This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tuesday, June 30, 2015

Anandaku ... ini ilmu buat kamu ketika mau menikah kelak ...

Di Subuh yang dingin...ku dapati Ibu sudah sibuk memasak di dapur.
"Ibu masak apa? Bisa ku bantu?"
"Ini masak gurame goreng.
Sama sambal tomat kesukaan Bapak" sahutnya.
"Alhamdulillah.. mantab pasti.. Eh Bu.. calon istriku kayaknya dia tidak bisa masak loh..."
"Iya terus kenapa..?" Sahut Ibu.
"Ya tidak kenapa-kenapa sih Bu.. hanya cerita saja, biar Ibu tak kecewa, hehehe"..
"Apa kamu pikir bahwa memasak, mencuci, menyapu, mengurus rumah dan lain lain itu kewajiban Wanita?"
Aku menatap Ibu dengan tak paham.
Lalu beliau melanjutkan:
"Ketahuilah Nak, itu semua adalah kewajiban Lelaki.
Kewajiban kamu nanti kalau sudah beristri." katanya sambil menyentil hidungku
"Lho, bukankah Ibu setiap hari melakukannya?"
Aku masih tak paham juga.
"Kewajiban Istri adalah taat dan mencari ridho Suami." kata Ibu.
"Karena Bapakmu mungkin tidak bisa mengurusi rumah, maka Ibu bantu mengurusi semuanya.
Bukan atas nama kewajiban, tetapi sebagai wujud cinta dan juga wujud Istri yang mencari ridho Suaminya"
Saya makin bingung Bu.
"Baik, anandaku sayang. Ini ilmu buat kamu yang mau menikah."
Beliau berbalik menatap mataku.
"Menurutmu, pengertian nafkah itu seperti apa?
Bukankah kewajiban Lelaki untuk menafkahi Istri?
Baik itu sandang, pangan, dan papan?" tanya Ibu.
"Iya tentu saja Bu.."
"Pakaian yang bersih adalah nafkah.
Sehingga mencuci adalah kewajiban Suami.
Makanan adalah nafkah.
Maka kalau masih berupa beras, itu masih setengah nafkah.
Karena belum bisa di makan.
Sehingga memasak adalah kewajiban Suami.
Lalu menyiapkan rumah tinggal adalah kewajiban Suami.
Sehingga kebersihan rumah adalah kewajiban Suami."
Mataku membelalak mendengar uraian Bundaku cerdas kebanggaanku ini.
"Waaaaah.. sampai segitunya bu..?
Lalu jika itu semua kewajiban Suami.
Kenapa Ibu tetap melakukan itu semuanya tanpa menuntut
Bapak sekalipun?"
"Karena Ibu juga seorang Istri yang mencari ridho dari Suaminya.
Ibu juga mencari pahala agar selamat di akhirat sana.
Karena Ibu mencintai Ayahmu, mana mungkin Ibu tega menyuruh Ayahmu melakukan semuanya.
Jika Ayahmu berpunya mungkin pembantu bisa jadi solusi.
Tapi jika belum ada, ini adalah ladang pahala untuk Ibu."
Aku hanya diam terpesona.
"Pernah dengar cerita Fatimah yang meminta pembantu kepada Ayahandanya, Nabi, karena tangannya lebam menumbuk tepung?
Tapi Nabi tidak memberinya.
Atau pernah dengar juga saat Umar bin Khatab diomeli Istrinya?
Umar diam saja karena beliau tahu betul bahwa wanita kecintaannya sudah melakukan tugas macam-macam yang sebenarnya itu bukanlah tugas si Istri."
"Iya Buu..."
Aku mulai paham,
"Jadi Laki-Laki selama ini salah sangka ya Bu, seharusnya setiap Lelaki bertrimakasih pada Istrinya. Lebih sayang dan lebih menghormati jerih payah Istri."
Ibuku tersenyum.
"Eh. Pertanyaanku lagi Bu, kenapa Ibu tetap mau melakukan semuanya padahal itu bukan kewajiban Ibu?"
"Menikah bukan hanya soal menuntut hak kita, Nak. Istri menuntut Suami, atau sebaliknya.
Tapi banyak hal lain.
- Menurunkan ego.
- Menjaga keharmonisan.
- Mau sama mengalah.
- Kerja sama.
- Kasih sayang.
- Cinta.
- Dan Persahabatan.
Menikah itu perlombaan untuk berusaha melakukan yang terbaik satu sama lain.
Yang Wanita sebaik mungkin membantu Suaminya.
Yang Lelaki sebaik mungkin membantu Istrinya.
Toh impiannya rumah tangga sampai Surga"
"MasyaAllah.... eeh kalo calon istriku tahu hal ini lalu dia
jadi malas ngapa-ngapain, gimana Bu?"
"Wanita beragama yang baik tentu tahu bahwa ia harus mencari keridhoan Suaminya.
Sehingga tidak mungkin setega itu.
Sedang Lelaki beragama yang baik tentu juga tahu bahwa Istrinya telah banyak membantu.
Sehingga tidak ada cara lain selain lebih mencintainya...
Hening...
Sungguh... Pelajaran pagi yang indah.

FITNAH


Jangan Anda membiarkan ribuan tulisan yang isinya berpotensi fitnah--karena tak jelas sumber dan kebenaran isinya--itu berseliweran di halaman Anda.

Mengapa orang yang berpotensi sebagai pemfitnah--yang katanya lebih kejam dari pembunuh itu--tidak Anda pikirkan bagaimana menghentikan perbuatannya?

Mengapa potensi fitnah itu justru Anda hadirkan (share) di halaman Anda, lalu dibiarkan dikomentari lebih negatif lagi, yang artinya menimbulkan anak-anak fitnah yang baru lagi?.

Kepada sumber-sumber informasi yang isinya berpotensi fitnah. 
Tempelkan dengan jelas di laman Anda atau di awal artikel yang Anda tulis. Bahwa "Seluruh informasi yang kami tulis di situs kami telah diuji dan diverifikasi kebenarannya. Kami bertangung jawab kepada Tuhan Anda dan bersedia menanggung dosa Anda, bila informasi ini ternyata didapati salah di kemudian hari".

Bila itu tak sanggup Anda tanggung, maka katakan sebaliknya, bahwa "Seluruh informasi yang kami tulis dalam situs ini tidak atau belum diverifikasi kebenarannya. Jangan disebarkan. Dosa fitnah--bila di kemudian hari informasi didalamnya ternyata keliru--adalah menjadi tanggung jawab Anda pribadi yang menyebarkan.

Untuk Anda yang sering mengatakan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Jangan biarkan pembunuh masal menari di laman Anda. Karena ia berpotensi membunuh Anda, keluarga Anda, saya, dan keluarga saya.

Bedakan kebebasan berpendapat dan kebebasan memfitnah.

Sunday, June 28, 2015

Cara Mengajarkan Anak Menghafal Al Qur'an Sejak Dini

Anak cucuku berikut ini Cara Mengajarkan Anak Menghafal Al Qur'an Sejak Dini

1. Bayi (0-2 tahun)
-Bacakan Al Qur'an dari surat Al fatihah
-Tiap hari 4 kali waktu (pagi, siang, sore, malam)
-Tiap 1 waktu satu surat diulang 3x
-Setelah hari ke-5 ganti surat An Naas dengan metode yang sama
-Tiap 1 waktu surat yg lain-lain diulang 1x2

2. Diatas 2 tahun
-Metode sama denga teknik pengajaran bayi. Jika kemampuan mengucapkan kurang, maka tambah waktu menghafalnya, mis dari 5 hari menjadi 7 hari
-Sering dengarkan murattal

3. Diatas 4 tahun
-Mulai atur konsentrasi dan waktu untuk menghafal serius
-Ajari muraja'ah sendiri
-Ajari menghafal sendiri
-Selalu dimotivasi supaya semagat selalu terjaga
-Waktu menghafal 3-4x perhari

BC dari Ustdz Ahmad Al Hafidz

Allaahummaj'alna fii ahli Qur'an , Allaahumma baarik fi auladina wa dzurriiyatina bil Qur'an, Allaahummarzuqna istiqomah fi tilawatil wa hifzil Qur'an...wa adhilna fi jannati fi Qur'an...Aamiin Allaahumma Aamiin

Ampuni kami ya Allah ... (muhasabah diri)

Suatu ketika Allah SWT memerintahkan seorang Malaikat menemui Iblis agar menghadap Baginda Rasul saw untuk memberitahu segala rahasianya, baik yang disuka maupun yang dibencinya. Hal ini dimaksudkan untuk meninggikan derajat Nabi Muhammad saw dan juga sebagai peringatan dan perisai umat manusia.

Kemudian Malaikat itupun mendatangi Iblis dan berkata : “Hai Iblis! Engkau diperintah Allah untuk menghadap Rasulullah saw. Bukalah semua rahasiamu dan jawablah setiap pertanyaan Rasulullah dengan jujur. Jika engkau berdusta walau satu perkataanpun, niscaya akan terputus semua anggota badanmu, uratmu serta disiksa dengan azab yang amat pedih”.

Mendengar ucapan Malaikat yang dahsyat itu, Iblis sangat ketakutan, maka segera ia menghadap Rasulullah saw dengan menyamar sebagai orang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut putih 10 helai yang panjangnya seperti ekor lembu.

Iblis pun memberi salam sampai 3 (tiga) kali salam, Rasulullah saw tidak juga menjawabnya, maka Iblis berkata : “Ya Rasullullah! Mengapa engkau tidak menjawab salamku? Bukankah salam itu sangat mulia di sisi Allah?” Maka jawab Nabi dengan marah : “Hai musuh Allah! Kepadaku engkau menunjukkan kebaikanmu? Jangan kau coba menipuku sebagaimana kau tipu Nabi Adam as sehingga beliau keluar dari syurga, kau hasut Qabil sehingga ia tega membunuh Habil yang masih saudaranya sendiri, ketika sedang sujud dalam sembahyang kau tiup Nabi Ayub as dengan asap beracun sehingga beliau sengsara untuk beberapa lama, kisah Nabi Daud as dengan perempuan Urya, Nabi Sulaiman meninggalkan kerajaannya karena engkau menyamar sebagai isterinya dan begitu juga beberapa Anbiya dan pendeta yang telah menanggung sengsara akibat hasutanmu.

Hai Iblis! Sebenarnya salam itu sangat mulia di sisi Allah azza wa jalla, tapi aku diharamkan Allah menjawab salammu. Aku mengenalmu dengan baik wahai Iblis, Raja segala Iblis. Apa tujuanmu menemuiku?”.

Jawab Iblis : “Ya Nabi Allah! Janganlah engkau marah. Engkau dapat mengenaliku karena engkau adalah Khatamul Anbiya. Aku datang atas perintah Allah untuk memberitahu segala tipu dayaku terhadap umatmu dari zaman Nabi Adam as hingga akhir zaman nanti. Ya Nabi Allah! Setiap apa yang engkau tanya, aku bersedia menerangkan satu persatu dengan sebenarnya, aku tidak berani menyembunyikannya”.

Kemudian Iblispun bersumpah menyebut nama Allah dan berkata : “Ya Rasulullah! Sekiranya aku berdusta barang sepatahpun niscaya hancur leburlah badanku menjadi abu”.

Ketika mendengar sumpah Iblis itu, Nabipun tersenyum dan berkata dalam hatinya, inilah kesempatanku untuk menyiasati segala perbuatannya agar didengar seluruh sahabat yang ada di majlis ini dan menjadi perisai seluruh umatku.

Pertanyaan Nabi (1) :

“Hai Iblis! Siapakah musuh besarmu?”

Jawab Iblis : “Ya Nabi Allah! Engkaulah musuhku yang paling besar di antara musuh-musuhku di muka bumi ini”.

Kemudian Nabipun memandang muka Iblis dan Iblispun gemetar karena ketakutan. Sambung Iblis : “Ya Khatamul Anbiya! Aku dapat merubah diriku seperti manusia, binatang dan lain-lain hingga rupa dan suarapun tidak berbeda, kecuali dirimu saja yang tidak dapat aku tiru karena dicegah oleh Allah. Andaikan aku menyerupai dirimu, maka terbakarlah diriku menjadi abu.

Aku cabut iktikad / niat anak Adam supaya menjadi kafir karena engkau berusaha memberi nasihat dan pengajaran supaya mereka kuat untuk memeluk agama Islam, begitu juga aku berusaha menarik mereka kepada kekafiran, murtad atau munafik. Aku akan menarik seluruh umat Islam dari jalan yang benar menuju jalan yang sesat supaya masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya bersamaku”.

Pertanyaan Nabi (2) :

“Hai Iblis! Apa yang kau perbuat terhadap makhluk Allah?”

Jawab Iblis : “Adalah satu kemajuan bagi perempuan yang merenggangkan kedua pahanya kepada lelaki yang bukan suaminya, setengahnya hingga mengeluarkan benih yang salah sifatnya. Aku goda semua manusia supaya meninggalkan sholat, berbuai dengan makanan dan minuman, berbuat durhaka, aku lalaikan dengan harta benda, emas, perak dan permata, rumahnya, tanahnya, ladangnya supaya hasilnya dibelanjakan ke jalan yang haram.

Demikian juga ketika pesta di mana lelaki dan perempuan bercampur. Di sana aku lepaskan godaan yang besar supaya mereka lupa peraturan dan akhirnya minum arak. Apabila terminum arak itu, maka hilanglah akal, fikiran dan malunya. Lalu aku ulurkan tali cinta dan terbukalah beberapa pintu maksiat yang besar, datang perasaan hasad dengki hingga perbuatan zina. Apabila terjadi kasih antara mereka, terpaksalah mereka mencari uang hingga menjadi penipu, peminjam dan pencuri.

Apabila mereka sadar akan kesalahan mereka lalu hendak bertaubat dan berbuat amal ibadah, akan aku rayu supaya mereka membatalkannya.Semakin keras aku goda supaya mereka berbuat maksiat dan mengambil isteri orang. Jika hatinya terkena godaanku, datanglah rasa ria’, takabur, iri, sombong dan melengahkan amalnya. Jika lidahnya yang tergoda, maka mereka akan gemar berdusta, mencela dan mengumpat. Demikianlah aku goda mereka setiap saat”.

Pertanyaan Nabi (3) :

“Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambah laknat yang besar dan siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?

Jawab Iblis : “Semuanya itu adalah anugerah dari Allah Yang Maha Besar. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa diriku telah beribu-ribu tahun menjadi Ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke langit yang lebih tinggi. Kemudian aku tinggal di dunia ini beribadah bersama para Malaikat beberapa waktu lamanya.

Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka akupun membantah. Lalu Allah menciptakan manusia yang pertama (Nabi Adam as) dan seluruh Malaikat diperintah supaya memberi hormat sujud kepada lelaki itu, hanya aku saja yang ingkar. Oleh karena itu, Allah murka kepadaku dan wajahku yang tampan rupawan dan bercahaya itu berubah menjadi keji dan menakutkan. Aku merasa sakit hati. Kemudian Allah menjadikan Adam raja di syurga dan dikaruniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka.

Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang menyuruh Adam memakan buah khuldi, lalu keduanya diusir dari syurga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itupun aku masih belum puas dan berbagai tipu daya aku lakukan hingga hari kiamat kelak.

Sebelum engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia, tulisan yang menyuruh manusia berbuat ibadah dan balasan pahala serta syurga mereka. Kemudian aku turun ke dunia dan memberitahu manusia yang lain tentang apa yang sebenarnya aku dapatkan dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid’ah dan kehancuran.

Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak diijinkan oleh Allah untuk naik ke langit dan mencuri rahasia karena banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku memaksa untuk naik, maka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tentaraku yang terkena lontaran Malaikat itu dan semuanya terbakar menjadi abu, maka semakin beratlah pekerjaanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut manusia”.

Pertanyaan Nabi (4) :

Rasullullah bertanya “Hai Iblis! Apa yang pertama kali kau tipu dari manusia?”

Jawab Iblis : “Pertama kali aku palingkan iktikad / niatnya, imannya kepada kafir dan juga dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga, akan aku tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumus mengikuti kemauanku”.

Pertanyaan Nabi (5) :

“Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, apa yang terjadi padamu?”

Jawab Iblis : “Sungguh penderitaan yang sangat besar. Gemetarlah badanku dan lemah tulang sendiku, maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda manusia pada setiap anggota badannya.

Beberapa iblis datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, lupa bilangan raka’atnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkannya, merasa terburu-buru supaya cepat selesai sholatnya, hilang khusyuknya, matanya senantiasa melirik ke kanan dan ke kiri, telinganya senantiasa mendengar percakapan orang dan bunyi-bunyi yang lain.

Beberapa iblis yang lain duduk di belakang badan orang yang sembahyang itu supaya tidak kuat sujud berlama-lama, penat waktu duduk tahiyat dan dalam hatinya selalu merasa terburu-buru supaya cepat selesai sholatnya, itu semua membuat berkurangnya pahala. Jika para iblis tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan hukuman yang berat”.

Pertanyaan Nabi (6) :

“Jika umatku membaca Al-Qur’an karena Allah, apa yang terjadi padamu?”

Jawab Iblis : “Jika mereka membaca Al-Qur’an karena Allah, maka terbakarlah tubuhku, putuslah seluruh uratku lalu aku lari dan menjauh darinya”.

Pertanyaan Nabi (7) :

“Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?”

Jawab Iblis : “Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupkan rukun Islamnya”.

Pertanyaan Nabi (8) :

“Jika umatku berpuasa karena Allah, bagaimana keadaanmu?”

Jawab Iblis : “Ya Rasulullah! Inilah bencana yang paling besar bahayanya buatku. Apabila masuk awal bulan Ramadhan, maka memancarlah cahaya Arasy dan Kursi, bahkan seluruh Malaikat menyambut dengan suka cita. Bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampunkan segala dosa yang lalu dan digantikan dengan pahala yang amat besar serta tidak dicatat dosanya selama dia berpuasa. Yang menghancurkan hatiku ialah segala isi langit dan bumi, yakni Malaikat, bulan, bintang, burung dan ikan-ikan semuanya siang malam memohonkan ampunan bagi orang yang berpuasa. Satu lagi kemudian orang berpuasa ialah dimerdekakan pada setiap masa dari azab neraka. Bahkan semua pintu neraka ditutup manakala semua pintu syurga dibuka seluas-luasnya dan dihembuskan angin dari bawah Arasy yang bernama Angin Syirah yang amat lembut ke dalam syurga. Pada hari umatmu mulai berpuasa, dengan perintah Allah datanglah sekalian Malaikat dengan garangnya menangkapku dan tentaraku, jin, syaitan dan ifrit lalu dipasung kaki dan tangan dengan besi panas dan dirantai serta dimasukkan ke bawah bumi yang amat dalam. Di sana pula beberapa azab yang lain telah menunggu kami. Setelah habis umatmu berpuasa, barulah aku dilepaskan dengan perintah agar tidak mengganggu umatmu. Umatmu sendiri telah merasa ketenangan berpuasa sebagaimana mereka bekerja dan bersahur seorang diri di tengah malam tanpa rasa takut dibandingkan bulan biasanya”.

Pertanyaan Nabi (9) :

“Hai Iblis! Bagaimana seluruh sahabatku menurutmu?”

Jawab Iblis : “Seluruh sahabatmu termasuk musuh besarku. Tiada upayaku melawannya dan tiada satupun tipu daya yang dapat masuk kepada mereka. Karena engkau sendiri telah berkata : “Seluruh sahabatku adalah seperti bintang di langit, jika kamu mengikuti mereka, maka kamu akan mendapat petunjuk”.

Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq sebelum bersamamu, aku tidak dapat mendekatinya, apalagi setelah berdampingan denganmu. Dia begitu percaya atas kebenaranmu hingga dia menjadi wazirul a’zam. Bahkan engkau sendiri telah mengatakan jika ditimbang seluruh isi dunia ini dengan amal kebajikan Abu Bakar, maka akan lebih berat amal kebajikan Abu Bakar. Lagipula dia telah menjadi mertuamu karena engkau menikah dengan anaknya, Sayyidatina Aisyah yang juga banyak menghafal Hadits-haditsmu.

Adapun Sayyidina Umar bin Khatab, aku tidak berani memandang wajahnya karena dia sangat keras menjalankan hukum syariat Islam dengan seksama. Jika aku pandang wajahnya, maka gemetarlah seluruh tulang sendiku karena sangat takut. Hal ini karena imannya sangat kuat apalagi engkau telah mengatakan : “Jikalau ada Nabi sesudah aku, maka Umar boleh menggantikan aku”, karena dia adalah orang harapanmu serta pandai membedakan antara kafir dan Islam hingga digelar ‘Al-Faruq’.

Sayyidina Usman bin Affan, aku tidak bisa bertemu karena lidahnya senantiasa membaca Al-Qur’an. Dia penghulu orang sabar, penghulu orang mati syahid dan menjadi menantumu sebanyak 2 (dua) kali. Karena taatnya, banyak Malaikat datang menghampiri dan memberi hormat kepadanya karena Malaikat itu sangat malu kepadanya hingga engkau mengatakan : “Barangsiapa menulis Bismillaahirrahmaanirrahiim pada kitab atau kertas-kertas dengan tinta merah, niscaya mendapat pahala seperti pahala Usman mati syahid”.

Sayyidina Ali bin Abi Thalibpun aku sangat takut karena hebatnya dan gagahnya dia di medan perang, tetapi sangat sopan santun, alim orangnya. Jika iblis, syaitan dan jin memandang beliau, maka terbakarlah kedua mata mereka karena dia sangat kuat beribadah dan beliau adalah golongan orang pertama yang memeluk agama Islam serta tidak pernak menundukkan kepalanya kepada berhala. Bergelar ‘Ali Karamullahu Wajhahu” dimuliakan Allah akan wajahnya dan juga ‘Harimau Allah’ dan engkau sendiri berkata : “Akulah negeri segala ilmu dan Ali itu pintunya”. Lagipula dia menjadi menantumu, aku semakin ngeri kepadanya”.

Pertanyaan Nabi (10) :

“Bagaimana tipu dayamu kepada umatku?”

Jawab Iblis : “Umatmu itu ada 3 (tiga) macam. Yang pertama, seperti hujan dari langit yang menghidupkan segala tumbuhan yaitu ulama yang memberi nasihat kepada manusia supaya mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya seperti kata Jibril as : “Ulama itu adalah pelita dunia dan pelita akhirat”. Yang kedua, umat tuan seperti tanah yaitu orang yang sabar, syukur dan ridha dengan karunia Allah. Berbuat amal saleh, tawakal dan kebajikan. Yang ketiga, umatmu seperti Fir’aun, terlampau tamak dengan harta dunia dan dihilangkan amal akhirat, maka akupun bersuka cita lalu masuk ke dalam badannya, aku putarkan hatinya ke lautan durhaka dan aku ajak kemana saja mengikuti kemauanku. Jadi dia selalu bimbang kepada dunia dan tidak mau menuntut ilmu, tidak pernah beramal saleh, tidak mau mengeluarkan zakat dan malas beribadah.

Lalu aku goda agar manusia minta kekayaan lebih dulu dan apabila diizinkan Allah dia menjadi kaya, maka aku rayu supaya lupa beramal, tidak membayar zakat seperti Qarun yang tenggelam dengan istana mahligainya. Bila umatmu terkena penyakit tidak sabar dan tamak, dia selalu bimbang akan hartanya dan berangan-angan hendak merebut kemewahan dunia, benci dan menghina kepada yang miskin, membelanjakan hartanya untuk kemaksiatan”.

Pertanyaan Nabi (11) :

“Siapa yang serupa denganmu?”

Jawab Iblis : “Orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang yang belajar agama Islam”.

Pertanyaan Nabi (12) :

“Siapa yang membuat mukamu bercahaya?”

Jawab Iblis : “Orang yang berdosa, bersumpah bohong, saksi palsu dan suka ingkar janji”.

Pertanyaan Nabi (13) :

“Apa yang kau rahasiakan dari umatku?”

Jawab Iblis : “Jika seorang Muslim buang air besar dan tidak membaca do’a terlebih dahulu, maka aku gosok-gosokkan najisnya sendiri ke badannya tanpa dia sadari”.

Pertanyaan Nabi (14) :

“Jika umatku bersatu dengan isterinya, apa yang kau lakukan?”

Jawab Iblis : “Jika umatmu hendak bersetubuh dengan isterinya dan membaca do’a pelindung syaitan, maka aku lari dari mereka. Jika tidak, aku akan bersetubuh dahulu dengan isterinya dan bercampurlah benihku dengan benih isterinya. Jika menjadi anak, maka anak itu akan gemar berbuat maksiat, malas pada kebaikan, durhaka. Ini semua karena kealpaan ibu bapaknya sendiri. Begitu juga jika mereka makan tanpa membaca Bismillah, aku santap makanannya lebih dulu daripadanya. Walaupun mereka makan, tidaklah mereka merasa kenyang”.

Pertanyaan Nabi (15) :

“Apa yang dapat menolak tipu dayamu?”

Jawab Iblis : “Jika berbuat dosa, maka cepat-cepatlah bertaubat kepada Allah, menangis menyesal akan perbuatannya. Apabila marah, segeralah mengambil air wudhu’, maka padamlah marahnya”.

Pertanyaan Nabi (16) :

“Siapakah orang yang paling engkau sukai?”

Jawab Iblis : “Lelaki dan perempuan yang tidak mencukur atau mencabut bulu ketiak atau bulu ari-ari (bulu kemaluan) selama 40 hari. Di situlah aku mengecilkan diri, bersarang, bergantung, berbuai seperti pijat pada bulu itu”.

Pertanyaan Nabi (17) :

“Hai Iblis! Siapakah saudaramu?”

Jawab Iblis : “Orang yang tidur meniarap / telungkup, orang yang matanya terbuka di waktu Subuh tetapi menyambung tidur lagi. Lalu aku lenakan dia hingga terbit fajar. Demikian juga pada waktu Dzuhur, Asar, Maghrib dan Isya’, aku beratkan hatinya untuk sholat”.

Pertanyaan Nabi (18) :

“Apa yang dapat membinasakan dirimu?”

Jawab Iblis : “Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak tadarus Al-Qur’an dan sholat tengah malam”.

Pertanyaan Nabi (19) :

“Hai Iblis! ?” Apa yang dapat memecahkan matamu?”

Jawab Iblis : “Orang yang duduk di dalam masjid dan beri’tikaf di dalamnya”.

Pertanyaan Nabi (20) :

“Apa lagi yang dapat memecahkan matamu?”

Jawab Iblis : “Orang yang taat kepada kedua ibu bapaknya, mendengar kata mereka, membantu makan, pakaian mereka selama mereka hidup, karena engkau telah bersabda : Syurga itu di bawah tapak kaki ibu”.

(Dikutip dari : KH. Abdullah Gymnastiar, Muhasabah Kiat Sukses Introspeksi Diri, Penerbit Difa Press, September 2006)

Friday, June 26, 2015

sederhananya Baginda Nabi Muhammad Saw

Ibnu Mas’ud, sering melihat Nabi tidur di rumahnya. Sahabat Nabi ini bercerita:

نَامَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى حَصِيْرٍ فَقَامَ وَقَدْ أَثَّرَ فِي جَنْبِهِ، فَقُلْنَا يَا رَسُولَ الله لَوْ اتَّخَذْنَا لَك وَطَاءً. فَقَالَ: "مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ، اِسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ، ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا"

“Nabi tidur di atas tikar. Ketika bangun, tampak di tubuhnya bekas cetakan tikar. Aku bilang: “Nabi, boleh kami ambilkan kasur untukmu?”. Nabi mengatakan: “Apalah artinya aku dan kehidupan di dunia ini. Di sini aku hanyalah bagai penunggang unta yang bernaung sementara di bawah pohon. Sesudah itu berangkat lagi dan meninggalkan tempat itu”.

Thursday, June 25, 2015

Pandangilah Istri / Suamimu waktu ia tidur, dan rasakan gertaran yang terjadi ....

“Assalaamu’alaikum…!” Ucapnya lirih saat memasuki rumah.

Tak ada orang yang menjawab salamnya. Ia tahu istri dan anak-anaknya pasti sudah tidur. Biar malaikat yang menjawab salamku,” begitu pikirnya.

Melewati ruang tamu yang temaram, dia menuju ruang kerjanya. Diletakkannya tas, ponsel dan kunci-kunci di meja kerja.

Setelah itu, barulah ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.

Sejauh ini, tidak ada satu orang pun anggota keluarga yang terbangun. Rupanya semua tertidur pulas.

Segera ia beranjak menuju kamar tidur. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar, ia tidak ingin mengganggu tidur istrinya.

Benar saja istrinya tidak terbangun, tidak menyadari kehadirannya.

Kemudian Amin duduk di pinggir tempat tidur. Dipandanginya dalam-dalam wajah Aminah, istrinya.

Amin segera teringat perkataan almarhum kakeknya, dulu sebelum dia menikah.

Kakeknya mengatakan, jika kamu sudah menikah nanti, jangan berharap kamu punya istri yang sama persis dengan maumu. Karena kamu pun juga tidak sama persis dengan maunya.

Jangan pula berharap mempunyai istri yang punya karakter sama seperti dirimu. Karena suami istri adalah dua orang yang berbeda. Bukan untuk disamakan tapi untuk saling melengkapi.

Jika suatu saat ada yang tidak berkenan di hatimu, atau kamu merasa jengkel, marah, dan perasaan tidak enak yang lainnya, maka lihatlah ketika istrimu tidur....

“Kenapa Kek, kok waktu dia tidur?” tanya Amin kala itu.

“Nanti kamu akan tahu sendiri,” jawab kakeknya singkat.

Waktu itu, Amin tidak sepenuhnya memahami maksud kakeknya, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut, karena kakeknya sudah mengisyaratkan untuk membuktikannya sendiri.

Malam ini, ia baru mulai memahaminya. Malam ini, ia menatap wajah istrinya lekat-lekat. Semakin lama dipandangi wajah istrinya, semakin membuncah perasaan di dadanya. Wajah polos istrinya saat tidur benar-benar membuatnya terkesima. Raut muka tanpa polesan, tanpa ekspresi, tanpa kepura-puraan, tanpa dibuat-buat. Pancaran tulus dari kalbu.

Memandanginya menyeruakkan berbagai macam perasaan. Ada rasa sayang, cinta, kasihan, haru, penuh harap dan entah perasaan apa lagi yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.

Dalam batin, dia bergumam,
“Wahai istriku, engkau dulu seorang gadis yang leluasa beraktivitas, banyak hal yang bisa kau perbuat dengan kemampuanmu. Aku yang menjadikanmu seorang istri. Menambahkan kewajiban yang tidak sedikit. Memberikanmu banyak batasan, mengaturmu dengan banyak aturan.

Dan aku pula yang menjadikanmu seorang ibu. Menimpakan tanggung jawab yang tidak ringan. Mengambil hampir semua waktumu untuk aku dan anak-anakku.

Wahai istriku, engkau yang dulu bisa melenggang kemanapun tanpa beban, aku yang memberikan beban di tanganmu, dipundakmu, untuk mengurus keperluanku, guna merawat anak-anakku, juga memelihara rumahku.

Kau relakan waktu dan tenagamu melayaniku dan menyiapkan keperluanku. Kau ikhlaskan rahimmu untuk mengandung anak-anakku, kau tanggalkan segala atributmu untuk menjadi pengasuh anak-anakku, kau buang egomu untuk menaatiku, kau campakkan perasaanmu untuk mematuhiku.

Wahai istriku, di kala susah, kau setia mendampingiku. Ketika sulit, kau tegar di sampingku. Saat sedih, kau pelipur laraku. Dalam lesu, kau penyemangat jiwaku. Bila gundah, kau penyejuk hatiku. Kala bimbang, kau penguat tekadku. Jika lupa, kau yang mengingatkanku. Ketika salah, kau yang menasehatiku.

Wahai istriku, telah sekian lama engkau mendampingiku, kehadiranmu membuatku menjadi sempurna sebagai laki-laki.

Lalu, atas dasar apa aku harus kecewa padamu?
Dengan alasan apa aku perlu marah padamu?
Andai kau punya kesalahan atau kekurangan, semuanya itu tidak cukup bagiku untuk membuatmu menitikkan airmata.

Akulah yang harus membimbingmu. Aku adalah imammu, jika kau melakukan kesalahan, akulah yang harus dipersalahkan karena tidak mampu mengarahkanmu. Jika ada kekurangan pada dirimu, itu bukanlah hal yang perlu dijadikan masalah. Karena kau insan, bukan malaikat.

Maafkan aku istriku, kaupun akan kumaafkan jika punya kesalahan. Mari kita bersama-sama untuk membawa bahtera rumah tangga ini hingga berlabuh di pantai nan indah, dengan hamparan keridhoan Allah azza wa jalla.

Segala puji hanya untuk Allah azza wa jalla yang telah memberikanmu sebagai jodohku.”

Tanpa terasa air mata Amin menetes deras di kedua pipinya. Dadanya terasa sesak menahan isak tangis.

Segera ia berbaring di sisi istrinya pelan-pelan. Tak lama kemudian ia pun terlelap.

***

Jam dinding di ruang tengah berdentang dua kali.

Aminah, istri Amin, terperanjat
“Astaghfirullaah, sudah jam dua?”

Dilihatnya sang suami telah pulas di sampingnya. Pelan-pelan ia duduk, sambil memandangi wajah sang suami yang tampak kelelahan.

“Kasihan suamiku, aku tidak tahu kedatangannya. Hari ini aku benar-benar capek, sampai-sampai nggak mendengar apa-apa. Sudah makan apa belum ya dia?” gumamnya dalam hati.

Mau dibangunkan nggak tega, akhirnya cuma dipandangi saja. Semakin lama dipandang, semakin terasa getar di dadanya. Perasaan yang campur aduk, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya hatinya yang bicara.

“Wahai suamiku, aku telah memilihmu untuk menjadi imamku. Aku telah yakin bahwa engkaulah yang terbaik untuk menjadi bapak dari anak-anakku. Begitu besar harapan kusandarkan padamu. Begitu banyak tanggungjawab kupikulkan di pundakmu.

“Wahai suamiku, ketika aku sendiri kau datang menghampiriku. Saat aku lemah, kau ulurkan tanganmu menuntunku. Dalam duka, kau sediakan dadamu untuk merengkuhku. Dengan segala kemampuanmu, kau selalu ingin melindungiku.

“Wahai suamiku, tidak kenal lelah kau berusaha membahagiakanku. Tidak kenal waktu kau tuntaskan tugasmu. Sulit dan beratnya mencari nafkah yang halal tidak menyurutkan langkahmu. Bahkan sering kau lupa memperhatikan dirimu sendiri, demi aku dan anak-anak.

“Lalu, atas dasar apa aku tidak berterimakasih padamu, dengan alasan apa aku tidak berbakti padamu? Seberapapun materi yang kau berikan, itu hasil perjuanganmu, buah dari jihadmu.

Jika kau belum sepandai da’i dalam menasehatiku, tapi kesungguhanmu beramal shaleh membanggakanku.
Tekadmu untuk mengajakku dan anak-anak istiqomah di jalan Allah azza wa jalla serta membahagiakanku.

“Maafkan aku wahai suamiku, akupun akan memaafkan kesalahanmu.

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah azza wa jalla yang telah mengirimmu menjadi imamku. Aku akan taat padamu untuk mentaati Allah azza wa jalla. Aku akan patuh kepadamu untuk menjemput ridho-Nya..”

Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota'ayun waj'alna lil muttaqina imamma [disingkat oleh WhatsApp]

citra

Puisi Ibnu Athaillah dalam syair “Idfin” :

إِدْفِنْ وُجُوْدَكَ فِى أَرْضِ الْخُمُوْلِ
فَمَا نَبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لَا يَتِمُّ نَتَاجُهُ

Sembunyikan wujudmu  pada tanah yang tak dikenal Sebab sesuatu yang tumbuh  dari biji yang tak ditanam tak berbuah sempurna

Puisi tersebut bicara soal perlunya menjauhkan hasrat dan ambisi akan popularitas, kemasyhuran diri dan politik pencitraan.

Arti puisi itu kira-kira begini: “Simpanlah hasratmu akan popularitas, karena hasrat yang demikian tak akan membuat dirimu tumbuh dan berkembang sempurna”. Hasrat akan kemasyhuran akan menyibukkan diri pada urusan-urusan yang tak berguna dan mengabaikan kerja-kerja yang bermanfaat bagi manusia. Cinta pada kemasyhuran mendorong orang untuk mengurusi dirinya sendiri dan tak peduli pada orang lain. Hasrat ini mungkin sekarang popular disebut “politik pencitraan”.

Yasraf Amir Piliang, Posrealitas. Mengatakan : “Citra merupakan bentuk manipulasi realitas untuk kepentingan tertentu, dan pada titik yang ekstrim, tercerabut sama sekali dari dunia realitas. Citra tak lagi merupakan cermin realitas, melainkan cermin dari kepentingan. Yang tercipta adalah fatamorgana social yang di dalamnya tanda-tanda (symbol-symbol) telah tercerabut dari kebenaran”. Dengan lugas Yasraf bilang: “Citra memangsa dunia realitas dan membunuh kebenaran”.

Makna lain dari kata-kata bijak Ibnu Athaillah di atas adalah perlunya ketulusan dan keikhlasan. “Sepi ing pamrih, rame ing gawe”, kata pepatah Jawa.

Wednesday, June 24, 2015

Sekolah "KNOWING" vs "BEING"

Para orang tua dan guru yang berbahagia...., satu hari saya kedatangan seorang tamu dari negeri Eropa, dan seperti biasa setelah tugas-tugas utama kami selesai, saya selalu menawarkan dan mengajak rekan saya untuk berjalan-jalan melihat-lihat keindahan objek-objek wisata kota Jakarta dan sekitarnya. Dan sepanjang jalan kami terus berbincang-bincang mengenai berbagai hal. Dan pada saat kami ingin menyeberang jalan kawan saya ini selalu berusaha untuk mencari zebra cross untuk tempat kita menyebrang.

Berbeda dengan saya sendiri dan kebanyakan orang Jakarta pada umumnya yang dengan mudahnya menyeberang jalan dimana saja ia suka, bahkan tidak hanya menyebrang jalan, banyak dari mereka yang dengan santainya melompati pagar pembatas jalan yang tingginya hampir satu meter. Dan sungguh aneh bahwa teman saya ini tetap saja tidak terpengaruh oleh situasi, dan masih saja terus mencari zabra cross setiap kali dia mau menyeberang. Meskipun saya tahu bahwa di Indonesia tidak setiap jalan dilengkapi dengan zebra cross. Dan yang lebih memalukan lagi adalah bahwa meskipun sudah ada zebra cross tetap saja para pengemudi tidak mau memberikan kita jalan dan tetap menancap gasnya sehingga rekan saya ini sering menggeleng-gelengkan kepalanya tanda begitu kagumnya terhadap prilaku bangsa kita.

Sebuah fenomena yang cukup menggelitik yang tampak nyata di depan saya, perbedaan antara teman saya yang dari Eropa ini dengan saya dan bangsa saya.

Dan pada saat kami sedang beristirahat disalah satu tempat wisata, akhirnya tak tahan lagi bagi saya untuk menanyakan pandangan teman saya ini mengenai fenomena menyebrang jalan tadi, meskipun sebenarnya dalam hati kecil saya merasa agak malu juga. Saya bertanya mengapa orang-orang di negara kami menyebrang tidak pada tempatnya, meskipun sesungguhnya jika ditanya mereka tahu bahwa Zebra Cross itu adalah tempat untuk menyebrang jalan. Sementara saya perhatikan, anda selalu konsisten mencari zebra Cross untuk tempat menyebrang meskipun tidak semua jalan di negara kami dilengkapi dengan zebra cross, tanya saya padanya.

Setelah selesai menyantap makan siangnya lalu pelan-pelan dia mulai menjawab pertanyaan saya. Katanya.... Edy...Its all happen because of The Education System. Edy semua ini terjadi penyebabnya adalah karena sistem pendidikan, katanya. Wah.. bukan main kagetnya saya mendengar jawaban rekan saya ini, apa hubungannya antara menyebrang jalan sembarangan dengan sistem pendidikan...? dalam hati saya berpikir.

Lalu teman saya ini melanjutkan penjelasannya, Di dunia ini ada dua jenis sistem pendidikan, yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan anak-anak kita menjadi mahluk “Knowing” atau sekedar tahu saja, sedangkan yang lainnya sistem pendidikan yang mencetak anak-anak menjadi mahluk “Being”. Lalu saya katakan apa maksudnya...., Ya kebanyakan sekolah yang ada hanya bisa mengajarkan banyak hal untuk diketahui para siswanya...sementara sekolah tadi tidak mampu membangun kesadaran siswanya untuk mau melakukan apa yang dia ketahui itu sebagai bagian dari kehidupannya. Sehingga anak-anak tumbuh hanya menjadi “Mahluk Knowing” hanya sekedar mengetahui bahwa zebra cross adalah tempat menyeberang, tempat sampah adalah untuk menaruh sampah tapi mereka tetap menyebrang dan membuang sampah sembarangan. 

Ciri-ciri sekolah semacam ini biasanya memiliki banyak sekali mata pelajaran yang diajarkan pada siswanya...hingga tak jarang membuat para siswanya stress dan mogok sekolah, segala macam di ajarkan dan banyak hal yang di ujikan...tetapi tak satupun dari siswa yang menerapkannya setelah ujian dilakukan ya... karena ujiannyapun hanya sekedar tahu saja “Knowing”.

Sementara di negara kami... sistem pendidikan benar-benar di arahkan untuk mencetak manusia-manusia yang tidak hanya tahu apa yang benar akan tetapi mereka juga mau melakukan apa yang benar sebagai bagian dari kehidupannya. Di negara kami anak-anak hanya di ajarkan 3 mata pelajaran pokok yakni Basic Sains, Basic Art dan Social yang semuanya dikembangkan melalui praktek langsung dan studi kasus terhadap kejadian nyata yang terjadi diseputar kehidupan mereka. sehingga mereka tidak hanya tahu, malainkan mereka juga mau menerapkan ilmu yang diketahuinya dalam keseharian kehidupan mereka. 

Anak-anak ini juga tahu persis alasan mengapa mereka mau atau tidak mau melakukan sesuatu. Cara ini mulai di ajarkan pada anak sejak usia mereka masih sangat dini agar terbentuk sebuah kebiasaan yang kelak akan membentuk mereka menjadi mahluk “Being”. Yakni manusia-manusia yang melakukan apa yang mereka tahu benar.

Wow...! sungguh penjelasan yang luar biasa dan telah membuat saya begitu tercengang...! betapa sekolah itu sesungguhnya begitu memegang peran yang sangat penting bagi pembentukan prilaku dan mental anak-anak bangsa. Betapa sebenarnya sekolah tidak hanya berfungsi sebagai lembaga sertifikasi yang hanya mampu memberi ijazah para anak bangsa. 

Ya...kini saya mulai menyadari bahwa sekolah-sekolah kita mestinya lebih di arahkan untuk mencetak generasi yang tidak hanya sekedar tahu tentang hal-hal yang benar tapi jauh lebih penting untuk mencetak anak-anak yang mau melakukan apa-apa yang mereka ketahui itu benar.... Ya...Mencetak manusia-manusia yang “Being”.

Para orang-orang tua dan guru yang saya cintai dimanapun anda berada..., mari kita renungkan bersama....apakah sekolah-sekolah kita...? ya..! tempat anak-anak kita bersekolah telah menerapkan sistem pendidikan dan kurikulum yang akan menjadikan anak-anak kita untuk menjadi mahluk “Being” atau hanya sekedar menjadi Mahluk “Knowing” saja..?

Mudah-mudahanan sekolah Mutiara dari TK sampai SMA sudah menerapkan yang namanya "Being" bukan lagi "knowing"

Copas : WA Bp. Irwan Joni

Law of Attraction (Hukum Tabur Tuai)

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Seorang buta sedang berjalan dengan tongkatnya di malam hari. Tangan kanannya memegang tongkat, sementara tangan kirinya membawa lampu.
Pemandangan ini mengherankan bagi seorang pria yang kebetulan melihatnya.
 ‎
Karena penasaran, pria itu bertanya,
"Mengapa anda berjalan membawa lampu?"
Orang buta itu menjawab, "Sebagai penerangan".
Dengan heran pria itu bertanya lagi, "Tetapi, bukankah anda buta & tetap tidak bisa melihat jalan meski ada lampu penerangan?"
‎Orang buta itu tersenyum sambil menjawab, "Meski saya tidak bisa melihat, orang lain melihatnya. Selain membuat jalanan menjadi terang, hal ini juga menghindarkan orang lain untuk tidak menabrak saya..."‎

Sahabat surga ku..
Disaat kita melakukan sesuatu untuk orang lain, sebenarnya kita sed‎ang melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri.

Kita diingatkan untuk tidak jemu-jemu berbuat baik.

Inilah rahasia kehidupan untuk hidup yang penuh berkah, berkelimpahan & bahagia.

Meski demikian, rahasia kehidupan ini tersembunyi bagi orang-orang yang egois, kikir, pelit & melakukan sesuatu hanya berdasarkan apa yang menguntungkan bagi dirinya sendiri.

"Apa yang kita lakukan untuk orang lain, suatu saat pasti akan terjadi kepada kita".

Itulah hukum tabur tuai.
Hukum tarik menarik yang merupakan Sunnatullah di alam semesta.

Mari berbuat kebajikan dan berbagi.

Orang berbuat baik kepada sesama, peduli, perhatian, memberi, mengasihi. Bukan berarti menganggap orang lain itu lemah, miskin dan layak atau pantas. Bukan, tetapi semata menjalankan takdir Nya, menjalankan perintah-Nya. Untuk selalu melakukan perbuatan yang baik.

‎Sahabat Surgaku...

Sejatinya, saat kita memberi, kita pasti akan menerima sesuai yang kita berikan.‎
Saat kita menolong orang lain, pada saat yang sama kita sedang menolong diri sendiri.

Apa yang kita lakukan untuk orang lain, sebenarnya kita sedang melakukannya untuk diri kita sendiri.

Inilah rahasia kehidupan yang tersembunyi bagi banyak orang.
Semoga Allah ridho dan menerima puasa kita.

Saturday, June 20, 2015

GOBLOK KAMU YA !!! ... (renungan untukku)

“ Goblok kamu ya…” Kata Suamiku sambil melemparkan buku rapor sekolah Doni. Kulihat suamiku berdiri dari tempat duduknya dan kemudian dia menarik kuping Doni dengan keras. Doni meringis. Tak berapa lama Suamiku pergi kekamar dan keluar kembali membawa penepuk nyamuk. Dengan garang suamiku memukul Doni berkali kali dengan penepuk nyamuk itu. Penepuk nyamuk itu diarahkan kekaki, kemudian ke punggung dan terus , terus. Doni menangis “ Ampun, ayah ..ampun ayah..” Katanya dengan suara terisak isak. Wajahnya memancarkan rasa takut. Dia tidak meraung. Doni ku tegar dengan siksaan itu. Tapi matanya memandangku. Dia membutuhkan perlindunganku. Tapi aku tak sanggup karena aku tahu betul sifat suamiku.

“Lihat adik adikmu. Mereka semua pintar pintar sekolah. Mereka rajin belajar. Ini kamu anak tertua malah malas dan tolol Mau jadi apa kamu nanti ?. Mau jadi beban adik adik kamu ya…he “ Kata suamiku dengan suara terengah engah kelelahan memukul Doni. Suamiku terduduk dikorsi. Matanya kosong memandang kearah Doni dan kemudian melirik kearah ku “ Kamu ajarin dia. Aku tidak mau lagi lihat lapor sekolahnya buruk. Dengar itu. “ Kata suamiku kepadaku sambil berdiri dan masuk kekamar tidur.

Kupeluk Doni. Matanya memudar. Aku tahu dengan nilai lapor buruk dan tidak naik kelas saja dia sudah malu apalagi di maki maki dan dimarahi didepan adik adiknya. Dia malu sebagai anak tertua. Kembali matanya memandangku. Kulihat dia butuh dukunganku. Kupeluk Doni dengan erat “ Anak bunda, tidak tolol. Anak bunda pintar kok. Besok ya rajin ya belajarnya”

“ Doni udah belajar sungguh sungguh, bunda, Bunda kan lihat sendiri. Tapi Doni memang engga pintar seperti Ruli dan Rini. Kenapa ya Bunda” Wajah lugunya membuatku terenyuh.. Aku menangis “ Doni, pintar kok. Doni kan anak ayah. Ayah Doni pintar tentu Doni juga pintar. “

“ Doni bukan anak ayah.” Katanya dengan mata tertunduk “ Doni telah mengecewakan Ayah, ya bunda “

Malamnya , adiknya Ruli yang sekamar dengannya membangunkan kami karena ketakutan melihat Doni menggigau terus. Aku dan suamiku berhamburan kekamar Doni. Kurasakan badannya panas.Kupeluk Doni dengan sekuat jiwaku untuk menenangkannya. Matanya melotot kearah kosong. Kurasakan badannya panas. Segera kukompres kepalanya dan suamiku segera menghubungi dokter keluarga. Doni tak lepas dari pelukanku “ Anak bunda, buah hati bunda, kenapa sayang. Ini bunda,..” Kataku sambil terus membelai kepalanya. Tak berapa lama matanya mulai redup dan terkulai. Dia mulai sadar. Doni membalas pelukanku. ‘ Bunda, temani Doni tidur ya." Katanya sayup sayup. Suamiku hanya menghelap nafas. Aku tahu suamiku merasa bersalah karena kejadian siang tadi.

Doni adalah putra tertua kami. Dia lahir memang ketika keadaan keluarga kami sadang sulit. Suamiku ketika itu masih kuliah dan bekerja serabutan untuk membiayai kuliah dan rumah tangga. Ketika itulah aku hamil Doni. Mungkin karena kurang gizi selama kehamilan tidak membuat janinku tumbuh dengan sempurna. Kemudian , ketika Doni lahir kehidupan kami masih sangat sederhana. Masa balita Doni pun tidak sebaik anak anak lain. Diapun kurang gizi. Tapi ketika usianya dua tahun, kehidupan kami mulai membaik seiring usainya kuliah suamiku dan mendapatkan karir yang bagus di BUMN. Setelah itu aku kembali hamil dan Ruli lahir., juga laki laki dan dua tahu setelah itu, Rini lahir, adik perempuannya. Kedua putra putriku yang lahir setelah Doni mendapatkan lingkungan yang baik dan gizi yang baik pula. Makanya mereka disekolah pintar pintar. Makanya aku tahu betul bahwa kemajuan generasi ditentukan oleh ketersediaan gixi yang cukup dan lingkungan yang baik.

Tapi keadaan ini tidak pernah mau diterima oleh Suamiku. Dia punya standard yang tinggi terhadap anak anaknya. Dia ingin semua anaknya seperti dia. Pintar dan cerdas. “ Masalah Doni bukannya dia tolol, Tapi dia malas. Itu saja. “ Kata suamiku berkali kali. Seakan dia ingin menepis tesis tentang ketersediaan gizi sebagai pendukung anak jadi cerdas. “ Aku ini dari keluarga miskin. Manapula aku ada gizi cukup. Mana pula orang tuaku ngerti soal gixi. Tapi nyatanya aku berhasil. “ Aku tak bisa berkata banyak untuk mempertahankan tesisku itu.

Seminggu setelah itu, suamiku memutuskan untuk mengirim Doni kepesantren. AKu tersentak.

“ Apa alasan Mas mengirim Doni ke Pondok Pesantren “

“ Biar dia bisa dididik dengan benar”

“ Apakah dirumah dia tidak mendapatkan itu”

“ Ini sudah keputusanku, Titik.

“ tapi kenapa , Mas” AKu berusaha ingin tahu alasan dibalik itu.

Suamiku hanya diam. Aku tahu alasannya.Dia tidak ingin ada pengaruh buruk kepada kedua putra putri kami. Dia malu dengan tidak naik kelasnya Doni. Suamiku ingin memisahkan Doni dari adik adiknya agar jelas mana yang bisa diandalkannya dan mana yang harus dibuangnya. Mungkinkah itu alasannya. Bagaimanapun , bagiku Doni akan tetap putraku dan aku akan selalu ada untuknya. Aku tak berdaya. Suamiku terlalu pintar bila diajak berdebat.

Ketika Doni mengetahui dia akan dikirim ke Pondok Pesantren, dia memandangku. Dia nanpak bingung. Dia terlalu dekat denganku dan tak ingin berpisah dariku.

Dia peluk aku “ Doni engga mau jauh jauh dari bunda” Katanya.

Tapi seketika itu juga suamiku membentaknya “ Kamu ini laki laki. TIdak boleh cengeng. Tidak boleh hidup dibawah ketika ibumu. Ngerti. Kamu harus ikut kata Ayah. Besok Ayah akan urus kepindahan kamu ke Pondok Pesantren. “

Setelah Doni berada di Pondok Pesantren setiap hari aku merindukan buah hatiku. Tapi suamiku nampak tidak peduli. “ Kamu tidak boleh mengunjunginya di pondok. Dia harus diajarkan mandiri. Tunggu saja kalau liburan dia akan pulang” Kata suamiku tegas seakan membaca kerinduanku untuk mengunjungi Doni.

Tak terasa Doni kini sudah kelas 3 Madrasa Aliyah atau setingkat SMU. Ruli kelas 1 SMU dan Rini kelas 2 SLP. Suamiku tidak pernah bertanya soal Raport sekolahnya. Tapi aku tahu raport sekolahnya tak begitu bagus tapi juga tidak begitu buruk. Bila liburan Doni pulang kerumah, Doni lebih banyak diam. Dia makan tak pernah berlebihan dan tak pernah bersuara selagi makan sementara adiknya bercerita banyak soal disekolah dan suamiku menanggapi dengan tangkas untuk mencerahkan. Walau dia satu kamar dengan adiknya namun kamar itu selalu dibersihkannya setelah bangun tidur. Tengah malam dia bangun dan sholat tahajud dan berzikir sampai sholat subuh.

Ku purhatikan tahun demi tahu perubahan Doni setelah mondok. Dia berubah dan berbeda dengan adik adiknya. Dia sangat mandiri dan hemat berbicara. Setiap hendak pergi keluar rumah, dia selalu mencium tanganku dan setelah itu memelukku. Beda sekali dengan adik adiknya yang serba cuek dengan gaya hidup modern didikan suamiku.

Setamat Madrasa Aliyah, Doni kembali tinggal dirumah. Suamiku tidak menyuruhnya melanjutkan ke Universitas. “ Nilai rapor dan kemampuannya tak bisa masuk universitas. Sudahlah. Aku tidak bisa mikir soal masa depan dia. Kalau dipaksa juga masuk universitas akan menambah beban mentalnya. “ Demikian alasan suamiku. Aku dapat memaklumi itu. Namun suamiku tak pernah berpikir apa yang harus diperbuat Doni setelah lulus dari pondok. Donipun tidak pernah bertanya. Dia hanya menanti dengan sabar.

Selama setahun setelah Doni tamat dari mondok, waktunya lebih banyak di habiskan di Masjid. Dia terpilih sebagai ketua Remaja Islam Masjid. Doni tidak memilih Masjid yang berada di komplek kami tapi dia memilih masjid diperkampungan yang berada dibelakang komplek. Mungkin karena inilah suamiku semakin kesal dengan Doni karena dia bergaul dengan orang kebanyakan. Suamiku sangat menjaga reputasinya dan tak ingin sedikitpun tercemar. Mungkin karena dia malu dengan cemoohan dari tetangga maka dia kadang marah tanpa alasan yang jelas kepada Doni. Tapi Doni tetap diam. Tak sedikitpun dia membela diri.

Suatu hari yang tak pernah kulupakan adalah ketika polisi datang kerumahku. Polisi mencurigai Doni dan teman temannya mencuri di rumah yang ada di komplek kami. Aku tersentak. Benarkah itu. Doni sujud dikaki ku sambil berkata “ Doni tidak mencuri , Bunda. TIdak, Bunda percayakan dengan Doni. Kami memang sering menghabiskan malam di masjid tapi tidak pernah keluar untuk mencuri.” Aku meraung ketika Doni dibawa kekantor polisi. Suamiku dengan segala daya dan upaya membela Doni. Alhamdulilah Doni dan teman temannya terbebaskan dari tuntutan itu. Karena memang tidak ada bukti sama sekali. Mungkin ini akibat kekesalan penghuni komplek oleh ulah Doni dan kawan kawan yang selalu berzikir dimalam hari dan menggangu ketenangan tidur.

Tapi akibat kejadian itu , suamiku mengusir Doni dari rumah. Doni tidak protes. Dia hanya diam dan menerima keputusan itu. Sebelum pergi dia rangkul aku” Bunda , Maafkanku. Doni belum bisa berbuat apapun untuk membahagiakan bunda dan Ayah. Maafkan Doni “ Pesanya. Diapun memandang adiknya satu satu. Dia peluk mereka satu persatu “ Jaga bunda ya. Mulailah sholat dan jangan tinggalkan sholat. Kalian sudah besar .” demikian pesan Doni. Suamiku nampak tegar dengan sikapnya untuk mengusir DOni dari rumah.

“ Mas, Dimana Doni akan tinggal. “ Kataku dengan batas kekuatan terakhirku membela Doni.

“ Itu bukan urusanku. Dia sudah dewasa. Dia harus belajar bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri.

***
Tak terasa sudah enam tahun Doni pergi dari Rumah. Setiap bulan dia selalu mengirim surat kepadaku. Dari suratnya kutahu Doni berpindah pindah kota. Pernah di Bandung, Jakarta, Surabaya dan tiga tahun lalu dia berangkat ke Luar negeri. Bila membayangkan masa kanak kanaknya kadang aku menangis. Aku merindukan putra sulungku. Setiap hari kami menikmati fasilitas hidup yang berkecukupan. Ruli kuliah dengan kendaraan bagus dan ATM yang berisi penuh. Rinipun sama. Karir suamiku semakin tinggi. Lingkungan social kami semakin berkelas. Tapi, satu putra kami pergi dari kami. Entah bagaimana kehidupannya. Apakah dia lapar. Apakah dia kebasahan ketika hujan karena tidak ada tempat bernaung. Namun dari surat Doni , aku tahu dia baik baik saja. Dia selalu menitipkan pesan kepada kami, “ Jangan tinggalkan sholat. Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita siang dan malam. “

***
Prahara datang kepada keluarga kami. Suamiku tersangkut kasus Korupsi. Selama proses pemeriksaan itu suamiku tidak dibenarkan masuk kantor. Dia dinonaktifkan. Selama proses itupula suamiku nampak murung. Kesehatannya mulai terganggu. Suamiku mengidap hipertensii. Dan puncaknya , adalah ketika Polisi menjemput suamiku di rumah. Suamiku terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Rumah dan semua harta yang selama ini dikumpulkan disita oleh negara. Media maassa memberitakan itu setiap hari. Reputasi yang selalu dijaga oleh suamiku selama ini ternyata dengan mudah hancur berkeping keping. Harta yang dikumpul, sirna seketika. Kami sekeluarga menjadi pesakitan. Ruli malas untuk terus keliah karena malu dengan teman temannya. Rini juga sama yang tak ingin terus kuliah.

Kini suamiku dipenjara dan anak anak jadi bebanku dirumah kontrakan. Ya walau mereka sudah dewasa namun mereka menjadi bebanku. Mereka tak mampu untuk menolongku. Baru kutahu bahwa selama ini kemanjaan yang diberikan oleh suamiku telah membuat mereka lemah untuk survival dengan segala kekurangan. Maka jadilah mereka bebanku ditengah prahara kehidupan kami. Pada saat inilah aku sangat merindukan putra sulungku. Ditengah aku sangat merindukan itulah aku melihat sosok pria gagah berdiri didepan pintu rumah.

Doniku ada didepanku dengan senyuman khasnya. Dia menghambur kedalam pelukanku. “ Maafkan aku bunda, Aku baru sempat datang sekarang sejak aku mendapat surat dari bunda tentang keadaan ayah. “ katanya. Dari wajahnya kutahu dia sangat merindukanku. Rini dan Ruli juga segera memeluk Doni. Mereka juga merindukan kakaknya. Hari itu, kami berempat saling berpelukan untuk meyakinkan kami akan selalu bersama sama.

Kehadiran Doni dirumah telah membuat suasana menjadi lain. Dengan bekal tabungannya selama bekerja diluar negeri, Doni membuka usaha percetakan dan reklame. Aku tahu betul sedari kecil dia suka sekali menggambar namun hobi ini selalu di cemoohkan oleh ayahnya. Doni mengambil alih peran ayahnya untuk melindungi kami. Tak lebih setahu setelah itu, Ruli kembali kuliah dan tak pernah meninggalkan sholat dan juga Rini. Setiap maghrib dan subuh Doni menjadi imam kami sholat berjamaah dirumah. Seusai sholat berjaman Doni tak lupa duduk bersilah dihadapan kami dan berbicara dengan bahasa yang sangat halus , beda sekali dengan gaya ayahnya

“ Manusia tidak dituntut untuk terhormat dihadapan manusia tapi dihadapan Allah. Harta dunia, pangkat dan jabatan tidak bisa dijadikan tolok ukur kehormatan. Kita harus berjalan dengan cara yang benar dan itulah kunci meraih kebahagiaan dunia maupun akhirat. Itulah yang harus kita perjuangkan dalam hidup agar mendapatkan kemuliaan disisi Allah. . Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita. Apakah ada yang lebih hebat menjaga kita didunia ini dibandingkan dengan Allah. “

“ Apa yang menimpa keluarga kita sekarang bukanlan azab dari Allah. Ini karena Allah cinta kepada Ayah. Allah cinta kepada kita semua karena kita semua punya peran hingga membuat ayah terpuruk dalam perbuatan dosa sebagai koruptor. Allah sedang berdialog dengan kita tentang sabar dan ikhlas, tentang hakikat kehidupan, tentang hakikat kehormatan. Kita harus mengambil hikmah dari ini semua untuk kembali kepada Allah dalam sesal dan taubat. Agar bila besok ajal menjemput kita, tak ada lagi yang harus disesalkan, Karna kita sudah sangat siap untuk pulang keharibaan Allah dengan bersih. “

Seusai Doni berbicara , aku selalu menangis. Doni yang tidak pintar sekolah, tapi Allah mengajarinya untuk mengetahui rahasia terdalam tentang kehidupan dan dia mendapatkan itu untuk menjadi pelindung kami dan menuntun kami dalam taubah. Ini jugalah yang mempengaruhi sikap suamiku dipenjara. Kesehatannya membaik. Darah tingginya tak lagi sering naik. Dia ikhlas dan sabar , dan tentu karena dia semakin dekat kepada Allah. Tak pernah tinggal sholat sekalipun. Zikir dan linangan airmata sesal akan dosanya telah membuat jiwanya tentram. Mahasuci Allah

[disadur dari Group WhatsApp]

Takdir Kauniyah dari Kisah Tempe Setengah Jadi

Di suatu desa hiduplah seorang ibu penjual tempe.
Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup.
Meski demkian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya.
Ia jalani hidup dengan riang. "Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya...?",
Demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi dia berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe..,
dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang.
Tapiii...,
Deg! dadanya gemuruh.
Tempe yang akan di jual, ternyata belum jadi....

Masih berupa kacang kedelai, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari proses peragian.

Tempe itu masih harus menunggu 1 hari lagi untuk jadi.
Tubuhnya lemas...
Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang kedelai lagi.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya.
Dia tau.., jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil.
Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa...,
"Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku.
Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini.
Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku...".

Dalam hati.., dia yaqin.., Allah akan mengabulkan doanya.

Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe.
Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu.
Proses peragian memang masih berlangsung...

Dadanya bergemuruh...
Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe.
Dan...  Dia kecewa.

Tempe itu masih belum juga berubah,  belum  menyatu oleh kapas-kapas ragi putih.
Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri.

🔹 Dia yakin.., Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi.

🔹 Dia yakin..., Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah.

Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang,dia berdoa lagi..
 "Ya Allah, aku tau tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu.
 Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe...
Karena itu ya Allah, jadikanlah...! Bantulah aku, kabulkan doaku...".

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe.
Pasti telah jadi sekarang, batinnya.
Dengan berdebar, dia
intip dari daun itu, dan... belum jadi.
Kacang kedelai itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang kedelai tsb.

"Keajaiban Tuhan akan datang... pasti..!",
Yakin-nya.

Dia pun berjalan ke pasar...

Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin..., "tangan" Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya.

Berkali-kalii  dia memanjatkan doa...
Berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.

Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjag itu...

"Pasti sekarang telah jadi tempe..", batinnya.
Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan.
Dan... dia terlonjak.
Tempe itu masih tak ada perubahan.

Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi.

Air mata pun menitiki keriput pipinya.

Kenapa doaku tidak dikabulkan...?

Kenapa tempe ini tidak jadi...?
 Apakah Tuhan ingin aku menderita...?
Apa salahku...?
Demikian batinnya berkecamuk.

Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yg telah dia sediakan.
Tangannya lemas..., tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu.
Dan dia tiba-tiba merasa lapar... merasa sendirian...

 "Tuhan telah meninggalkan aku..", batinnya.

Airmatanya kian menitik... Terbayang esok dia tak dapat berjualan...
Esok diapun tak akan dapat makan.
Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang,dan "teman-teman" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai
berkemas.

Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku.

Kesedihannya mulai memuncak.
Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini.

Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...

Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya.

Dia memalingkan wajah, seorang perempuan, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya...,
"Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi...?
"Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya..?".

Penjual tempe itu bengong..
Terkesima...
Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan.
"Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi.
Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi.
Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe.."

Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi.
"jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe...??"

"Bagaimana Bu...? Apa ibu menjual tempe setengah jadi..?", tanya perempuan itu lagi.

Kepanikan melandanya lagi...
"Duh Gusti... bagaimana ini...?
Tolonglah ya Allah, jng jadikan tempe ya..?", ucapnya berkali-kali.

Dan dengan gemetar, dia
buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu.

Dan apa yang dia lihat, sahabat...??
Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama.
Belum jadi..!.

 "Alhamdulillah!", pekiknya,
tanpa sadar.
Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli.

Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu  itu.
"Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi..?".

"Oohh..., bukan begitu, Bu. Anak saya yang kuliah S2 di Seoul ingin sekali makan tempe, asli buatan sini.

Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi.
Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu...?".

🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹

Sahabat semua..., dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa, dan "memaksakan"
Allah memberikan apa yang menurut kita paling cocok untuk kita.
Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan, merasa kecewa dan merasa ditinggalkan...

Padahal Allah paling tau apa yang paling cocok untuk kita.

Bahwa semua rencananya adalah SEMPURNA..

Tempe setengah jadi tersebut tidak akan pernah dalam waktu singkat menjadi tempe, karena itu melawan takdir qauniyah yang telah Allah tetapkan.

Takdir qauniyah ini atau takdir kausalitas (sunnatullah) itu akan berjalan seperti biasanya... Itulah hukumnya.

Seperti air akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah..

Namun kita berharap dengan takdir ghaibiyah yang Allah tetapkan, sepet pertolongan yang Allah berikan dari arah yang tdk pernah kita duga..

Contoh lain takdir ghaibiyah ini adalah kita tidak tau dimana dan kapan kita meninggal..., karena itu rahasia-Nya.

Namun, Dia telah menetapkan takdir syar'iat bagi manusia bahwa
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal kebaikan diberikan tempat kembali yang terbaik.

Allah swt  mengingatkan di dalam Al Quran bahwa boleh jadi kita sangat menginginkan sesuatu, padahal itu tidak baik bagi kita...

"Dan boleh jadi kita sangat tidak menyukai sesuatu, padahal itu banyak menyimpan kebaikan bagi
kita.. " (Al Baqarah 216).

Nah, disini Allah ingin menegaskan Allah-lah Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik.

Ketahuilah..,
Tugas kita sebagai manusia sederhana saja yaitu....
berusaha semaksimal mungkin,
seikhlas mungkin...
dan hasil akhir adalah ketentuan اللّهُ تعالى
Sang Penguasa Alam Semesta ini....

Al Qur'an menyatakan bahwa :
"Sesungguhnya Allah tidak akan membebani manusia melebihi kemampuannya dan bagi orang yang bertaqwa.."

Allah berikan priviledge
yaitu pasti ...
Allah berikan rizki dari "arah yang tidak pernah dia duga...."
(AlBaqarah 286, Aththolaq 2-3)

Semoga bermanfaat..
Selamat beribadah di bulan penuh berkah...

Thursday, June 18, 2015

KISAH SEORANG IBU YANG SELALU MENJAGA WUDHU KETIKA MENGANDUNG DAN MENYUSUI ANAKNYA

Ibu yang mengandung kita selama sembilan bulan lamanya. Membawa ke sana ke mari. Walau lelah. Ia tidak pernah putus asa. Menaruhkan nyawanya untuk kita. Setelah kita lahir ke dunia. Masih saja, ibu yang merawat kita hingga sekarang ini.

Di sini ada kisah kehebatan seorang ibu, yang selalu menjaga wudhu ketika mengandung dan menyusui buah hatinya.

Seseorang berkata: Aku berkenalan dengan seorang pemuda yang sangat baik, berwajah simpatik, berotak cemerlang, memiliki semangat dan tekad yang sangat kuat. Kedua matanya yang menerawang mengisyaratkan kesehatan rohani serta ketinggian pemikirannya. Tubuhnya yang tinggi, kerendahan hatinya, kesopanan, keimanan dan akhlaknya mencerminkan seorang kekasih Allah.

Dua tahun lalu ia menyelesaikan SMU nya dan kini mulai kuliah. Semasa di SMU dulu, dia termasuk siswa yang pandai dan selalu mendapat perhatian para guru.

Di Universitas pun, sejak minggu pertama, sudah tampak kebersihan rohani, budi pekerti, kejujuran, persahabatan serta usahanya untuk selalu konsisten pada semua janjinya.
Pendek kata, dia seorang teman mengasyikkan yang kuperoleh. Aku sangat ingin berkenalan dengan keluarganya, khususnya ibunya.

Pada suatu kesempatan aku berjumpa dengan ibunya, dan aku meminta kepada Sang Ibu untuk bercerita sedikit seputar anaknya serta metodologi pendidikan yang diterapkannya untuk sang buah hati.

Ibunya berkata, “Ketika masih mengandung saya tidak pernah makan tanpa berwudhu terlebih dahulu. Dan pada saat lahir, saya menyusuinya selama dua tahun penuh dan selama itu pula saya tidak pernah memberinya asi dalam keadaan tanpa berwudhu. Ketika menyusui saya membaca ayat-ayat suci al-qur’an dengan suara pelan, saya selalu persembahkan jiwa saya untuknya.

Ayahnya, suami sang ibu menambahkan cerita tersebut, ”Saya masih ingat, pernah ketika suatu malam yang di musim yang sangat dingin sekitar jam 1 malam, ketika Muhammad anak kami masih berumur satu tahun dia bangun sambil menangis. Istri saya bangun dan merasa kalau anaknya kelaparan. Malam itu udara menusuk dan bersalju. Sebelum Istri saya menyusui dia bergegas keluar rumah untuk berwudhu dengan air yang sangat dingin, setelah berwudhu barulah istri saya memeluk Muhammad dan menyusuinya.

Ayahnya menambahkan, “Kalau sekarang Anda melihat sifat-sifat mulia dalam diri anak saya, itu tiada lain karena keikhlasan, kerja keras dan pengorbanan sang ibu.

Saya bertanya kepada sang ibu, “Bagaimana anda bisa berbuat demikian kepada anak anda?” Sang ibu menjawab,”Semua yang kita miliki bersumber dari ajaran pendidikan Islam yang mulia serta perjalanan Sayyidah Fathimah Az-Zahra (Salam Atasnya) putri Rasulullah, bukankan Sayyidah Fatimah sosok wanita agung itu, seringkali berkomunikasi dengan anak-anaknya pada masa mengandung dan sama sekali tidak makan serta menyusui anak-anaknya tanpa berwudhu?

Wednesday, June 17, 2015

nak ...

Bagi kami Orang tua, kalian ibarat harta yang paling berharga. Kami akan berusaha memberikan cinta, perhatian, dan kasih sayang yang tak kurang-kurang. Kamipun akan berusaha mendidik kalian agar tumbuh jadi pribadi yang baik budi. Namun, untuk menjadi orang tua adalah perkara yang tak mudah nak ...

Mungkin, saat ini kamu belum punya pasangan, tak sedang menjalani hubungan yang serius, atau bahkan belum menikah dan punya anak. Tapi, percayalah bahwa mempersiapkan diri sejak dini adalah keputusan yang tepat. Kelak saat anak-anakmu benar-benar ada dipangkuan atau tidur dalam pelukan, kalimat-kalimat inilah yang layak mereka dengar…

1. “Anakku, hidup adalah perkara pilihan. Jalan hidup mana yang akan dipilih, kamulah yang berhak menentukan.”

Jika saat masih kanak-kanak mereka hanya sibuk dengan mainan, kelak setelah dewasa mereka akan dihadapkan dengan berbagai pilihan. Mereka mungkin akan gundah saat memilih jurusan kuliah, merasakan dilema ketika berpikir mau bekerja dimana, atau galau saat menentukan pendamping hidup yang sekiranya paling setia.

Apapun itu, anak-anakmu kelak harus paham bahwa merekalah yang berhak menentukan pilihan. Orang tua selayaknya memberi saran, tapi bukan berarti boleh memaksakan. Bagaimanapun, anak-anak berhak menjalani hidup sesuai inginnya hati. Merasakan kehidupan yang memang layak dijalani karena membebasakan diri. Setiap harinya, mereka harus merasakan betapa bahagianya bangun dari tidur dengan semangat untuk menjelang hari.

2. “Percayalah Nak, tak ada yang mustahil di dunia ini. Kamu boleh punya ambisi dan memelihara banyak mimpi.”

Setiap anak berhak punya keinginan dan mimpi. Apakah ingin jadi dokter, guru, penulis, pemadam kebakaran, atau polisi? Ataukah bermimpi bisa keliling dunia, kuliah di luar negeri, atau membangun bisnis sendiri? Bisa jadi keinginan dan mimpi mereka sekadar sederhana saja. Berharap bisa jadi anak yang berguna, mampu membahagiakan dan jadi kebanggaan orang tuanya.

Anak-anak selayaknya diberi pemahaman bahwa tak ada hal yang mustahil di dunia ini. Seberapa besar pun seberapa sederhana, mimpi mereka layak untuk terus dipelihara. Karena mimpi-mimpi itulah yang akan mendidik mereka jadi pribadi yang luar biasa. Pribadi yang tak malas belajar, berusaha dan terus berjuang demi mencapai keinginannya.

3. “Jika kelak ada yang menghalangi cita-citamu atau meremehkan kemampuanmu, jangan gentar dan teruslah melangkah maju!”

Anak-anak terus bertumbuh melewati masa remaja hingga akhirnya dewasa. Di setiap masanya, mereka akan menemukan teman, sahabat, atau bahkan kekasih yang ambil bagian dalam cerita hidupnya. Kehadiran orang-orang terdekat itu pun yang sedikit banyak akan mempengaruhi pola pikir hingga gaya hidupnya.

Namun, meski sangat menyayangi dan mencintai orang-orang yang mampir dalam hidupnya, yakinkan anak-anakmu agar tak mudah hilang arah atau goyah dalam melangkah. Mereka tak boleh begitu saja melepaskan cita-cita demi datangnya orang baru yang sangat dicinta. Tak seharusnya pula memilih menyerah saja ketika ada yang tak percaya atau meragukan kemampuannya.

4. “Jika suatu saat nanti kamu jatuh cinta, jangan biarkan dia membuatmu buta. Kamu layak menemukan pasangan yang setia dan mencintaimu dengan sebenar-benarnya.”

Setiap orang akan mengalami momen jatuh cinta, termasuk anak-anakmu kelak. Ajarkan pada mereka bahwa jatuh cinta itu wajar dan lumrah adanya. Mereka berhak membebaskan hati dan perasaannya untuk jatuh cinta pada hal-hal yang membuat mereka bahagia. Apakah itu pekerjaan, hobi, atau tugas-tugas kuliah yang sedang mereka geluti.

Jika kelak mereka merasakan momen jatuh cinta pada lawan jenisnya, sampaikan pula bahwa cinta tak selayaknya membuat buta. Cinta itu seharusnya membuat kita lebih bahagia dan bersemangat menjalani hidup. Cinta justru tak sepantasnya membuat cahaya dalam diri kita redup. Jika cinta yang biasa bisa ditemui kapan saja, cinta yang sejati mungkin harus melewati proses yang lama untuk menemukannya.

5. “Tapi, jangan pernah membuka hati sebelum kamu bisa mencintai dirimu sendiri.”

Setiap anak terlahir sempurna ke dunia dengan segala kekurangan dan kelebihan yang menyertainya. Namun, kelak saat menginjak usia remaja dia mungkin akan menganggap wajahnya kurang cantik atau dirinya tak seberapa pintar. Mungkin pula dia akan melihat teman-temannya dengan pandangan iri sambil mengutuki diri.

Anak-anak memang sepatutnya diajari tentang bagaimana mencintai dan menghargai diri sendiri. Mereka layak diberi pengertian bahwa setiap manusia diberi anugrah oleh Tuhan berupa keunikan. Ada yang wajahnya cantik tapi tak seberapa pintar atau ada yang sangat pintar tapi cenderung sulit bergaul. Apapun kondisi diri, segala kurang dan lebihnya selalu pantas untuk disyukuri.

6. “Nak, hidup memang tak selalu bisa dijalani dengan mudah, tapi kami berpesan agar kamu tak putus-putus berusaha dan pantang menyerah.”

Ceritakan pada anak-anakmu kelak bahwa hidup adalah tentang perjuangan. Hidup ibarat pendakian mencapai puncak-puncak tertinggi. Selama pendakian, akan banyak rintangan dan kesulitan yang harus dihadapi. Jika tak cukup bekerja keras dan gigih menjalani, kesuksesan pun mustahil bisa dicapai.

Sampaikan pada mereka bahwa ada kalanya hidup akan membawa mereka ke titik-titik terendah. Mendapat nilai jelek saat ulangan, tak lulus ujian, susah mencari pekerjaan, kesulitan hidup mapan; banyak hal yang mungkin akan membuat mereka kepayahan. Namun, sebaik-baik manusia adalah mereka yang mau memperjuangkan nasibnya dan tak mau begitu saja menyerah.

7. “Mengertilah Sayang, sukses dan keberhasilan itu tak selalu diukur dengan angka, materi atau uang.”

Banyak perubahan yang harus dirasakan anak-anak ketika mereka memasuki usia dewasa. Jika saat di taman kanak-kanak mereka hanya diajarkan menggambar dan melipat kertas, usia dewasa membuat mereka sibuk bergumul dengan angka. Bisakah dapat nilai 100 untuk pelajaran Matematika? Apakah bisa lulus kuliah dengan predikat cumlaude dan nilai 4 bulat? Berapa besar gaji yang bisa didapat, atau berapa banyak uang yang sudah kamu punya?

Ya, orang dewasa memang terbiasa mengukur kesuksesan dengan angka. Orang dewasa seringkali mengagungkan materi dan uang di atas segala-galanya. Tapi, jangan biarkan anak-anakmu nanti teracuni dengan pemikiran-pemikiran tersebut. Ingatkan mereka, sukses dan keberhasilan tak melulu dikaitkan dengan angka. Pencapaian adalah perkara seberapa hebat mereka mau belajar dan berusaha.

8. “Jangan pernah takut gagal atau melakukan kesalahan, karenanya kamu justru bisa belajar banyak kebaikan.”

Banyak anak-anak yang takut membuat kesalahan atau melakukan kegagalan. Akibatnya, mereka takut atau enggan menjajal pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah dialami sebelumnya. Tak mau mencoba naik sepeda beroda dua lantaran takut jatuh. Enggan belajar berenang karena takut tenggelam. Padahal, tanpa kemauan untuk belajar dan mencoba, mereka tak akan punya kesempatan berkembang atau punya keahlian.

Jelaskan pada mereka bahwa jatuh saat belajar naik sepeda itu hal yang biasa. Hampir semua orang melakukan kesalahan sebelum akhirnya bisa berhasil atau berbuat salah hingga bisa melakukan sesuatu dengan benar. Pengalaman gagal dan berhasil itu sama-sama berguna. Orang-orang pintar adalah mereka yang bisa memanfaatkan keduanya.

9. “Anakku, berpetualanglah kemana pun kamu suka. Dunia ini terlalu indah jika kamu tak menjajal pergi kemana-mana.”

Anak-anakmu perlu tahu seberapa indahnya Indonesia, betapa meriahnya Asia Tenggara, atau begitu luasnya dunia. Kenalkan mereka pada berbagai tempat-tempat indah yang ada di dunia lewat peta atau bola dunia. Tantang mereka untuk berani dan punya mimpi menyambanginya. Bagaimana pun, anak-anakmu harus punya wawasan luas tentang dunia ini.

Ijinkan dia yang hendak merantau ke luar kota, berniat mendaftar beasiswa agar bisa kuliah di luar negeri, atau hendak traveling ala backpacker keliling negeri sendiri. Yakinlah bahwa petualangan akan memberikan banyak pelajaran berharga bagi mereka. Percayalah bahwa perjalanan akan mendidik mereka jadi pribadi yang mandiri dan tangguh.

10. “Kelak, kamu harus pintar-pintar memilih teman. Mereka yang mau menerima segala kelebihan dan kekurangan memang layak dijadikan kawan.”

Memilih teman memang bukan perkara mudah. Ada teman yang hanya akan datang dikala senang, tak mau ikut membantu saat kita dilanda kesusahan. Ada pula teman-teman yang hanya menerima kelebihan kita, tanpa punya keikhlasan menerima segala kekurangan yang kita punya. Bukankah teman-teman yang semacam ini tak layak diakrabi?

Ingatkan anak-anakmu untuk baik-baik memilih kawan. Mereka pantas mencari teman-teman yang mau diajak senasib sepenanggungan. Teman yang mau tulus berbagi kegembiraan dan kesusahan. Teman yang tak punya sedikit pun niat untuk memanfaatkan atau semata-mata mencari keuntungan.

11. “Sayangku, hidup itu hanya sementara, nikmatilah setiap detiknya dengan bahagia.”

Setelah dewasa, banyak orang yang mengeluhkan hidupnya. Merasa tak puas dengan pekerjaan yang dilakoni, tak bahagia dengan pasangan sendiri, atau belum tercukupi secara materi. Banyak waktu yang akhirnya dihabiskan untuk meratapi dan mengeluhkan kehidupan. Tapi, bukankah setiap detik kesempatan hidup di dunia itu begitu berharga?

Jangan biarkan anak-anakmu kelak merasakan hal yang sama. Ajarkan mereka tentang bagaimana merayakan hidupnya meski dengan cara-cara yang sederhana. Kenalkan mereka pada musik, seni, atau sastra yang akan menjadikan hidup mereka lebih berwarna. Biarkan mereka menekuni hobi atau menemukan renjananya sehingga hidup yang dijalaninya akan terasa lebih bermakna.

12. “Tahukah kamu, tak ada yang membuat kami lebih bahagia selain melihatmu yang sedang tertawa?

Memilih teman memang bukan perkara mudah. Ada teman yang hanya akan datang dikala senang, tak mau ikut membantu saat kita dilanda kesusahan. Ada pula teman-teman yang hanya menerima kelebihan kita, tanpa punya keikhlasan menerima segala kekurangan yang kita punya. Bukankah teman-teman yang semacam ini tak layak diakrabi?

Ingatkan anak-anakmu untuk baik-baik memilih kawan. Mereka pantas mencari teman-teman yang mau diajak senasib sepenanggungan. Teman yang mau tulus berbagi kegembiraan dan kesusahan. Teman yang tak punya sedikit pun niat untuk memanfaatkan atau semata-mata mencari keuntungan.