, "Sungguh sangat baik orang melaksanakan dalil yang telah ia dengar". Ini menunjukkan bahwa jika seseorang telah mengamalkan ilmu yang telah sampai padanya, maka itu sudah disebut baik karena ia telah melakukan kewajibannya. Beda halnya dengan orang yang beramal dilandasi kebodohan atau tidak mengamalkan ilmunya, maka ia jelas berdosa.


6- Perkataan Sa'id bin Jubair juga menunjukkan baiknya adab salaf dalam menyampaikan ilmu dan bagaimana menyatakan pendapatnya dengan lemah lembut. Lalu Sa'id menunjukkan pada Hushain tentang manakah cara yang lebih baik ditempuh, padahal apa yang dilakukan oleh Hushain masih boleh.


7- Siapa yang telah mengamalkan dalil dari Allah dan Rasul-Nya sudah disebut baik, bukan hanya sekedar berdiam pada perkataan ulama madzhab.


8- Hadits yang disampaikan pertama yaitu tidak ada ruqyah yang lebih mujarab kecuali pada 'ain dan humah dan hadits kedua dari Ibnu 'Abbas tentang orang-orang yang meninggalkan meminta ruqyah tidaklah kontradiksi atau bertentangan.


9- Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditampakkan umat yang disebutkan dalam hadits adalah saat peristiwa Isra' Mi'raj.


10- Ada Nabi yang pengikutnya banyak, ada nabi yang pengikutnya sedikit. Ini menunjukkan bahwa tidak selamanya jumlah pengikut yang banyak menunjukkan atas kebenaran. Yang jadi patokan kebenaran bukanlah jumlah, namun diilihat dari pedoman mengikuti Al Qur'an dan hadits, siapa pun dia dan di mana pun dia berada.


11- Sekelompok orang yang disebutkan dalam hadits, yang dimaksud adalah jumlah orang yang banyak yang dilihat dari jauh.


12- Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyaksikan umat Nabi Musa yang begitu banyak, itu menunjukkan keutamaan Musa dan pengikutnya.


13- Lalu dilihat lagi sekelompok umat yang besar yang itu adalah umatnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Di tengah-tengah umat Muhammad terdapat 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Mereka itulah orang-orang yang mentahqiq tauhid atau merealisasikan tauhid dengan benar.


14- Umat Muhammad bisa terbedakan dari umat lainnya karena dilihat dari bekas wudhu mereka. Umat Muhammad nampak bekas wudhu mereka pada wajah, tangan dan kaki mereka. Hal ini ditunjukkan dalam hadits riwayat Muslim,


إِنَّ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ


"Sesungguhnya umatku datang pada hari kiamat dalam keadaan wajah, tangan dan kakinya bercahaya karena bekas wudhu" (HR. Muslim no. 246).


15- Ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa setiap 1000 dari 70.000 tadi ada 70.000 lagi. Dari Abu Umamah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata,


وَعَدَنِى رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِى سَبْعِينَ أَلْفاً بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعُونَ أَلْفاً


"Rabbku 'azza wa jalla telah menjanjikan padaku bahwa 70.000 orang dari umatku akan dimasukkan surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Setiap 1000 dari jumlah tersebut terdapat 70.000 orang lagi." (HR. Ahmad 5: 268). Berarti berdasarkan hadits ini ada 4.900.000 orang yang dimaksud.


16- Setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan ada 70.000 orang dari umatnya yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa, lalu beliau masuk rumah. Para sahabat pun berbincang-bincang siapakah orang-orang yang dimaksud tersebut. Ini menunjukkan bahwa boleh berdiskusi ilmiah dalam masalah ilmu untuk mengambil faedah dan mendapatkan kebenaran.


17- Apa yang mereka diskusikan menunjukkan bagaimana dalamnya ilmu para sahabat. Mereka mengetahui bahwa untuk menggapai keutamaan tersebut harus dengan beramal. Itu pun menunjukkan semangat mereka dalam kebaikan.


18- Sifat pertama dari 70.000 orang tersebut adalah tidak meminta diruqyah. Dalam riwayat Muslim disebutkan "laa yarqun", artinya tidak meruqyah. Tambahan tidak meruqyah di sini keliru karena orang yang meruqyah adalah orang yang berbuat baik. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika ditanya tentang ruqyah, beliau bersabda,


مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ


"Siapa yang mampu di antara kalian untuk memberi kemanfaatan pada saudaranya, maka lakukanlah“(HR. Muslim no. 2199).


'Auf bin Malik berkata,


كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ « اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا »


"Kami dahulu pernah meruqyah di masa jahiliyah, kami berkata, "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang ruqyah yang kami lakukan?" Beliau bersabda, "Tunjukkan ruqyah kalian. Yang namanya ruqyah tidaklah mengapa selama tidak ada kesyirikan di dalamnya." (HR. Abu Daud no. 3886).


Alasan lainnya, meruqyah orang lain tidaklah masalah karena Jibril pernah meruqyah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, begitu pula Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meruqyah para sahabatnya.


19- Perbedaannya jelas antara orang yang meruqyah dan orang yang meminta diruqyah. Orang yang meminta diruqyah cenderung hatinya bergantung pada selain Allah. Adapun orang yang meruqyah orang lain adalah orang yang berbuat baik.


20- Sifat 70.000 orang tersebut yang lainnya adalah tidak meminta diruqyah. Namun pengobatan kay yaitu penyembuhan luka dengan besi panas asalnya boleh. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutus dokter pada Ubay bin Ka'ab untuk mengobati lukanya dengan cara kay.


Hadits-hadits yang membicarakan tentang pengobatan kay ada empat macam: (1) Nabi shallallahu melakukannya, (2) beliau tidak suka dengan pengobatan kay, (3) beliau memuji orang yang tidak dikay, (4) beliau melarang pengobatan kay. Yang beliau lakukan menunjukkan bahwa kay itu boleh. Beliau tidak pada kay bukan berarti pengobatan kay itu terlarang. Hadits yang menunjukkan beliau memuji orang yang meninggalkan kay berarti meninggalkan kay lebih utama. Adapun hadits yang menyatakan beliau melarangnya menunjukkan bahwa kay itu makruh. Jadi dalil-dalil yang ada tidak saling bertentangan. Demikian kata Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma'ad.


21- Sifat 70.000 orang tersebut selanjutnya adalah mereka tidak bertathoyyur. Tathoyyur adalah beranggapan sial dengan burung atau lainnya. Kalau di tengah-tengah kita misalnya menganggap sial dengan bulan Suro.


22- Ibnul Qayyim mengatakan bahwa sifat utama dari 70.000 orang tersebut terkumpul pada sifat tawakkal. Karena tawakkal mereka yang sempurna, mereka tidak meminta diruqyah, tidak meminta dikay, dan tidak beranggapan sial.


23- Hadits yang dibicarakan saat ini tidaklah menunjukkan untuk meninggalkan usaha atau sebab. Dan tawakkal itu adalah cara yang utama untuk meraih sebab. Allah Ta'ala berfirman,


وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ


"Barangsiapa yang bertawakkal pada Allah, Dialah yang mencukupinya. "(QS. Ath Thalaq: 3). Jadi mereka punya enggan melakukan yang dimakruhkan yaitu meminta diruqyah dan meminta dikay, mereka lebih memilih tawakkal daripada mengambil sebab yang makruh tersebut.


24- Adapun mengambil sebab dan berobat dengan cara yang tidak makruh, maka seperti itu boleh dan tidak mencacati tawakkal. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً


"Allah tidaklah menurunkan penyakit melainkan menurunkan pula penawar (obatnya)" (HR. Bukhari no. 5678).


25- 'Ukkasyah bin Mihshan adalah di antara 70.000 orang tersebut. Ia adalah di antara penunggang kuda terbaik di kalangan Arab dahulu. Beliau mati syahid tahun 12 H ketika berperang bersama Kholid bin Walid memerangi orang-orang yang murtad.


26- Hadits ini menunjukkan boleh meminta do'a pada orang yang punya keutamaan yang lebih seperti yang dilakukan oleh Ukkasyah pada Nabi shallallahu :alaihi wa sallam.


27- Lantas orang berikutnya setelah 'Ukkasyah ingin meminta lagi pada Nabi agar berdo:a pada Allah supaya ia juga termasuk dalam 70.000 golongan tersebut. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Engkau sudah kedahuluan oleh 'Ukkasyah". Ini adalah cara Nabi supaya yang lainnya tidak meminta seperti itu lagi. Ini menunjukkan kelemah lembutan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dan akhlak beliau yang baik.


28- Orang yang meminta kedua kalinya bukanlah munafik dengan dua alasan: (a) para sahabat Nabi asalnya bukanlah orang munafik, (2) orang yang meminta seperti itu pada Rasul –shallallahu 'alaihi wa sallam– berarti yakin akan benarnya Rasul dan itu tidak muncul dari orang munafik.


29- Boleh menolak sesuatu dengan cara yang terlihat seperti berbohong, namun maksudnya tidak demikian.


WaLLAAHUa'lam

NERAKA ITU SANGAT DALAM

ngapa neraka disebut jahannam?

Jahannam berarti sesuatu yang dasarnya amat dalam (ba'idatul qo'ri), sebagaimana disebutkan dalam Al Qomus.Begitulah keadaan neraka, ia begitu dalam. Abu Hurairah mengatakan,


كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ سَمِعَ وَجْبَةً فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « تَدْرُونَ مَا هَذَا ». قَالَ قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « هَذَا حَجَرٌ رُمِىَ بِهِ فِى النَّارِ مُنْذُ سَبْعِينَ خَرِيفًا فَهُوَ يَهْوِى فِى النَّارِ الآنَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى قَعْرِهَا ».


"Kami dulu pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lantas bertanya, "Tahukah kalian, apakah itu?" Para sahabat pun menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian menjelaskan, "Ini adalah batu yang dilemparkan ke dalam neraka sejak 70 tahun yang lalu dan batu tersebut baru sampai di dasar neraka saat ini.”


Subhanallah .. begitu luar biasa dalamnya neraka.


Dalam ayat selanjutnya, Allah Ta'ala akan menceritakan keadaan siksaan di neraka -semoga Allah melindungi kita darinya-.


Sifat Neraka: Neraka Berteriak dan Mendidih


Allah Ta'ala berfirman,


إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ


"Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak." (QS. Al Mulk: 7). Ayat ini menceritakan keadaan orang kafir ketika mereka dilemparkan ke dalam neraka.


Apa yang dimaksud syahiqo dalam ayat di atas?


Ibnu Jarir Ath Thobari mengatakan bahwa makna syahiq adalah suara yang keluar dari bagian dalam tubuh dengan sangat kuatnya seperti suara keledai. Atau ringkasnya syahiq bermakna teriakan.


Maksudnya adalah ketika orang kafir itu dilemparkan ke dalam neraka, neraka pun akan teriak. Lantas bagaimanakah lagi siksaan neraka bagi orang-orang kafir tersebut?!


Apa yang dimaksud dengan tafuur?


Ibnu Jarir Ath Thobari mengatakan bahwa makna tafuur adalah mendidih. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, "Neraka itu mendidih gara-gara orang kafir yang masuk di dalamnya. Gambaran mendidihnya adalah seperti sebuah biji yang jumlahnya sedikit mendidih dalam air yang jumlahnya banyak.”


Itulah keadaan neraka yang berteriak dengan kencangnya dan mendidih gara-gara orang kafir yang masuk di dalamnya.


Sifat Neraka: Neraka Marah


Allah Ta'ala berfirman,


تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ


"Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah." (QS. Al Mulk: 8). Ibnu 'Abbas mengatakan bahwa neraka hampir-hampir saja terpecah lantaran marah.


Yang memiliki perkaataan serupa dengan Ibnu 'Abbas adalah Adh Dhohak dan Ibnu Zaid -rahimahumullah-. Allah marah terhadap orang yang bermaksiat pada-Nya dan murka pada Allah.


Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As Sa'di -rahimahullah- berkata, "Neraka hampir-hampir saja terpecah lantaran marah pada orang-orang kafir. Lantas bagaimana tanggapanmu, apa yang akan dilakukan neraka pada orang-orang kafir tersebut ketika mereka berada dalam neraka?!”


Seperti itulah neraka. Ketika orang kafir masuk ke dalamnya saja, ia begitu marah. Lantas bagaimana lagi siksaan yang menimpa mereka?! Semoga Allah melindungi kita dari siksaan yang pedih ini.


WaLLAAHUa'lam

ADAKAH YANG BISA KELUAR DARI NERAKA?

Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yang akan memasuki neraka ada dua golongan, yaitu:


1. orang-orang kafir, mereka kekal di dalam neraka,

2. orang-orang mukmin yang berbuat dosa besar, mereka akan keluar dari neraka dan akan masuk surga. Mereka disebut 'ushotul muwahhidin.


Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


أُخْرِجُوا مِنَ النَّارِ مَن كانَ في قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إيمَانٍ


"Keluarlah dari neraka siapa saja yang dalam hatinya masih ada iman seberat biji sawi." (HR. Bukhari, no. 22)


Ada kalangan di negeri kita yang menjadikan dalil surat Al-A'raf ayat 40 sebagai pendukung keyakinannya bahwa orang muslim yang sudah masuk neraka tidak akan keluar-keluar lagi.


Dalilnya,


إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ


"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan." (QS. Al-A'raf: 40)


Kesimpulan kalangan tersebut, orang mukmin yang sudah masuk neraka tidak akan keluar-keluar darinya bagaikan unta yang masuk dalam lubang jarum.


Ada empat sanggahan tentang keyakinan tersebut.


Pertama: Rujuk dahulu kitab tafsir tentang surat Al-A'raf ayat 40, ternyata yang dimaksud dalam ayat adalah orang kafir

Coba kita rujuk pada Tafsir Al-Jalalain, kitab tafsir sederhana yang sudah sangat makruf. Dalam kitab tersebut disebutkan,


"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan dan menyombongkan diri pada ayat-ayat Allah, yang dimaksud adalah tidak beriman padanya, maka sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit ketika mereka mati. Orang-orang kafir tersebut akan kembali ke Sijjin. Sedangkan orang beriman akan dibukakan pintu langit bagi mereka dan ruh mereka akan diangkat ke langit yang ketujuh sebagaimana disebutkan dalam hadits. Orang kafir tadi tidak akan masuk surga sampai unta masuk dalam lubang jarum, artinya mustahil masuk surga. Demikianlah balasan untuk orang-orang yang berbuat kekafiran.”


Dalam kitab tafsir karya Ibnul Jauzi, Zaad Al-Masiir disebutkan bahwa pengibaratan dengan unta masuk dalam jarum dimaksudkan untuk kemustahilan masuk dalam surga selamanya.


Kesimpulannya, ayat tersebut yang tepat ditujukan pada orang kafir, bukan orang mukmin.


Kedua: Menyatakan orang mukmin yang masuk neraka tidak akan keluar lagi bertentangan dengan prinsip akidah Islam.

Ketiga: Cerita tentang orang yang terakhir keluar dari neraka dan terakhir kali masuk surga jadi dalil bantahan terhadap pemahaman keliru di atas. (Lihat Hadits Hari Ini 12 Dzulhijah 1445H)


Keempat: Akhirnya menolak syafaat

Hadits berikut menunjukkan ada penduduk neraka yang dapat syafaat sehingga diangkat ke surga.


Dari Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


أَمَّا أَهْلُ النَّارِ الَّذِينَ هُمْ أَهْلُهَا فَإِنَّهُمْ لَا يَمُوتُونَ فِيهَا وَلَا يَحْيَوْنَ وَلَكِنْ نَاسٌ أَصَابَتْهُمُ النَّارُ بِذُنُوبِهِمْ أَوْ قَالَ بِخَطَايَاهُمْ فَأَمَاتَهُمْ إِمَاتَةً حَتَّى إِذَا كَانُوا فَحْمًا أُذِنَ بِالشَّفَاعَةِ فَجِيءَ بِهِمْ ضَبَائِرَ ضَبَائِرَ فَبُثُّوا عَلَى أَنْهَارِ الْجَنَّةِ ثُمَّ قِيلَ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ أَفِيضُوا عَلَيْهِمْ فَيَنْبُتُونَ نَبَاتَ الْحِبَّةِ تَكُونُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ


"Adapun penduduk neraka yang mereka merupakan penduduknya, maka sesungguhnya mereka tidak akan mati di dalam neraka dan tidak akan hidup. Tetapi orang-orang yang dibakar oleh neraka dengan sebab dosa-dosa mereka, maka Allah akan mematikan mereka. Sehingga apabila mereka telah menjadi arang, diizinkan mendapatkan syafaat. Maka mereka didatangkan dalam keadaan kelompok-kelompok yang berserakan.


Lalu mereka dimasukkan dalam sungai-sungai di surga, kemudian dikatakan, "Wahai penduduk surga tuangkan (air) kepada mereka!” Maka mereka pun tumbuh sebagaimana tumbuhnya bijian yang ada pada sisa-sisa banjir." (HR. Muslim, no. 185)



Dan memang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan memberikan syafaat bagi pelaku dosa besar dari umat beliau. Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


شَفَاعَتِى لأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِى


"Syafaatku bagi pelaku dosa besar dari umatku." (HR. Abu Daud, no. 4739; Tirmidzi, no. 2435; Ibnu Majah, no. 4310; Ahmad, 3: 213)


Orang yang masuk neraka (Jahannamiyyin) akan dimasukkan dalam surga dengan syafaat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنَ النَّارِ بِشَفَاعَةِ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم – فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، يُسَمَّوْنَ الْجَهَنَّمِيِّينَ


"Ada suatu kaum keluar dari neraka dengan Syafaat Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam-, lalu ia memasuki surga. Mereka disebut dengan Jahannamiyyin." (HR. Bukhari, no. 6566)


WaLLAAHUa'lam

PENDATANG TERAKHIR KE SURGA

Ibnu Mas'ud berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنِّى لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى. فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ – قَالَ – فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا – قَالَ – فَيَقُولُ أَتَسْخَرُ بِى – أَوْ أَتَضْحَكُ بِى – وَأَنْتَ الْمَلِكُ » قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ. قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً


"Sesungguhnya aku tahu siapa orang yang paling terakhir dikeluarkan dari neraka dan paling terakhir masuk ke surga. Yaitu seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan merangkak.


Kemudian Allah berfirman kepadanya, "Pergilah engkau, masuklah engkau ke surga."


Ia pun mendatangi surga, tetapi ia membayangkan bahwa surga itu telah penuh.


Ia kembali dan berkata, "Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh."


Allah berfirman kepadanya, "Pergilah engkau dan masuklah surga."


Ia pun mendatangi surga, tetapi ia masih membayangkan bahwa surga itu telah penuh.


Kemudian ia kembali dan berkata, "Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh."


Allah berfirman kepadanya, "Pergilah engkau dan masuklah surga, karena untukmu surga seperti dunia dan sepuluh kali lipat darinya.”


Orang tersebut berkata, "Apakah Engkau memperolok-olokku atau menertawakanku, sedangkan Engkau adalah Raja Diraja?”


Ibnu Mas'ud berkata, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi geraham beliau. Kemudian beliau bersabda, "Itulah penghuni surga yang paling rendah derajatnya." HR. Bukhari no. 6571, 7511 dan Muslim no. 186).


Hadits di atas menunjukkan bahwa manusia biasa melanggar janji. Oleh karena itu, lelaki tersebut tercengang karena melihat janji Rabbnya. Ia merasa bahwasanya ia akan diremehkan atau diberi sesuatu yang remeh. Padahal Allah tidak mungkin mengingkari janjinya.


إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ


"Sesungguhnya Allah tidaklah mengingkari janjinya." (QS. Ali Imran: 9). Jika Allah berjanji pasti ditepati.


Hadits di atas juga menunjukkan bahwa kedudukan penduduk surga yang paling rendah akan mendapatkan kenikmatan 10 kali lipat dari kenikmatan dunia. Sungguh nikmat yang luar biasa.


Hadits di atas juga menunjukkan pelajaran bahwa jika orang beriman yang masih memiliki iman walaupun kecil, ketika masuk neraka, tidak akan kekal di dalamnya. Berbeda dengan keyakinan sebagian kalangan yang meyakini bahwa jika ada yang masuk neraka tak bisa keluar-keluar lagi darinya.


WaLLAAHUa'lam